Mohon tunggu...
halimah sadiyah
halimah sadiyah Mohon Tunggu... Jurnalis -

Journalist, dream catcher.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Assalamualaikum, Paris!

6 Januari 2016   20:44 Diperbarui: 7 Januari 2016   12:48 852
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dia mengaku kini menghindari membawa tas ransel. Sebab, tas ransel kerap dicurigai berisi bom. Jika bepergian, kawan saya yang berjilbab itu juga tak lupa untuk membawa KTP Perancis-nya. Sebuah tanda pengenal yang jarang Rosita bawa sebelum teror Paris terjadi. Sebab, kini pemeriksaan ada di mana-mana. Masjid menjadi salah satu tempat yang mendapat pengamanan ekstra.

Namun, menurut Rosita, sebelum teror Paris terjadi, tepatnya setelah peristiwa penembakan Charlie Hebdo, masjid sebenarnya sudah mendapat pengamanan esktra. Masjid milik KBRI tak diizinkan dimasuki orang asing. Patrick, suami Rosita, yang terbiasa shalat jumat di Masjid KBRI, dilarang beribadah di sana oleh pemerintah setempat demi alasan keamanan.

Di Paris, saya juga menemukan tempat sampah di ruang-ruang publik semuanya dari kantong plastik transparan. Rupanya, kantong transparan digunakan sebagai tempat sampah agar petugas mudah memantau kalau-kalau ada bom yang disembunyikan di sana.

Sambil terus bercerita, Rosita dan suaminya mengajak saya mengunjungi Masjid Raya Paris yang berada di Rue Debenton. Satu-satunya masjid di Paris yang bangunannya berupa 'masjid,'  memiliki kubah dan menara.

Turun dari mobil, saya dan Rosita bergegas menyeberang jalan untuk menuju Masjid. Sementara Patrick, suami Rosita, menunggu di mobil. 

Dari kejauhan, kami melihat sekitar lima orang petugas keamanan berjalan mendekat. Saya sudah ketakutan melihat petugas bersenjata lengkap menghampiri kami, khawatir dilarang mendekati area masjid. Sebab, saat itu memang sudah malam dan bukan waktu shalat.

Namun, Rosita akhirnya memberanikan diri berbicara pada para tentara itu. Saya, yang tak mengerti bahasa Perancis, hanya menunggu sambil harap-harap cemas. Syukurlah, mereka rupanya tak ada maksud untuk melarang kami yang hanya ingin berfoto di depan masjid terkenal di seantero Paris itu.

Dari Masjid Raya Paris, perjalanan kami lanjutkan dengan menelusuri tempat-tempat cantik lainnya, Gereja Katedral Norte Dam, Sungai Seine dan Mont Marte. Tak lupa, kami juga mengunjungi ikon wisata negeri tersebut, Menara Eiffel.

Seperti halnya turis, saya pun mengabadikan momen dengan latar belakang menara bercahaya yang tinggi menjulang tersebut. Usai puas mengambil gambar, saat sedang berjalan balik menuju mobil, kami dihampiri seorang pria berkulit hitam penjual gantungan kunci miniatur Eiffel. Karena tak berminat membeli, saya pun menggelengkan kepala sambil tersenyum.

Namun, tak seperti pedagang asongan lain di kawasan Eiffel yang biasanya tak menyerah menawarkan dagangannya, pria itu justru menanyakan identitas kegamaan saya. Setelah mendapat jawaban, pria yang saya duga berasal dari negara-negara Muslim di Afrika tersebut langsung mengucap salam doanya untuk saya.

"Assalamualaikum," katanya sambil beranjak pergi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun