Andaikan kau anakku, pasti kau akan kubawa ke restoran. Kau bisa menikmati makanan yang kau suka. Sepuas hati.Â
Andaikan kau anakku, pasti kau akan kuajak ke taman bermain. Kan kubiarkan kau bermain sepuasnya. Bersama dengan anak-anak kecil yang ada di sana.Â
Andaikan kau anakku, pasti kau akan kubawa ke toko mainan. Kau bisa memilih boneka mana yang kau suka. Supaya kemuraman itu berubah menjadi senyum ceria.Â
Kau masih terlalu dini untuk mengetahui kegetiran hidup. Ayah dan ibu terkena penyakit mematikan. Kau melihat orangtuamu kesakitan setiap hari. Tapi kau tak berdaya untuk membantu orangtuamu.Â
"Ria ingin jadi dokter. Supaya bisa mengobati papa dan mama."
Kau masih kelas dua esde. Tapi pikiranmu seperti orang dewasa. Kau lebih memikirkan orangtuamu dibanding keperluanmu sendiri.Â
Aku merasa bangga bisa mengenalmu. Meskipun cuma sebagai guru les. Kau mengajarku arti kerajinan dan keteguhan.Â
Engkau belajar tanpa banyak bicara. Meskipun tak ada keluhan keluar dari mulut, namun muka muram sudah mencerminkan duka karena orangtua sakit.Â
"Bagaimana dia bisa ceria, kalau papa dan mamanya sakit? Dia melihat papa dan mamanya muntah-muntah dan berobat ke dokter hampir setiap hari."
Ibunya berkata seperti itu padaku. Aku tak bisa berkomentar apa-apa. Lidahku kelu.Â
Ah, malang nian anak ini. Sekecil ini sudah merasakan duka.Â