"Bu, ini kok ada ulat di ikan."
"Ah, masa, Mas?"
"Lha, ini, Bu. ada," Saya menyodorkan piring dengan ikan yang mempunyai ulat di kepala ikan tersebut.
Dengan santainya, sang ibu mengambil ulat dengan tangan, lalu berkata, "Mungkin sendok yang ibu pakai tadi jatuh ke tanah, jadi ulatnya lengket di ikan. Mau ganti ikannya, Mas?"
Saya cuma geleng-geleng kepala dalam hati. Kok ya bisa, dengan entengnya si ibu bilang sendok untuk ambil ikan jatuh ke tanah, dan ulat itu tanpa sengaja nempel di sendok!
Selera makan saya pun jadi hilang seketika. "Tidak usah, Bu," Saya menjawab dengan sesopan mungkin dan kembali ke meja. Saya pura-pura menyendok, menguwir-nguwir nasi, tapi tidak sesuap pun yang mampir ke mulut.
Sekedar menunda waktu untuk segera angkat kaki.
Satu-dua menit cukup, air pun tak diminum, lalu membayar, meskipun sebenarnya saya mengharapkan nasi campur tadi gratis, karena ada bonus ulat yang tak diharapkan.
Si ibu seakan tak sadar, tetap mengenakan harga atas makanan yang sebenarnya tidak saya santap sama sekali.
Sampai sekarang, saya tak pernah kembali ke warung sang ibu. Kalau pun dia buka warung di tempat lain, saya tetap tidak akan makan atau membeli nasi di warungnya, karena kapok. Sang ibu bukannya sadar bahwa dia yang salah, malah membuat kesalahan fatal dengan menyalahkan ulat yang tak tahu diri menempel di sendok yang jatuh di tanah!
Kedua - Dimanfaatkan Orang Lain
Jangan langsung mengatakan 'ya' jika orang lain meminta bantuan.