Tapi saya berusaha untuk meluruskan, "Saya rasa bukan masalah laki-laki atau perempuan, Bu. Saya kira ini masalah perencanaannya, kapan melakukan pemeriksaan surat suara, kotak suara, dan lain sebagainya. Setiap TPS pasti ada kebijakan masing-masing sesuai dengan arahan ketua TPS. Selama tidak melanggar aturan, tidak masalah. Jam tujuh kan patokan umum, karena luasnya daerah Indonesia. Mungkin, kalaupun dilakukan pada jam delapan atau sembilan, masih dianggap bisa ditoleransi. Apalagi kalau dilakukan di daerah Indonesia Timur," kata saya, meskipun saya juga tidak tahu aturan-aturannya, dan sebenarnya saya juga tidak sabar, namun saya pikir positifnya saja. Mungkin karena prosedur harus tepat, jadi mereka hati-hati dalam bertindak.
Akhirnya, pukul delapan, setelah menunggu sekitar satu jam, pemungutan suara di TPS 047 dilaksanakan.
Saya terpaksa memakai KTP-el. Mungkin saja, formulir C6 atau surat undangan ada pada panitia, tapi mereka tidak mengecek keberadaan surat undangan pada arsip mereka. "Bisa juga pakai KTP, asal nama bapak ada di DPT," kata Ibu yang bertugas di meja KPPS.
Namun, bapak petugas di sebelah ibu itu bertanya pada saya yang membuat dahi saya berkerut lagi, "Maaf, Pak. Bapak ada fotokopi KTP-nya. Buat jadi arsip kami, Pak."
"Lho, Pak RT gak ngomong soal itu. Pak RT bilang, cukup bawa KTP dan KK," suara saya agak meninggi. Wah, alamat saya harus cari tempat fotokopi yang buka pada jam delapan ini. Kalau seandainya terjadi seperti itu, yah, bisa keburu banyak yang datang, nomor antrian membubung, jam les privat saya juga bisa jadi molor.
"Oh, bapak tidak usah memfotokopi di luar. Kami punya printer yang bisa fotokopi," ibu petugas itu menengahi, memberi solusi.
"Oh, makasih, Bu," saya menarik nafas lega. Untung, jadi gak perlu keluar, pikir saya lega.
Sempat tergoda untuk tidak nyoblos, kalau ribet harus cari tempat fotokopi untuk fotokopi KTP. Tapi saya teringat dengan pertanyaan lugu murid saya. Saya menetapkan keputusan bahwa satu suara dari saya sangatlah berharga untuk masa depan negara.
"Silakan bapak tunggu di sana dulu ya, Pak. Nanti kami panggil," kata ibu petugas itu, sambil merapikan berkas-berkas.