Suara Pelacur Berhijab dari Rumah Bordil
Tuhan,
Aku sadar aku berlumur dosa.
Dan aku yakin, Engkau yang tak pernah tidur
mengetahui siapa diri ini
Tapi, Salahkah aku Tuhan, jika aku ber-hijab?
Adakah Engkau katakan dalam ayat-ayat
Rasulku, Muhammad bahwa hijab di larang untuk
Kami yang dalam kesesatan? Kenistaan? Dalam lumpur dosa?
Tak ada ku baca
Hingga aku pun bersembunyi di balik hijab ini
Rasa maluku padaMu, tak dapat ku kata
Seluas apa dan sebesar apa.
Rasanya aku ingin berlari dan berlari
Ke hadapanMu, bersujud dihadapanmu.
Dan berkata, aku ingin suci di balik hijab
Namun,
Aku tak dapat menyentuh air wudhu.
Aku merasa tak layak bersuci
Dalam remang kehidupan malam
Untuk uang. Ya, uang!
Perutku  lapar tanpa uang
Tubuhku  telanjang tanpa uang
Dan aku tak mau tidur diantara gelandangan
Dari satu tempat ke tempat lain
dan selalu di kejar kantib.
Tuhan,
Sesungguhnya ku tak perlu mengadu,
karena Engkau Maha tahu.
Tapi mereka selalu menghujatku
Tanpa rasa dan hati
padahal, siapa sih yang mau jadi pelacur?
Aku yang terlunta di kota dalam kesendirian.
Perutku lapar, tak ada yang perduli.
Aku butuh tempat berteduh, tak ada yang perduli.
Ku perlu sandang , tak ada yang perduli.
Kecuali rumah bordil!
Tuhan,
Malu tak ada lagi dalam diriku.
Tak ada peluang, tak ada ruang untukku dalam status sosial.
Dan, hijab ini adalah tempat persembunyianku, bukan menutup auratku.
Hijab ini hanya penutup topengku...
Kini,
Aku tak perduli pada mereka yang menganggapku sampah.
Aku tak perduli pada mereka yang mencibirku
Aku tak perduli pada mereka yang bersumpah serapah
Aku tak perduli jika dagingku terpanggang di atas baraMu.
Aku hanya perduli hari ini aku dapat makan dan bersandang.
Mei 2014
(Dari serpihan buku Tatanan Sosial Perempuan Puncak)
Halimah munawir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H