Sesudah makan, Nina memeriksa agendanya. Melihat apa saja pekerjaan rumah yang harus dibuatnya.
“Banyak PR-mu hari ini, Nina?” tanya Papa.
“Lumayanlah. Kok, tumben Papa tanya-tanya PR?” tanya Nina dengan kening berkerut, merasa heran.
Selama ini Papa percaya padanya, dan tak pernah bertanya apakah PR-nya banyak atau sedikit.
“Papa ingin bicara sama kamu!” jawab Papa serius. Jantung Nina berdebar. Ada apa, sih? Erni jadi penasaran.
Papa mengajak Nina duduk di ruang tamu. Di atas meja ada sebuah benda sepanjang kira-kira 30 cm. Berwarna warni dan dibalut plastik.
“Eehh, ada payung? Lihat, ya!” kata Nina. Ia membuka sarung plastiknya dan mengembangkannya. Sebuah payung berbunga-bunga, masih baru.
“Mana payungmu yang rusak?” tanya Papa.
“Rusaaak? Payung Nina tidak rusak, kok, Ma!” jawab Nina polos.
“Tapi, kalau Papa mau kasih hadiah payung ini buat Nina, oke-oke saja. Payung ini lebih cantik, kok!”
Papa menghela napas dan menatap Nina, “Oma Ida membelikan payung ini untukmu. Katanya payungmu rusak. Kebetulan ia baru mendapat uang sesudah empat malam berjaga di rumah sakit!” Papa menjelaskan.