Sedang beredar berita miris di jagat maya terkait host kinderflix, Anisa Rostiana yang mendapatkan komentar tidak senonoh dari beberapa pengguna sosial media. Mayoritas pelaku adalah para kaum lelaki. Kejadian ini dapat diindentifikasi sebagai kekerasan berbasis gender online (KBGO).
Diketahui oleh khalayak bahwa Kinderflix merupakan tayangan eduksi ramah anak. Seharusnya tayangan yang menargetkan objeknya adalah anak-anak ini menjadi tayangan yang diapresiasi oleh orang tua sebab menjadi konsumsi tontonan yang menuntun dan menemani anak-anak belajar. Nahasnya, justru orang-orang dewasa lelaki menjadi pemirsa tayangan anak-anak ini dan meninggalkan jejak digital komentar tidak senonoh yang menjurus pada seksualitas.
Apa yang dialami host kinderflix itu masuk ke dalam Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Pasalnya komentar yang berbau sesksual itu bersifat melecehkan seorang perempuan yang dilakukan oleh lelaki. Â
Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) sendiri merupakan kekerasan atau pelecehan yang menyudutkan gender tertentu, dilakukan oleh pengguna jaringan (netizen) baik laki-laki maupun perempuan.
Secara umum memang korban KBGO ini adalah perempuan. Tetapi pelakunya tidak mesti hanya lelaki. Pelaku pelecehan juga ada yang dilakukan oleh sesama perempuan. Misalnya perempuan melakukan body shimming kepada sesama perempuan. Membandingkan kecantikan satu selebritis perempuan dengan selebritis lainnya dan menyudutkan salah satunya. Bahkan ketika ada berita selebritis bercerai juga yang disalah-salahkan oleh netizen kebanyakan adalah perempuan. Bukan hanya itu, saat ada berita KDRT juga masih bisa menyalahkan perempuan yang nyatanya menjadi korban.
Ada apa dengan perempuan? Tanpa disadari perempuan yang menerima pelecehan menggunakan media visual dan verbal itu menjadi korban KBGO. Sedangkan pelaku yang dengan enteng dan menganggap itu adalah lelucon ternyata adalah pelaku kejahatan KBGO.
Beberapa perilaku yang dianggap enteng dan lumrah di sosial media, ternyata masuk kategori KBGO. Bahkan beberapa dianggap bercandaan atau kekucon.
Spam pesan pelecehan yang tidak diinginkan
Biasanya pelaku mengirim pesan tidak penting cenderung mengarah pada seksualitas. Bahkan ada yang sampai mengirim gambar dan video tidak wajar yang membuat penerimanya tidak nyaman. Parahnya ada yang mengajak sex call.
Komentar meremehkan yang menyudutkan gender tertentu
Meremehkan seseorang sebab berjenis kelamin tertentu biasa ditemui di kolom-kolom komentar di sosial media. Bahkan ketika seorang selebriti pria memiliki pacar baru, biasanya netizen akan membanding-bandingkan mantan pacar dan pacar barunya kemudian sibuk merundung salah satunya. Sedangkan prianya diposisikan aman-aman saja.
Membuat unggahan gambar untuk merendahkan gender tertentu
Unggahan ini banyak ditemui pada akun-akun meme. Banyak yang menganggap bahwa ini adalah gambar yang lucu. Apalagi yang mengarah ke seksualitas, akan mendulang banyak like dan komentar humor.
Komentar yang terang-terangan mengarah ke seksualitas
Hal ini yang dialami banyak perempuan. Sebenarnya konten dewasa sudah tersedia. Mungkin secara privasi dapat berkomentar pada kolom-kolom yang tepat. Tetapi nyatanya sekelas tayangan edukasi juga mendapat komentar tidak pantas yang berbau seksual.
Memasukkan dalam chat grup dan menandai pada konten-konten berbau seksual tanpa persetujuan
Ini sering terjadi di sosial media. Entah followers yang dikenal maupun tidak, memasukkan kita ke dalam chat grup dengan pembahasan seksual dan menandai akun kita pada unggahan video berbau pornografi. Menandai begitu saja tanpa persetujuan terlebih dahulu.
Lima poin di atas adalah penjabaran secara umum. Secara spesifik mungkin masih bisa didetailkan lagi sesuai dengan pengalaman-pengalaman pengguna jejaring sosial.
Pengalaman menerima perlakuan tidak pantas di sosial media dan cara melindungi diri.
Sebelum menjaga diri dari perlakuan tidak pantas, pastikan dulu bahwa pribadi kita tidak akan melakukan KBGO kepada orang lain. Bagaimana pun perbuatan tersebut menyalahi pasal.
Pastinya bukan hanya saya, sebagaian besar perempuan mungkin pernah menerima perlakukan tidak pantas di sosial media. Baik di kolom komentar maupun di kotak pesan/ direct message.
Saya pribadi pernah menerima pesan dengan menjurus ke arah seksual bahkan mengajak sex call di dalam pesannya. Tidak direspon bukan solusi terbaik ternyata.Â
Saya beberapa kali ditelpon via Instagram. Hingga saya matikan fitur telpon pada akun instragram saya hingga saat ini. Hingga akhirnya saya report dan block akun tersebut. Tetapi akun serupa tidak hanya satu. Sehingga saya harus melakukannya pengamanan diri berulang kali.
Jika akun sosial media bersifat akun personal, mungkin dapat disiasati dengan diatur privasi. Pengguna dapat memilah siapa saja yang jadi followersnya. Akun personal punya keleluasaan untuk approve siapa saja yang meminta mengikuti. Berbeda dengan akun professional atau akun yang diatur menjadi akun bisnis. Akun bersifat terbuka dan siappun dapat mengikuti secara otomatis tanpa persetujuan. Bahkan yang bukan pengikut pun dapat melihat unggahan akun professional.
Bagaimana jika akun kita adalah akun professional yang memerlukan rating dan engagement? Tentu tidak bisa diatur privasi. Bahkan membutuhkan viewers, likers dan comment. Sudah harus lebih waspada lagi dan ektra dalam menjaga diri dari KBGO.
Filter komentar
Jika memungkinkan tutup kolom komentar, silakan tutup saja. Tetapi akun professional biasanya menuntut akun memiliki rating tinggi. Membiarkan followers berkomentar ria akan menaikan rating akun. Maka jika menutup kolom komentar berisiko menurunkan rating, maka filter saja kata-kata yang dapat diinput pada kolom komentar.
Kunjungi setelan akun sosial media. Kemudian atur pada bagian privasi. Biasanya terdapat fitur filter komentar. Kemudian input kata-kata apa saja yang ingin difilter dan tidak dapat muncul pada akun. Fitur ini bukan hanya berguna di kolom komentar, tetapi juga dapat diatur untuk filter pesan/ direct messages.
Dengan menggunakan fitur ini. Kalimat yang diterima akan lebih ramah etika sebab kalimat buruk secara otomatis tertolak.
Matikan fitur menerima telpon
Saya sendiri secara pribadi mematikan seluruh fitur telpon di sosial media. Jadi, sosial media saya tidak dapat menerima telpon dari siapapun. Jika butuh saya mendadak, orang dapat menelpon langsung ke nomor telepon saya.
Hal ini saya lakukan sebab di sosial media banyak orang tidak dikenal menelpon tanpa keperluan yang urgent. Bisa saja saya blokir orang-orang yang menelpon, tetapi jika jumlahnya puluhan hingga ratusan orang, mematikan fitur telepon adalah jalan ninja terbaik.
Bahkan fitur telepon WhatsApp sekalipun saya matikan. Khusus pada fitur sosial media perpesanan seperti WhatsApp, walau fitur telpon dimatikan, kita masih bisa menelpon orang lain. Hanya orang lainlah yang tidak bisa menelpon kita.
Lapor dan blokir pelaku
Jika memungkinkan, lapor dan blokir pelaku KBGO kepada pihak admin sosial media. Ini untuk memutus mata rantai pelaku kepada diri kita. Kalau masih mampu, satu per satu saya pun melakukan pemblokiran pada akun-akun yang mengganggu dan berperilaku tidak senonoh.
Jika pelaku cukup membuat kewalahan. Blokir satu tumbuh seribu, maka dua ide perlindungan di atas dapat diterapkan. Satu pesan paling penting adalah jangan sekali pun menanggapi orang-orang seperti itu karena misi mereka adalah mencari perhatian kita.
Hubungi bantuan
Jika perlindungan diri sudah tidak memungkinkan. Pelecehan dan intimidasi tetap diterima, maka Anda dapat melaporkan akun-akun/pelaku pada pihak yang berwajib. Jangan lupa untuk kumpulkan barang bukti kronologi dari awal pelecehan hingga akhir. Biasanya jejak-jejak digital dapat dijadikan barang bukti di depan pihak yang berwajib.
Demikian ulasan terkait Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) serta cara melindungi diri dari ancaman-ancaman online. Semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H