Mohon tunggu...
halomoan Hutajulu
halomoan Hutajulu Mohon Tunggu... -

BARISAN RAKYAT JELATA

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dimana Hukum, Dimana Keadilan

19 Juli 2014   09:54 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:54 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Beginilah orang kalau sudah gila kekuasaan, gila harta..namun tanpa ingin mengungkit masalah yang berulang-ulang dari tahun ke tahun tidak diselesaikan secara tuntas maka seperti tikus mati..entah dimana namun baunya selalu saja ada dan tercium. Sekalipun sudah puluhan tahun namun bau busuknya tetap saja tercium.

Melihat pertarungan pilpres kali ini, sedih juga hati ini..melihat betapa terkoyak-koyakan hukum, keadilan dan lebih parah lagi hilangnya hati nurani, semua demi uang dan kekuasaan semata. pada kesempatan ini izinkan saya mengajak semua orang untuk sedikit memeras pikiran kita dan jeli melihat situasi sekarang ini melalui fakta-fakta yang ada..dengan kepala dingin. Ada sesuatu yang mengganjal hati ini..semakin saya coba padamkan semakin bergejolak hati ini untuk menumpahkan dan memberitahu nilai-nilai yang selama ini saya junjung tinggi, saya seseorang yang berlatar belakang hukum, jadi nilai-nilai hukum sangatlah penting bagi saya dan bagi kita semua, begitu melihat adanya pelanggaran atas nilai-nilai ini saya tidak bisa tinggal diam, karena menurut saya sudah sungguh keterlaluan, oleh karenanya saya akan ungkapkan sesuatu yang mungkin bagi sebagian orang tidak tahu.

Fakta :

Pada saat proses pemilu sedang akan berlangsung, tiba-tiba kita semua dikagetkan dengan munculnya "Surat Rekomendasi DKP" Institusi TNI yang membuka tabir bahwa "TELAH TERJADI SUATU PERBUATAN CELA" yang dilakukan oleh salah satu capres sekarang Pak Prabowo Subianto.

Lalu banyak yang ikut berkomentar diantaranya : DANPUSPOM pada saat terjadinya "KASUS PELANGGARAN HAM" tahun 1998 yang lalu, dan Pejabat-pejabat lain yang turut langsung memeriksa dan menanda-tangani "Surat Rekomendasi DKP" tersebut, para Jenderal lain dan lalu kemudian semua ikut bicara..ada yang bilang bohong, ada yang bilang fitnah, ada yang bilang kenapa bisa sampai mencuat surat itu..semua ikut bicara..ada yang membenarkan dan ada yang membantah.

Saya tidak mau masuk kedalam masalah itu, siapa yang benar dan siapa yang salah, namun disini saya menyesali sikap KPU dan Pemerintah Dalam menyikapi dan menanggapi permasalahan atau polemik ini..sehingga SALAH MENGAMBIL KEPUTUSAN DAN MENYEBABKAN ADANYA MASALAH HUKUM BARU DAN MERUGIKAN NEGARA DAN BANGSA.

Baiklah saya jelaskan maksud saya lebih dalam lagi,

Fakta : didalam hukum ada yang dikenal dengan istilah NOVUM atau BUKTI BARU, Surat Rekomendasi DKP ini adalah Bukti Baru dalam kasus HAM tahun 1998 yang menyeret nama salah satu calon presiden kita sekarang, kita ketahui bahwa selama 16 tahun Pak Prabowo telah secara terus-menerus, berulang-ulang menyangkal dan menjelaskan tuduhan yang dikenakan kepadanya..rasanya TIDAK ADIL BAGI PAK PRABOWO karena selalu menjadi tudingan yang menurut beliau TIDAKLAH BENAR..didalam sistem hukum kita juga mengenal Azas Praduga Tak Bersalah, yaitu seseorang tidaklah boleh dinyatakan bersalah sampai terbukti bersalah dan diputuskan oleh pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Fakta : diketahui juga sampai dengan saat ini belum ada Badan Peradilan Ham disatu pihak dan TNI sendiri memiliki aturan dan Peradilan Militer dilain pihak, sehingga anggota TNI yang melakukan pelanggaran hukum diproses dan diadili didalam perangkat sistem Peradilan Militer.

Fakta : Bahwa kita telah memiliki undang-undang pemilihan presiden yang mengatur tata-cara dan persyaratan dalam pemilihan presiden yaitu UU No. 42 Tahun 2008 dimana didalamya diatur Persyaratan seseorang yang ingin mencalonkan diri sebagai presiden..pada BaB III pasal 5 tersebut dituliskan bahwa calon presiden "TIDAK PERNAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA"

Fakta : Kepolisian bukanlah institusi yang mengurusi masalah HAM, sehingga Kepolisian kurang tepat untuk dapat memberikan Referensi, karena acuan kepolisian adalah bahwa seseorang yang tidak pernah dihukum sesuai sitem hukum yang berlaku (putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap) dapatlah mengajukan permohonan Surat Keterangan dari kepolisian sebagai persyaratan calon presiden.

Fakta : Didalam kasus Pelanggaran Ham tahun 1998 diketahui bahwa Pak Prabowo Tidaklah pernah diadili di Peradilan Militer sebagaimana seharusnya dilakukan sesuai sistem hukum yang berlaku.

Fakta : Kekuatan dan Pengaruh Politik termasuk juga Status Pak Prabowo pada saat tahun 1998 yang salah satunya adalah Menantu dari Pak Soeharto Presiden kita pada saat itu, sehingga "BANYAK PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN POLITIK YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PIMPINAN TNI PADA SAAT ITU DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN DAN CARA MENGADILI PAK PRABOWO"

Fakta : PUSPOM ABRI pada saat itu "TELAH MELAKUKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN" terhadap Kasus Pelanggaran Ham pada saat itu..dan memutuskan bahwa"PAK PRABOWO TERBUKTI TELAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA"

Berdasarkan Fakta-Fakta diatas maka "KPU SEHARUSNYA BERDASARKAN "BUKTI BARU" TERSEBUT TIDAK BOLEH MELANJUTKAN PENYERTAAN PAK PRABOWO DALAM PILPRES SAMPAI ADANYA KEPUTUSAN HUKUM TETAP YANG MENYATAKAN PAK PRABOWO TIDAKLAH BERSALAH, APALAGI DITAMBAH DENGAN MELAKUKAN PELANGGARAN UNDANG-UNDANG PEMILU ITU SENDIRI"

Hal ini disebabkan adanya "Temuan Baru" yang berbeda..saya ulang kembali "Bahwa Berdasarkan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan oleh PUSPOM ABRI pada saat itu, Pak Prabowo TERBUKTI BERSALAH TELAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA" yang kemudian ditindak-lanjuti oleh "ADANYA PERSIDANGAN DKP" yang menghasilkan"SURAT REKOMENDASI DKP"kepada Pimpinan TNI saat itu untuk menindak-lanjuti nya.

Fakta : DENGAN TERBUKTINYA PAK PRABOWO MELAKUKAN PELANGGARAN HAM ATAU MELAKUKAN PERBUATAN CELA maka diputuskanlah bentuk Hukuman yang diberikan yaitu "DIBERHENTIKAN DARI DINAS KEMILITERAN" saya tidak mau berpolemik dengan istilah "Diberhentikan dengan Hormat" atau "Diberhentikan" saja.

masyarakat kemudian diajak untuk fokus pada polemik istilah "Diberhentikan Dengan Hormat"atau "TIDAK DENGAN HORMAT" namun melupakan inti dari permasalahan yaitu "TERBUKTI" atau "TIDAK TERBUKTI", sementara didalam hukum bentuk hukuman yang dikenakan terhadap seseorang dapatlah berbeda, contoh yang masih segar dalam ingatan adalah putusan perkara Anak seorang Musisi..AHMAD DHANI, yang dibebaskan dari hukuman dengan alasan kurangnya perhatian orang tua, padahal secara hukum "TERBUKTI BERSALAH AKIBAT KELALAIANNYA MENGEMUDI MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN"

Kalau dilihat 2 kasus tersebut sama, pak prabowo "TERBUKTI BERSALAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA" anaknya Ahmad Dhani "TERBUKTI BERSALAH LALAI YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN" sama-sama TERBUTI BERSALAH, sama-sama diputus TIDAK DIPENJARA. Yang membedakan hanya 1 yaitu anaknya ahmad dhani diputuskan berdasarkan  proses melalui badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat dikatakan "HARUS DIPENJARA" karena telah diputuskan oleh badan peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.. sementara pak prabowo tidak melalui proses badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap, hal ini akan menimbulkan adanya masalah hukum baru.

Lalu dimana letaknya Ketidak-adilan?Letaknya Ketidak-adilan adalah KPU setelah mengetahui fakta-fakta tersebut diatas masih tetap menyatakan bahwa pak prabowo tetap diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden, sementara KPU tahu bahwa pembuktian maupun "PROSES PERADILAN TIDAK PERNAH DIJALANKAN" Dengan Alasan Karena Belum adanya PENGADILAN HAM sampai dengan saat ini. Oleh karena situasinya seperti itu maka DEMI HUKUM DAN DEMI KEADILAN SEHARUSNYA KPU MENYATAKAN TIDAK MENERIMA PENCALONAN PAK PRABOWO SEBAGAI CAPRES. KPU TIDAK BISA MENUTUP MATA DAN NURANI DAN MELANGGAR UNDANG-UNDANG PEMILU ITU SENDIRI DIMANA SEBETULNYA KPU MENGETAHUI FAKTA:

(1) CALON PRESIDEN BERLATAR-BELAKANG MILITER SEHINGGA SEHARUSNYA INSTITUSI YANG DIJADIKAN SALAH SATU REFERENSI ADALAH TNI DAN ORANG-ORANG YANG MENANDATANGANI SURAT DKP TERSEBUT (2) KEPOLISIAN TIDAK MENANGANI MASALAH HAM SECARA KHUSUS (3) BADAN PENGADILAN HAM BELUM TERBENTUK (4) MILITER MEMILIKI SISTEM PERADILAN TERSENDIRI YAITU PENGADILAN MILITER (5) UNDANG-UNDANG PEMILU TIDAK MERINCI JELAS APA YANG DIMAKSUDKAN DENGAN DEFINISI PERBUATAN CELA PADA PASAL 5 BAB III UU No. 42 TAHUN 2008 SEHINGGA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA YANG DIMAKSUD ADALAH SEMUA TINDAKAN YANG TERGOLONG PERBUATAN CELA MENURUT NILAI-NILAI YANG BERLAKU..BAIK YANG BERLAKU DI MASYARAKAT DAN ATAUPUN ATURAN YANG BERLAKU DI INSTITUSI TEMPAT SESEORANG MENGABDI (6) TIDAK ADA KLARIFIKASI RESMI DARI SELURUH PEJABAT YANG MENANDA_TANGANI SURAT DKP (7) VERIFIKASI TIDAK BISA DILAKUKAN HANYA DENGAN DARI SATU SISI ATAU SATU INSTITUSI SAJA MENGINGAT MASALAHNYA TIDAK SEMUDAH YANG  DIKIRA (8) TIDAK ADA SATUPUN LEMBAGA PEMERINTAH YANG BERWENANG YANG MENYATAKAN BAHWA ISI SURAT DKP TERSEBUT SALAH, PALSU DAN MENGANDUNG FITNAH SEHINGGA DAPAT DIJADIKAN DASAR PEMBUKTIAN BAHWA KLAIM TUDUHAN SESUAI ISI SURAT DKP ITU ADALAH TIDAK BENAR. ATAUPUN MENGUSULKAN AGAR MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA TERSEBUT NAMUN MELAINKAN MENYERAHKAN KEPUTUSAN ITU ADA DITANGAN KPU

Atas hal-hal itu apapun hasil Pilpres tersebut berpotensi menimbulkan konflik, karena siapapun yang menang rakyat dapat mengatakan bahwa Pilpres tersebut "TIDAKLAH SAH..KARENA CACAT HUKUM. contoh Prabowo menang tentu saja rakyat pendukung jokowi dapat menyatakan "TIDAK SAH, DAN HARUS BATAL DEMI HUKUM" dan begitu juga apabila Jokowi menang, pendukung prabowo karena kekecewaan yang mendalam dapat berpendapat "Yang Penting asal Bukan Jokowi yang Jadi Presiden" lalu dapat melakukan hal yang sama..menggugat untuk Pemilu Ulang dengan mengatakan pemilu "TIDAK SAH DAN HARUS BATAL DEMI HUKUM", belum lagi masalah hukum baru yang akan timbul..yaitu KPU dapat dianggap sebagai Pihak Yang menyebabkan adanya kerugian keuangan negara akibat dari diadakannya "PEMILU YANG MELANGGAR HUKUM" dan kemungkinan dapat juga digolongkan sebagai pihak yang sengaja MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang menyebabkan timbulnya kerugian negara), tentunya hal ini tidak dinginkan oleh siapapun..namun hukum adalah hukum.

Potensi konflik sangatlah mungkin terjadi akibat ulah KPU dan BAWASLU YANG TIDAKLAH TEGAS DAN SALAH MENGAMBIL KEPUTUSAN BAIK SENGAJA MAUPUN TIDAK..yang terkesan membiarkan terjadinya potensi kerugian negara, oleh karena itu bijaklah dalam mengambil keputusan..KPU sadar atau tidak sadar telah menjadi atau mungkin dijadikan korban, karena siapapun yang menang rakyat dapat mengatakan KPU telah melakukan tindak kecerobohan dan pembiaran yang mengakibatkan potensi kerugian bagi negara.

Saya hanya bisa berdoa Agar Suara Rakyatlah yang Menang, dan yang Kalah dapat Menerima, dan untuk selanjutnya Hal ini Tidaklah Terjadi lagi

Salam Indonesiaku

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun