Mohon tunggu...
Halima Maysaroh
Halima Maysaroh Mohon Tunggu... Guru - PNS at SMP PGRI Mako

Halima Maysaroh, S. Pd., Gr. IG/Threads: @hamays_official. Pseudonym: Ha Mays. The writer of Ekamatra Sajak, Asmaraloka Biru, Sang Kala, Priangga, Prima, Suaka Margacinta, Bhinneka Asa, Suryakanta Pulau Buru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Emang Boleh Sedesa Itu?

20 September 2023   09:13 Diperbarui: 23 September 2023   02:45 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desa Waekerta, Kecamatan Waeapo, Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. (dokumentasi pribadi)

Bukan berarti di desa tidak ada warung makan, tetapi omsetnya tidak setinggi di kota. Untuk di desa dipinggiran kota, mungkin masih lumayan untuk membuka usaha warung makan, tetapi untuk desa yang pelosok dan kaya akan bahan makanan dari alam, usaha warung makan tidak direkomendasikan.  Mereka memilih masak sendiri dari bahan makanan yang mereka hasilkan daripada jajan di warung.

Di desa ruang gerak sempit

Keramahan masyarakat di desa tidak diragukan lagi. Mereka ramah dan peduli. Terbukti dengan saling sapa di setiap lorong, hampir seluruh penduduk sedesa saling mengenal. Kepedulian juga terbukti dengan segala pembangunan dilakukan gotong-royong dan saling membahu.

Namun, untuk Anda orang kota yang lebih menyukai privasi terjaga dan invidualis, sepertinya berdomisili di desa akan menjadi pertimbangan yang berat. Soalnya, berita di desa lebih cepat bergulir daripada berita di sosial media.

Jika di kota Anda menemukan hanya sosialita yang memiliki waktu luang untuk nongkrong dan arisan, rakyat jelatanya sibuk mencari makan. 

Tetapi di desa tak harus menjadi sosialita untuk kumpul-kumpul dan membicarakan gosip hangat. Sore hari di teras rumah, bawah pohon, pelataran rumah dapat dijadikan tempat nongrong asyik.

Saya pernah tinggal dikota, pulang kerja magrib, bangun rumah kecil, dan segala polah saya yang tidak pernah digubris oleh tetangga. Mereka tidak peduli dengan pekerjaan saya, rumah saya dan apapun tingkah saya. 

Sedangkan saat saya mutasi dan berdomisili di desa, saya pernah ditanyai mengapa pulang mengajar lebih dari jadwal pulang siswa, mengapa bangun rumah kecil, ditanya berapa gaji seorang guru, yang menurut saya itu rasa peduli berlebih sehingga menimbulkan rasa risih.

Sehingga saya merasa ruang gerak di desa sempit, pergerakkan diamati orang sekitar yang sangat peduli dan peka terhadap situasi. 

Sedangkan di kota, warganya banyak menganut paham idividualisme. Orang sekitar pulang jam berapa, berapa gajinya, beli baju di mana, itu semua tidak akan menjadi bahan perhatian.

Ketika di desa, pandai-pandailah berbaur, tetapi perlu bijak juga. Saling sapa dan gotong royong sangat terjaga. Jangan sampai terlalu tertutup hingga dikira anti sosial.

Biaya makan dan tempat tinggal lebih rendah sehingga dapat menabung lebih

Untuk pecinta sayuran, buah-buahan seperti saya, tinggal di desa adalah surga. Harga sayur dan buah di desa jauh lebih murah di desa. Sayur dan buahnya juga lebih segar, dan belum diawetkan. Jika beruntung, dapat membeli sayuran langsung di ladang/kebun dari petaninya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun