Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang dimiliki guru dan murid berperan sebagai pengendali berjalannya proses belajar dengan lancar dan sesuai harapan. Pembelajaran sosial dan emosional mungkin tidak diajarkan secara tertulis di buku catatan murid.Â
Pembelajaran sosial dan emosional tidak butuh validasi nilai di atas kertas. Tetapi sikap impementasinya sebagai bentuk realisasi pembelajaran tersebut dipahami oleh masing-masing pribadi.
Terdapat 5 kompetensi dalam pembelajaran sosial dan emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social, and Emotional Learning). Seluruh kompetensi ini bukan hanya untuk dimiliki murid tetapi juga dikuasai oleh guru secara praktik, bukan hanya teori.
Kesadaran diri (pengenalan emosi)
Kesadaran diri merujuk pada pengenalan emosi pada diri sendiri. Kompetensi ini adalah bentuk kemampuan untuk memahami perasaan, emosi, dan nilai-nilai yang dimiliki oleh diri sendiri.
Pribadi murid maupun guru paham betul bagaimana pengaruh dari perasaan dan emosinya terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungannya. Baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif yang menjadi dampak dari berbagai situasi.
Misalnya kesadaran diri akan kebutuhkan religi. Di mana murid dan guru membuat kesepakatan kelas bahwa segala kegiatan dimulai dan diakhiri dengan doa.Â
Dengan kesadaran diri tersebut, guru dan murid bukan hanya melaksanakan doa sebelum dan setelah pembelajaran untuk memenuhi kesepakatan kelas, tetapi juga karena sadar akan kebutuhan religi tersebut.
Manajemen diri (pengenalan emosi dan fokus)
Setelah murid dan guru memiliki kompetensi kesadaran diri, maka selanjutnya perlu dikuasai pula kompetensi manajemen diri.Â
Kompetensi ini adalah kemampuan untuk mengelola emosi, pikiran dan perilaku diri agar dapat sesuai dengan kondisi dan situasi yang dibutuhkan
Dengan kompetensi manajemen diri, murid dan guru akan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang diharapkan. Sebab guru dan murid akan bersama-sama mampu berfokus pada tujuan pembelajaran dan mampu menjalankannya dengan kesadaran diri penuh.
Terdapat macam-macam implementasi menajemen diri sebab terdapat banyak cara juga manusia dalam meluapkan emosi. Ada yang meluapkan emosi kelelahan dengan menenangkan diri minum kopi, ada yang menenangkan diri dengan mendengarkan musik, ada juga yang bernyanyi saat bahagia maupun terluka dan banyak cara lainnya.
Secara sederhananya untuk menerapkan pengelolaan emosi murid dan guru di sekolah, dapat dilakukan dengan teknik STOP (Stop, Take a deep breath, Observe dan Proceed). Berhenti sejenak, hela napas dalam-dalam, mengamati lingkungan sekitar, dan tinggalkan beralih ke dalam keadaan yang lebih baik.Â
Kesadaran sosial (empati)
Kesadaran sosial erat kaitannya dengan rasa empati kepada orang lain. Sikap bagaimana seseorang menerapkan kodratnya sebagai mahluk sosial yang tidak dapat selamanya hidup individualis.
Menuangkan rasa empati bukan hanya kepada segolongannya saja. Murid dan guru perlu sadar bahwa hak manusia itu merata, jadi kompetensi kesadaran sosial itu diperuntukan kepada semua orang baik yang berbeda latar belakang.
Kesadaran sosial tidak harus hitam, tidak harus putih, cukup jadi manusia yang kodratnya adalah mahluk sosial. Murid perlu dibuka wawasannya dalam kegiatan-kegiatan kepedulian. Misalnya, murid dan guru sama-sama menggalang dana untuk teman yang terkena musibah, atau kegiatan-kegiatan sosial lainnya.
Keterampilan berelasi
Pada dasarnya untuk memenuhi kebutuhan kemampuan era abad 21 salah satunya adalah berkolaborasi. Kompetensi keterampilan berelasi adalah kemampuan dasar untuk dapat berkolaborasi memenuhi tuntutan zaman.
Keterampilan berelasi dapat dimulai dari lingkup terkecil yaitu di kelas atau sekolah. Guru dapat memberi arahan kepada murid untuk belajar dalam kelompok heterogen.Â
Dengan gender campuran antara laki-laki dan perempuan, latar suku yang berbeda atau juga dengan kemampuan kognitif yang beragam dan lain sebagainya.
Dengan dimasukkan ke dalam kelompok murid diberi arahan untuk saling menghormati, tidak memenangkan ego sendiri sehingga tujuan pembelajaran di dalam kelompok dapat terpenuhi.Â
Kekompakkan dalam menjalin relasi menjadi perhatian khusus. Hal ini akan dapat dibawa oleh murid ketika hidup bermasyarakat untuk membina hubungan bermasyarakat yang sehat.
Pengambilan keputusan yang bertanggung jawab
Kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab pelu diterapkan dalam setiap pribadi. Kompetensi ini akan membentuk pribadi yang tangguh dan dapat diandalkan.
Kompetensi pengambilan keputusan yang bertanggung jawab bukan hanya menghasilkan keputusan yang cepat tetapi juga keputusan yang bijak. Di sinilah jiwa kepemimpinan diasah.
Misalnya pada pemilihan OSIS di sekolah, murid-murid diminta untuk mengambil keputusan dalam pemilihan yang demokratis. Tentu pilihan bijak yang dibutuhkan. Begitupun dengan kandidat terpilih. Yang bersangkutan memiliki tanggung jawab dalam mengambil kebijakan-kebijakan di masanya menjadi pimpinan organisasi sekolah tersebut.
Koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara berfokus pada kodrat anak atau murid. Kodrat tersebut adalah kodrat alam dan kodrat zaman. Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) mencakup kodrat alam anak.
Kodrat alam meliputi apa-apa yang dibawa sejak lahir atau secara genetik, pengaruh lingkungan, didikan orang tua, segala karakteristik dan kemampuan yang dimilikinya. Implementasi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) ini merujuk dalam pembelajaran yang berpihak pada murid sesuai dengan kodrat alamnya.
Setelah pemenuhan kodrat alam murid, Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) juga dapat merambah pada kodrat zaman anak. Kodrat zaman terkait dengan emosi anak dalam mencapai cita-cita, impian, caranya bersosialisasi dengan sekitar secara virtual dan lain sebagainya.Â
Secara emosi cita-cita anak banyak yang berubah, dulunya profesi dokter, pilot, polisi banyak digandungi anak-anak. Perkembangan zaman mengubah emosi dan impian anak-anak, mereka banyak yang mengidamkan menjadi youtuber, video creator, selebtok, selebgram, gamer, influencer dan lain-lain.
Koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan nilai guru penggerak
Nilai-nilai guru penggerak menuntut untuk mengajar yang berpihak pada murid, mampu berinovasi sesuai zaman, mampu berkolaborasi dengan guru dan pihak lain, mandiri dengan terus belajar dan berkembang, dan mampu merefleksikan diri demi tindak lanjut pembelajaran berikutnya. Semua itu tidak akan berjalan tanpa memiliki Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang mumpuni.
Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) berperan dalam mengontrol nilai pada diri seorang guru sekaligus caranya berdampak untuk orang sekitar. Dengan pembelajaran sosial dan emosional, seorang guru mampu meraih target dan tujuan pembelajaran yang berpihak pada murid.
Guru yang tidak memiliki Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang terkendali dengan baik, tidak akan mampu memenuhi nilai-nilai sebagai guru penggerak. KSE justru dapat dijadikan pengontrol dalam memenuhi nilai-nilai tersebut.
Koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan visi guru penggerak
Seorang guru yang tergerak, bergerak dan menggerakkan tentu memiliki visi di dalam lingkup belajar. Visi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan murid untuk mencapai tujuan belajarnya.
Terdapat beberapa tahapan di dalam pembentukan visi tersebut. Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dibutuhkan sebab dalam perumusan visi guru perlu meluruhkan egonya. Guru tidak diperkenankan untuk egois mengutamakan mimpi dan harapannya. Tetapi guru perlu kembali bersosial dengan murid untuk mengetahui kebutuhan yang akan dirumuskan menjadi visi dan tujuan belajar.
Koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan budaya positif di sekolah
Budaya positif di sekolah mengajarkan murid dan guru untuk tidak bertindak sesuka hati. Apalagi terhadap guru, tidak ada peran guru yang semena-mena walau tujuannya baik untuk mendidik.
Budaya positif di sekolah mengontrol guru dan murid untuk selalu berkolaborasi dalam membentuk kesepakatan-kesepakatan bersama. Di sinilah Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dipraktikan.
Posisi kontrol guru yang rentan menghukum akan berubah menjadi posisi manajer dengan KSE yang diterapkan. Posisi kontrol guru sebagai manajer adalah posisi paling ideal.
Koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan pembelajaran berdiferensiasi
Pembelajaran berdiferensiasi mutlak menjadi pembelajaran yang berpihak pada murid. Baik pada kontennya, prosesnya maupun produk yang dihasilkan semua berpihak pada kemampuan dan kemauan/minat murid.
Banyak konsep dan konten yang harus guru persiapkan. Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yang keluar dari segala ego guru akan mampu menerapkan pembelajaran yang berpihak pada murid salah satunya pembejaran berdiferensiasi. Guru yang menyesuaikan kebutuhan murid, bukan murid mengikuti maunya guru. KSE menjadi pengendali di antara kebutuhkan belajar murid dan kemampuan guru dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Demikian uraian terkait implementasi dan koneksi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) dengan beberapa aspek yang terkait dengan proses pembelajaran. Bukan guru dan murid harus mengalah, tetapi Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) adalah sarana kolaborasi untuk memenuhi tujuan pembelajaran.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H