Butuh sekali validasi dan pernyataan  bahwa bahasa Indonesia kaya akan kosakata secara kuantitas atau jumlah saja.
Sebenarnya bahasa Indonesia sudah kaya dibandingkan bahasa-bahasa dari negara lain. Hanya saja yang dibandingkan oleh influencer yang sedang viral itu adalah bahasa Inggris dan bahasa Arab yang faktanya memang bahasa Indonesia masih di bawah angka secara jumlah.
Disadari pula secara umur, bahasa Indonesia belum setua bahasa Inggris dan bahasa Arab.
Secara logika wajar-wajar saja jika kosakata bahasa Indonesia lebih sedikit. Mengapa harus tidak terima dengan fakta tersebut?
Daripada berfokus pada kuantitas jumlah kosakata bahasa Indonesia, lebih baik berfokus pada kualitas penuturnya dan  penggunaannya.
Apakah para warganet yang menghujat itu sudah menggunakan kosakata bahasa Indonesia dengan kualitas baik dalam kehidupan sehari-hari?
Disadari bahwa bahasa asing sudah merambah dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Bahkan pengguna bahasa asing bukan hanya masyarakat menengah ke atas. Masyarakat menengah ke bawah juga kerap menggunakan bahasa asing dalam pergaulan.
Coba saja diingat-ingat, lebih banyak orang yang menggunakan kata "laundry" atau "binatu"? Tentu yang lebih lekat ditelinga adalah kata "laundry" sebagai bahasa asing yang sudah tidak asing lagi. Justru tidak semua masyarakat Indonesia mengenali kata "binatu" sebagai sebutan untuk jasa mencuci pakaian.
Apalagi zaman sekarang yang marak dengan toko-toko online. Kosakata yang digunakan untuk melakukan transaksi didominasi dengan bahasa asing.
Para penjual online di internet lebih sering menggunakan kata "ready" Â daripada kata "tersedia", menggunakan kata "delivery" bukan "pengantaran" dan lain sebagainya.