Fakta : Didalam kasus Pelanggaran Ham tahun 1998 diketahui bahwa Pak Prabowo Tidaklah pernah diadili di Peradilan Militer sebagaimana seharusnya dilakukan sesuai sistem hukum yang berlaku.
Fakta : Kekuatan dan Pengaruh Politik termasuk juga Status Pak Prabowo pada saat tahun 1998 yang salah satunya adalah Menantu dari Pak Soeharto Presiden kita pada saat itu, sehingga "BANYAK PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN POLITIK YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN PIMPINAN TNI PADA SAAT ITU DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN DAN CARA MENGADILI PAK PRABOWO"
Fakta : PUSPOM ABRI pada saat itu "TELAH MELAKUKAN PENYELIDIKAN DAN PENYIDIKAN" terhadap Kasus Pelanggaran Ham pada saat itu..dan memutuskan bahwa"PAK PRABOWO TERBUKTI TELAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA"
Berdasarkan Fakta-Fakta diatas maka "KPU SEHARUSNYA BERDASARKAN "BUKTI BARU" TERSEBUT TIDAK BOLEH MELANJUTKAN PENYERTAAN PAK PRABOWO DALAM PILPRES SAMPAI ADANYA KEPUTUSAN HUKUM TETAP YANG MENYATAKAN PAK PRABOWO TIDAKLAH BERSALAH, APALAGI DITAMBAH DENGAN MELAKUKAN PELANGGARAN UNDANG-UNDANG PEMILU ITU SENDIRI"
Hal ini disebabkan adanya "Temuan Baru" yang berbeda..saya ulang kembali "Bahwa Berdasarkan Hasil Penyelidikan dan Penyidikan oleh PUSPOM ABRI pada saat itu, Pak Prabowo TERBUKTI BERSALAH TELAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA" yang kemudian ditindak-lanjuti oleh "ADANYA PERSIDANGAN DKP" yang menghasilkan"SURAT REKOMENDASI DKP"kepada Pimpinan TNI saat itu untuk menindak-lanjuti nya.
Fakta : DENGAN TERBUKTINYA PAK PRABOWO MELAKUKAN PELANGGARAN HAM ATAU MELAKUKAN PERBUATAN CELA maka diputuskanlah bentuk Hukuman yang diberikan yaitu "DIBERHENTIKAN DARI DINAS KEMILITERAN" saya tidak mau berpolemik dengan istilah "Diberhentikan dengan Hormat" atau "Diberhentikan" saja.
masyarakat kemudian diajak untuk fokus pada polemik istilah "Diberhentikan Dengan Hormat"atau "TIDAK DENGAN HORMAT" namun melupakan inti dari permasalahan yaitu "TERBUKTI" atau "TIDAK TERBUKTI", sementara didalam hukum bentuk hukuman yang dikenakan terhadap seseorang dapatlah berbeda, contoh yang masih segar dalam ingatan adalah putusan perkara Anak seorang Musisi..AHMAD DHANI, yang dibebaskan dari hukuman dengan alasan kurangnya perhatian orang tua, padahal secara hukum "TERBUKTI BERSALAH AKIBAT KELALAIANNYA MENGEMUDI MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN"
Kalau dilihat 2 kasus tersebut sama, pak prabowo "TERBUKTI BERSALAH MELAKUKAN PERBUATAN CELA" anaknya Ahmad Dhani "TERBUKTI BERSALAH LALAI YANG MENGAKIBATKAN HILANGNYA NYAWA ORANG LAIN" sama-sama TERBUTI BERSALAH, sama-sama diputus TIDAK DIPENJARA. Yang membedakan hanya 1 yaitu anaknya ahmad dhani diputuskan berdasarkan  proses melalui badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap sehingga tidak dapat dikatakan "HARUS DIPENJARA" karena telah diputuskan oleh badan peradilan yang memiliki kekuatan hukum tetap.. sementara pak prabowo tidak melalui proses badan peradilan yang berkekuatan hukum tetap, hal ini akan menimbulkan adanya masalah hukum baru.
Lalu dimana letaknya Ketidak-adilan?Letaknya Ketidak-adilan adalah KPU setelah mengetahui fakta-fakta tersebut diatas masih tetap menyatakan bahwa pak prabowo tetap diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden, sementara KPU tahu bahwa pembuktian maupun "PROSES PERADILAN TIDAK PERNAH DIJALANKAN" Dengan Alasan Karena Belum adanya PENGADILAN HAM sampai dengan saat ini. Oleh karena situasinya seperti itu maka DEMI HUKUM DAN DEMI KEADILAN SEHARUSNYA KPU MENYATAKAN TIDAK MENERIMA PENCALONAN PAK PRABOWO SEBAGAI CAPRES. KPU TIDAK BISA MENUTUP MATA DAN NURANI DAN MELANGGAR UNDANG-UNDANG PEMILU ITU SENDIRI DIMANA SEBETULNYA KPU MENGETAHUI FAKTA:
(1) CALON PRESIDEN BERLATAR-BELAKANG MILITER SEHINGGA SEHARUSNYA INSTITUSI YANG DIJADIKAN SALAH SATU REFERENSI ADALAH TNI DAN ORANG-ORANG YANG MENANDATANGANI SURAT DKP TERSEBUT (2) KEPOLISIAN TIDAK MENANGANI MASALAH HAM SECARA KHUSUS (3) BADAN PENGADILAN HAM BELUM TERBENTUK (4) MILITER MEMILIKI SISTEM PERADILAN TERSENDIRI YAITU PENGADILAN MILITER (5) UNDANG-UNDANG PEMILU TIDAK MERINCI JELAS APA YANG DIMAKSUDKAN DENGAN DEFINISI PERBUATAN CELA PADA PASAL 5 BAB III UU No. 42 TAHUN 2008 SEHINGGA DAPAT DISIMPULKAN BAHWA YANG DIMAKSUD ADALAH SEMUA TINDAKAN YANG TERGOLONG PERBUATAN CELA MENURUT NILAI-NILAI YANG BERLAKU..BAIK YANG BERLAKU DI MASYARAKAT DAN ATAUPUN ATURAN YANG BERLAKU DI INSTITUSI TEMPAT SESEORANG MENGABDI (6) TIDAK ADA KLARIFIKASI RESMI DARI SELURUH PEJABAT YANG MENANDA_TANGANI SURAT DKP (7) VERIFIKASI TIDAK BISA DILAKUKAN HANYA DENGAN DARI SATU SISI ATAU SATU INSTITUSI SAJA MENGINGAT MASALAHNYA TIDAK SEMUDAH YANG Â DIKIRA (8) TIDAK ADA SATUPUN LEMBAGA PEMERINTAH YANG BERWENANG YANG MENYATAKAN BAHWA ISI SURAT DKP TERSEBUT SALAH, PALSU DAN MENGANDUNG FITNAH SEHINGGA DAPAT DIJADIKAN DASAR PEMBUKTIAN BAHWA KLAIM TUDUHAN SESUAI ISI SURAT DKP ITU ADALAH TIDAK BENAR. ATAUPUN MENGUSULKAN AGAR MEMERIKSA DAN MENGADILI PERKARA TERSEBUT NAMUN MELAINKAN MENYERAHKAN KEPUTUSAN ITU ADA DITANGAN KPU
Atas hal-hal itu apapun hasil Pilpres tersebut berpotensi menimbulkan konflik, karena siapapun yang menang rakyat dapat mengatakan bahwa Pilpres tersebut "TIDAKLAH SAH..KARENA CACAT HUKUM. contoh Prabowo menang tentu saja rakyat pendukung jokowi dapat menyatakan "TIDAK SAH, DAN HARUS BATAL DEMI HUKUM" dan begitu juga apabila Jokowi menang, pendukung prabowo karena kekecewaan yang mendalam dapat berpendapat "Yang Penting asal Bukan Jokowi yang Jadi Presiden" lalu dapat melakukan hal yang sama..menggugat untuk Pemilu Ulang dengan mengatakan pemilu "TIDAK SAH DAN HARUS BATAL DEMI HUKUM", belum lagi masalah hukum baru yang akan timbul..yaitu KPU dapat dianggap sebagai Pihak Yang menyebabkan adanya kerugian keuangan negara akibat dari diadakannya "PEMILU YANG MELANGGAR HUKUM" dan kemungkinan dapat juga digolongkan sebagai pihak yang sengaja MELAKUKAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Melakukan Perbuatan Melawan Hukum yang menyebabkan timbulnya kerugian negara), tentunya hal ini tidak dinginkan oleh siapapun..namun hukum adalah hukum.