Mohon tunggu...
Aulia Aziz Salsabilla
Aulia Aziz Salsabilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Bahasa dan Sastra Indonesia di UPI Bandung

Senang dengan menulis, membaca, marketing, dan kamu. Salam kenal!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna dan Tanda di Balik Awalan "P" dalam Berkomunikasi

1 Juni 2023   21:03 Diperbarui: 1 Juni 2023   21:07 689
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknologi digital terbukti nyata memengaruhi perilaku dan pola pikir manusia. Kemudahan akses dan pemerolehan informasi mampu membuat manusia berpikir adaptif dan tanggap terhadap perubahan. Kondisi ini tidak terlepas pada aspek kebahasaan. Eksistensi teknologi itu rasanya berpengaruh besar pada sisi kebahasaan, baik itu dalam ragam tulis maupun lisan.

Komunikasi pengguna teknologi digital (baca: warganet) kini telah banyak dihabiskan melalui media sosial, entah itu Whatsapp, Telegram, Line, atau media lainnya. Akibat kemudahan fasilitas itu, kemunculan tatanan bahasa baru yang muncul di kalangan masyarakat pun tidak bisa kita pungkiri. Penggunaan bahasa baru atau bahasa gaul tersebut pada akhirnya memengaruhi pola dan maksud konteks dalam suatu ujaran tertentu. Fungsi dan situasi tutur kemunculan bahasa tersebut patut dipertanyakan: apa hakikat dan eksistensinya?

Salah satu dari sekian kemunculan istilah baru dalam berbahasa adalah fenomena awalan "P" dalam memulai percakapan.

P, P, P, baca chat gue dong!

Mengapa musti P? Bagaimana dengan W, Q, J, atau alfabet lainnya? 

Alasan dasar pemilihan penggunaan P sebagai awal percakapan itu dapat kita ulik melalui ilmu semiotika. Berbicara semiotika berarti berbicara tentang dunia tanda. Tanda berhubungan erat dengan penanda (signifier) dan petanda (signified). Segala sesuatu yang dapat kita amati tidak terlepas dengan tanda, entah itu benda, pesan, ataupun peristiwa. 

Dalam semiotika, ide dasarnya adalah sebuah pesan dan kode. Fenomena awalan "P" tergolong ke dalam ranah semiotika komunikasi yang dasar utamanya adalah menekankan apa alasan dan tanda di balik "P" yang kini banyak digunakan warganet. Kemunculan penggunaan awalan "P" itu pasti diawali dengan abduksi kode dari objek/nilai tertentu, kemudian kode tersebut ditafsirkan secara konsisten, lalu menghasilkan konvensi pada masyarakat, hingga akhirnya terjadilah sebuah kode baru. 

Jika kita menengok sebentar mengenai histori perkembangan teknologi, ada satu merek telepon seluler bernama Blackberry yang sempat booming di tahun 2010-an. Kala itu, salah satu fitur Blackberry hadir dalam bentuk pesan obrolan bernama Blackberry Messenger (BBM). Penggunaan Blackberry hadir beriringan dengan fitur BBM sebagai media pengiriman pesan yang cukup populer. Dalam penggunaan BBM, ada satu fitur yang cukup menarik perhatian dan sering digunakan pada masanya, yakni PING!!!

 

PING!!! digunakan untuk pengiriman pesan yang bersifat penting, darurat, atau sekadar membuat orang cepat/segera dalam membalas pesan. PING!!! dapat kita anggap sebagai abduksi kode yang muncul di masyarakat. Seiring perkembangan zaman, penggunaan Blackberry dan BBM justru mengalami kemunduran. Blackberry kini tidak begitu digemari karena produksi dan inovasinya yang tidak lagi adaptif. Jika hingga detik ini masih ada orang yang setia menggunakan Blackberry, orang tersebut berarti memang maniak dan patut diacungi jempol.

Berdasarkan kemunculan fenomena PING!!! di atas, konteks penggunaannya ditafsirkan secara konsisten oleh sebagian individu walau sifatnya memiliki ambiguitas. Dalam prinsip semiotika, pemaknaan tanda sifatnya tidak terbatas secara individual. Dari sebuah kode PING!!! tadi, hanya huruf P yang diambil sebagai bentuk pemendekan atau kepraktisan. Konteks pengambilan kode P tersebut selanjutnya menghasilkan konvensi (kepercayaan) yang muncul di benak masyarakat, hingga lahirlah kode baru "P" sebagai simbol dalam aturan berkomunikasi di ruang virtual.

Pada praktiknya, penggunaan kode tersebut justru menimbulkan pandangan dan interpretan positif/negatif. Alih-alih mengirimkan pesan yang terus terang dan mudah dipahami, sebagian warganet justru kesal jika dikirimi pesan "P", terlebih jika sifanya spamming. Tanda "P" bisa disebut sebagai (signifier) yang berarti kode untuk mengirimkan pesan secara darurat, tetapi kode tersebut memiliki petanda (signified) yang dapat menimbulkan interpretasi 'kepraktisan' atau 'ketidaksopanan' dalam berkomunikasi.

Semiotika berangkat dari tiga elemen utama, yaitu tanda, acuan tanda, dan interpretan. Ketiga elemen tersebut saling memenuhi sebagai satu kesatuan dalam segitiga makna (triangle meaning). Karena itu, partisipan antara pemberi dan penerima komunikasi haruslah dalam bentuk relasi yang setara dengan menggunakan tanda atau simbol yang memang telah disepakati bersama. Tidak mungkin dan tidak relevan jika kita memakai kode tertentu apabila tidak dalam relasi yang sama. 

Sebagai contoh, seorang murid dan guru mempunyai tingkat relasi yang berbeda. Dalam berkomunikasi, sang guru ataupun murid tidak bisa memakai kode "P" sebagai pembuka percakapan karena acuan dan interpretannya sudah jelas berbeda. Pemakaian kode tersebut akan menghasilkan ketidaksejajaran dalam proses pemaknaannya. Jika dikaitkan dengan asusila dan nilai sosial, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai perilaku berbahasa yang tidak sopan.

Akan tetapi, kode awalan "P" sah-sah saja jika kita ingin gunakan dengan mempertimbangkan relasi tanda, acuan tanda, dan interpretan yang sama.  Karena itu, kita perlu perhatikan bagaimana medium dan partisipan ketika kita hendak memulai obrolan.

Mari kita biasakan untuk bijak berbahasa di ruang virtual ataupun konvensional. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun