Percayalah kalau saat itu aku sungguh kesenangan, tersenyum terus selama di perjalanan, dan sampai di Gramedia aku kegirangan, tapi tertahan. Ingin lompat-lompat sambil guling-guling bahkan salto, tapi masih ingat punya malu.Â
Setelah berbulan-bulan mengidamkan ke Gramedia, akhirnya keinginanku tercapai juga. Terakhir kali aku ke Gramedia waktu semester satu, sedangkan sekarang aku semester tiga. Itu pun dulu aku hanya melihat-lihat, tidak tahu mau membeli apa, selain itu harganya lumayan mahal. Tapi, sekarang meski harganya mahal, karena aku sudah ada keinginan untuk membeli buku, alhasil aku membawa tiga buah buku baru pulang.
"Katanya cuma beli satu buku. Katanya minimal beli budgetnya 100 ribu. Tapi, ini? Tiga ratus ribu!"
Aku dan temanku sempat galau dan terdiam lantaran duit habis dalam sekejap, tapi melihat paper bag yang penuh karena buku-buku impianku, aku tidak jadi galau meski dompetku meraung-raung. Untuk mengembalikan tenaga, kami memilih makan ke KFC di Ramayana.Â
Waktu itu tidak terlalu ramai, jadi tidak perlu ngantri panjang-panjang dan langsung dapat tempat duduk. Kami makan dengan khidmat, sesekali menatap sekitar dan tersenyum seperti orang gila kala melihat cowok-cowok ganteng, dan tersenyum pedih tatkala melihat keluarga kecil tengah merayakan ulang tahun, tidak tahu siapa.
"Aku ikut bahagia melihat mereka bahagia," kataku kala itu.
Setelah makan, rasanya energi kami belum sepenuhnya kembali. Masih sedikit lesu, loyo, dan teringat duit 300 ribu tadi. Maka dari itu, temanku mengajak untuk makan es krim. Es krim kesukaan kami, Goks! Hari itu cuacanya begitu panas, terlebih kami berada di seberang Taplau. Jadilah kami menikmati es krim sambil duduk di depan ruko, entah punya siapa, yang tutup. Plus pakai helm seperti gembel.
"Tidak apa-apa, selagi aku ga sendiri yang dikira gila. Gas aja," celetuk temanku.
Kami menghabiskan waktu sekitar setengah jam untuk makan es krim. Sebelumnya kami menyempatkan untuk deep talk sejenak, dari sanalah aku bisa memetik hikmah bahwa kita semua memiliki porsi masalah yang berbeda-beda, alasan yang berbeda-beda, sebab yang berbeda-beda, tema yang berbeda-beda, alur yang berbeda-beda. Tapi, aku bangga padanya karena telah melewati semua hal berat itu.
Sekitar pukul empat sore, temanku mengajakku ke pantai. Bukan Pantai Air Manis, melainkan Pantai Pasir Putih. Jalan menuju pantainya begitu terjal. Setelah memarkir motor, kami harus turun menggunakan tangga yang dibuat dengan bahan seadanya seperti ban karet dan batu. Tapi, setelah sampai di pantainya, rasanya semua rasa yang menyesakkan dada sirna begitu saja. Bisa dibilang tidak terlalu banyak orang, tapi kami tidak mendapat tempat duduk yang nyaman. Alhasil kami duduk di batu besar dekat dengan bibir pantai.
"Waktu kecil aku sering main ke sini. Dulu itu namanya Pulau Buaya dan itu Pulau Kura-kura. Kisahnya buaya memakan kepala kura-kura dan kura-kura memakan ekor buaya. Makanya ekor buayanya ga ada dan kepala kura-kuranya ga ada."