Mohon tunggu...
Hamdali Anton
Hamdali Anton Mohon Tunggu... Guru - English Teacher

Saya adalah seorang guru bahasa Inggris biasa di kota Samarinda, Kalimantan Timur. || E-mail : hamdali.anton@gmail.com || WA: 082353613105 || Instagram Custom Case : https://www.instagram.com/salisagadget/ || YouTube: English Itu Fun

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

3 Cara Ampuh Mewujudkan Rekonsiliasi Pasca-Pemilu 2019

27 April 2019   16:23 Diperbarui: 27 April 2019   16:26 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar : tirto.id

Rekonsiliasi?

Terus terang, saya sering mendengar kata ini, namun tidak paham maknanya.

Untungnya, dengan adanya gawai, saya bisa menggunakan aplikasi Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima (KBBI V) untuk mencaritahu apa arti dari rekonsiliasi.

Menurut KBBI V, Rekonsiliasi mempunyai arti : perbuatan memulihkan hubungan persahabatan ke keadaan semula; perbuatan menyelesaikan perbedaan.

Setelah mengetahui arti rekonsiliasi, saya jadi memahami, kalau selama lebih kurang tujuh bulan, lini masa media sosial, atau pun di blog keroyokan Kompasiana yang kita cintai ini, terjadi polemik antara dua kubu yang mendukung capres-cawapresnya masing-masing, baik secara elegan lewat artikel-artikel renyah berkualitas, maupun secara ugal-ugalan lewat tulisan-tulisan garing rendah mutu.

Sebagai warga biasa, yang lebih suka berada di belakang layar, saya tidak ingin ikut terseret arus membela mati-matian capres kosong tiga atau kosong lima. Seperti kata teman saya, "Ah, siapa pun presidennya, kita kan tetap aja jadi karyawan. Tetap kerja dari jam 8 sampai jam lima. Tetap makan nasi, de el el, dan de el el yang lain. Yang terpilih, adalah yang terbaik. Untuk apa gontok-gontokan."

Intinya, apa pun pilihan, tetaplah bersahabat. Hargai pendapat orang lain. Hormati pilihannya, meskipun kita tak sepaham dengan pendapat teman kenapa memilih capres nomor sekian tadi.

Saya sempat terganggu juga dengan beberapa postingan dari salah seorang penulis yang juga guru, di salah satu grup facebook guru Indonesia (Demi menjaga situasi tetap kondusif, saya tidak mencantumkan nama grup facebook-nya secara spesifik ^_^).

Si Gunarto (bukan nama sebenarnya) memposting tentang berbagai hal yang bersifat radikal dalam mendukung salah satu capres, dan menjelekkan capres yang lain. Padahal banyak guru di dalam grup tersebut sudah memperingatkan, supaya membagi informasi seputar pendidikan saja. Tempatkan soal politik di grup yang sesuai dengan itu. Tapi Gunarto tetap "bandel" melakukan hal-hal tersebut, bahkan sampai sekarang, setelah Pemilu selesai.

Saya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat kondisi tersebut. Orang yang menginspirasi saya untuk menulis, termasuk saran beliau supaya saya menulis di Kompasiana ini, ternyata pikirannya teracuni karena pilihan dalam pemilu.

Saya hanya menjadi silent reader saja. Tidak ikut andil untuk memberikan wejangan di media sosial atau di blog kompasiana. Untuk apa? Daripada sibuk adu argumentasi, lebih baik memberikan perkataan yang membangun dan menyejukkan. Debat tidak akan menyelesaikan masalah, malah menimbulkan masalah baru.

Jadi, sangatlah tepat, kalau topik ini diusung oleh Kompasiana. Sudah saatnya bagi kita semua, warga negara Indonesia, untuk menyudahi perdebatan, sengitnya polarisasi, yang ujung-ujungnya malah memecahbelah persatuan kita.

Rekonsiliasi harus kita wujudkan, demi menjaga persatuan Indonesia.

Bagaimana Mewujudkan Rekonsiliasi?

Nah, sekarang pertanyaannya, bagaimana mewujudkan rekonsiliasi pasca pemilu 2019?

Menurut pendapat saya, ada tiga cara ampuh yang bisa kita lakukan.

Pertama, Merendahkan hati

Menurut KBBI V, Rendah Hati mempunyai arti : Hal (sifat) tidak sombong atau tidak angkuh.

Sebagai manusia, sudah seharusnya kita semua rendah hati. Tidak sombong, tidak angkuh. Kalah dan menang itu biasa dalam kehidupan. Harus bisa menerima dengan lapang dada seandainya jagoan kita kalah, namun tidak sombong seandainya superhero-nya menang.

Hasil rekapitulasi KPU akan final pada tanggal 22 Mei 2019. Masih sebulan lagi. Kita tetap harus menjaga hati kita supaya tetap rendah hati selama proses penghitungan suara masih berlangsung, dan terutama, setelah hasil diketahui.

Karena siapa pun yang menang, itu adalah kemenangan rakyat Indonesia. Kita sudah berpartisipasi memilih, apa pun hasilnya, untuk kemajuan bangsa dan negara, bukan untuk golongan atau pihak tertentu.

Rendah hati. Kalau salah, akui salah. Kalau benar, jangan jumawa. Kalau kalah, akui kalah. Kalau menang, jangan besar kepala.

Kedua, Mengajak teman, kenalan atau anggota keluarga untuk bertemu, memulihkan hubungan, entah lewat makan bersama atau dalam bentuk kegiatan lain.

Tidak ada cara lain yang ampuh selain bersilaturahmi dengan orang yang berseteru dengan kita. 

Bertemu langsung, berbicara dari hati ke hati, makan bersama sambil membicarakan hal-hal ringan seputar keluarga atau hobi, semua kegiatan ini sudah seharusnya kita lakukan.

Daripada berkomentar miring di media sosial, memperkeruh suasana, memperpanas kondisi, kenapa tidak berdamai saja? Seperti halnya pelangi, indah karena mempunyai tujuh warna berbeda, hendaknya keberbedaan itu kita terima sebagai keindahan, bukan memicu perpecahan, karena negara kita kaya akan sumber daya alam dan keberagaman budaya. 

Saya pribadi, akan mengajak teman saya untuk makan bersama, kalau sekiranya berselisih paham. Lewat makan bersama, biasanya situasi akan cair, dan malah persoalan jadi selesai setelahnya.

Bertemu langsung lebih baik. Jangan silaturahmi lewat media sosial saja. Kita makhluk sosial, butuh bantuan orang lain secara langsung, dan itu tidak bisa terjembatani hanya dengan media sosial.

Ketiga, Sepakat kalau berbeda pandangan itu biasa, tidak akan merusak tali persahabatan sampai kapan pun juga.

Jangan memaksakan kehendak atau opini pada orang lain, karena latar belakang pendidikan, status sosial, keluarga, karier, tidaklah sama. 

Saya terkadang kurang suka kalau ada orang yang mengatakan, "Kalau saya bisa, kamu juga pasti bisa."

Saya pikir, itu menyesatkan, karena memandang bahwa dia bisa, maka saya juga bisa kan cuma melihat dari sudut pandang dirinya, bukan dari sudut pandang saya.

Sama halnya, mengatakan durian itu buah yang luar biasa enak, padahal tidak semua orang suka makan durian (termasuk saya, yang tidak suka makan durian ^_^).

Mengenai pandangan tentang pilihan capres, biarlah teman kita mempunyai pandangan berbeda. Tidak usah berdebat atau menunjukkan kepadanya kalau dia salah memilih. Tetaplah menjaga kerukunan dalam persahabatan. Karena apalah arti perbedaan dibanding keindahan dalam kerukunan itu sendiri.

* * *

Ini 3 cara ampuh mewujudkan rekonsiliasi pasca-pemilu 2019 menurut pendapat saya, yang mana untuk memulihkan hubungan persahabatan dengan teman, kenalan, atau anggota keluarga.

Anda mempunyai cara lain yang lebih ampuh? Silakan menuliskan artikel wow tentang rekonsiliasi pasca-pemilu 2019, sehingga kedamaian dan kerukunan di antara kita tetap terjaga sebagai bangsa Indonesia yang besar dan menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara kita.

Semoga Indonesia tetap aman, damai, adil, dan makmur.

Salam Kompasiana.

* 

Samarinda, 27 April 2019

Anton

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun