"Oh ya, Bu. Terima kasih," kata saya, sambil beranjak ke kursi plastik berderet, bergabung dengan tiga - empat warga yang tak sabar ingin segera mencoblos.
Ada satu bapak yang mengajak saya berbincang-bincang mengenai kekurangan-kekurangan dari pemilu kali ini, beserta dengan salah satu saksi dari satu partai tertentu (saya tidak usah ungkapkan dari partai mana ya, nanti dibilang saya pro partai tersebut ^_^).
"Nanti kalau bisa, sampaikan ke panitia, supaya cepat, dan tidak terulang seperti pemilu sebelumnya, dipilah per partai. Partai nomor satu, berapa surat suara yang memilih, Partai nomor dua, berapa surat suara yang memilih, dan seterusnya ...."
Saksi dari satu partai tertentu itu cuma tersenyum. Saya pun tersenyum, karena mengenai prosedur, pasti sudah ada petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk tertulis (juklis) yang panitia TPS pegang. Jadi, sebenarnya, tak perlu memberikan saran, karena sistematika penghitungan suara sudah disusun.
Tapi, menimbang bapak yang mengutarakan pendapat ini sudah cukup berumur, jadi Mas saksi (saya panggil "Mas", karena terlihat muda, masih seumur mahasiswa layaknya ^_^) tersenyum saja. Mungkin dia bisa mengerti, kalau membantah, bisa tambah panjang cerita ^_^.
"Bapak Hamdali Anton."
Akhirnya, saya dipanggil juga! Nomor absen tiga. Saya pun mendapat surat suara sebanyak lima. Untuk Presiden/Wapres, DPR RI, DPRD Provinsi, DPRD Kota, dan DPD.
"Mohon maaf, Pak, dicek terlebih dahulu, apakah surat suara utuh, tidak rusak," kata ibu petugas yang memberikan surat suara.
Saya memang sudah melihat warga nomor antrian satu dan dua barusan, yang juga harus memeriksa surat suara dibantu dengan petugas yang membukanya. Karena itu, saya pun meminta tolong petugas laki-laki, di sebelah ibu tersebut untuk melakukan hal yang sama, membantu saya membuka surat suara dan memeriksa keutuhannya.
Memang membutuhkan waktu sedikit lebih lama, karena lebarnya kertas surat suara. Dalam hati, saya berpikir, "Semoga untuk pemilu mendatang, penggunaan kertas suara bisa dikurangi. Kalau memungkinkan, pakai teknologi, seperti e-voting, menggunakan layar sentuh untuk memberikan suara, sehingga mengurangi penggunaan kertas).
Setelah memeriksa semua surat suara dalam kondisi baik, saya pun melangkah ke bilik suara. Coblos sesuai hati nurani. Saya pun dengan mantap mencoblos satu per satu surat suara (mau foto, takut ada warga yang tak sabaran menunggu saya, meskipun totalnya ada empat bilik suara ^_^).