Jadilah diri sendiri.
Jangan mencoba menjadi orang lain atau berusaha menyenangkan semua orang karena tentu saja itu tidak akan mungkin.
Kita adalah diri kita sendiri.
Dulu, di waktu kecil, saya mengidolakan superhero-superhero, seperti Superman, Batman, dan lain sebagainya.
Saya memimpikan diri saya menjadi seperti mereka.
Seiring waktu beranjak, beralih ke dewasa dan mendapat pengalaman hidup, saya menjadi sadar kalau mereka semua itu tidaklah nyata.
Saya pun berhenti berangan-angan menjadi seperti mereka.
Saya tidak mungkin menjadi duplikat dari superhero itu, karena mereka cuma cerita rekaan. Kalau toh superhero yang sebenarnya seperti Bill Gates sekalipun, saya tetap tak akan bisa menjadi seperti dia.Banyak teman atau kenalan yang berkata, "Kalau saya bisa, kamu juga pasti bisa."
Saya pada awalnya mempercayai apa kata orang-orang itu, tapi pada akhirnya saya tidak meyakininya lagi.
Kenapa begitu?
Karena latar belakang, pengalaman dan bakat setiap orang itu berbeda.
Dari segi suku tidak sama. Tingkat ekonomi berbeda; bisa dari keluarga miskin, menengah atau kaya. Agama juga tidak sama. Lalu bagaimana bisa ada yang mengatakan 'Kalau saya bisa, kamu juga pasti bisa'?
Setiap orang punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Tidak ada yang sama. Bahkan saudara kembar pun punya kepribadian dan minat yang berbeda.
Tidak usah berusaha menjadi orang lain.
Jadilah diri sendiri. Ada yang gemuk, ada yang kurus, ada yang tinggi, ada yang pendek, dan lain sebagainya. Tuhan menciptakan orang berbeda-beda. Jadi tidak usah meniru orang lain karena kalau pun bisa, kita tidak akan menjadi sama persis seperti orang yang kita tiru.
Jangan melihat 'rumput tetangga' lebih hijau, sehingga Anda ikut melakukan, padahal Anda tidak punya minat di situ.
Teman saya, sebut saja Nono, menganjurkan saya untuk menggeluti forex.
"Kamu kan guru bahasa Inggris. Pasti lebih cepat paham istilah-istilah dan artikel-artikel forex dalam bahasa Inggris."
"Aku kan nggak ngerti soal itu."
"Makanya belajar. Pasti kamu cepat bisa."
"Tapi itu kan pasti butuh uang besar."
"Ah, nggak juga. Dengan seratus ribu, kamu bisa langsung main."
"Tapi," kata Nono melanjutkan, "Kalau kamu belum mau terjun langsung pake duit beneran, pake akun demo saja dulu. Jadi bisa buat latihan."
Saya pun menuruti saran Nono. Memakai akun demo, terjun mencoba forex trading.
Namun, saya merasa ini bukan dunia saya. Saya merasa saya lebih menyukai dunia blog, youtube atau jualan online daripada forex.
Saya menjalani forex cuma sekitar dua sampai tiga hari, lalu saya berhenti karena bosan melihat grafik dan fluktuasi.
Saya memutuskan kalau forex bukan 'jodoh' saya dan saya tetap menjalani dunia blogging.
"Kok stop jalanin forex, Ton?" tanya Nono sewaktu melihat saya tidak menjalankan forex di hp ataupun laptop.
"Aku bosan, No. Gitu-gitu aja. Aku lebih suka nulis di blog."
"Memang harus sabar kalau jalanin ini."
"Nah, itu yang menjadi masalah. Aku orangnya tidak sabaran."
Dalam hati, saya berkata, "Sebenarnya bukannya tidak sabaran, tapi, ya itu tadi, jiwa, hati saya di bidang menulis blog, dan juga sedikit-sedikit sharing permainan gitar saya di YouTube.
Saya ingin menjadi diri saya sendiri, tak mau terprovokasi pada 'kelihatan lebih hijau rumput tetangga', karena mungkin hobi atau bisnis itu cocok di dia, tapi belum tentu cocok dengan saya, seperti dalam kasus forex tadi.
Tetapkan diri ingin menjadi apa satu, dua, lima tahun dari sekarang. Fokus, jangan belok ke kiri dan kanan. Kalau konsisten, hasil nyata akan tercapai.
Hasil nyata itu tidak melulu bicara soal materi, tapi kepuasan hati kalau hidup kita sudah bisa memberi makna dan manfaat bagi orang lain.
'Jangan berusaha menjadi orang lain. Jadilah diri sendiri'
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H