Mohon tunggu...
ABD.HALIM
ABD.HALIM Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Mengenal Penghimpunan dan Pembiayan Menggunakan Akad Mudharabah

21 Maret 2017   17:12 Diperbarui: 22 Maret 2017   01:00 1429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

dalam kehidupan kita utamanya dalam menjalankan bisnis ataupun suatu usaha kita selalu di hadapkan dengan resiko resiko seperti resiko kehilangan ataupun kekurangan dana untuk menjalankan usaha yang kita miliki, oleh karena dibutuhkan suatu lembaga yang dapat memenuhi kebutuhan beserta resiko yang kita hadapi. Dalam hal ini perbankan menjalani solusi, sebagaimana pengertian Bank adalah lembaga yang menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Sebagaiman yang tertuang dalam UU RI no 10 tahun 1998 yang   berbunyi “ Bank adalah badan usaha yang menghimpundana dari masyarakat dalam bentuk simpanan danmenyalurkan kepada masyrakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk – bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”, di indonesia bank ada 2 bagian yaitu bank umum konvensional dan bank umum syariah, bank konvensional adalah bank yang beroperasi berdasarkan prinsip konvensional sedang kan bank syariah adalah bank yanng dalam menjalankan kegiatannya menggunakan prinsip syariah hal ini dilandaskan pada UU RI No 10 tahun 1998 yang berbunyi “Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalulintaspembayaran”.

            Dalam melaksanakan kegiatannya bank syariah dengan bank konvensional sama yaitu untuk penghimpunan dana menggunakan giro,tabungan dan deposito Cuma yang membedakan adalah adanya akad yang sesuai dengan prinsip syariah, dan dalam penyaluran dana tidak dikenalnya istilah bungan tapi adanya imbal bagi hasil. Prinsip syariah yang dimaksutnya dalam perbankan adalah prinsip syariah yang di keluarkan atau di fatwakan oleh MUI (majlis ulama indonesia). Prinsip syariah dalam kegiatan bank syariah ada beberapa seperti murabahah, rahn dan musyarakah dll. Namun dalam tulisan ini, hanya akan membahas mengenai akad mudharabah karna keterbatasan waktu dan juga pengetahuan pengenulis oleh karena itu untuk tulisan ini di fokuskan pada satu sub pembahasan supaya lebih mudah memahami kegiatan beserta prinsip yang ada dalam perbankan syariah.

            Mudharbah secara bahasa berarti memukul atau berjalan, namun secara istilah mudharabah adalah akad kerja sama antara dua pihak dimana pihak pertama menjadi shohibul mal (pemilik harta) sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola, Sedangkan keuntungan di bagi sesuai kesepakatan yang ada dalam kontrak. Sedangkan apa bila mengalami kerugian maka ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal selama kerugian tersebut bukan di sebabkan oleh kelalain mudharib. Mudharabah dalam dunia perbankan di terapkan untuk produk penghimpunan dana yang berupa giro, tabungan dan deposito.  Hal ini sesuai dengan fatwa DSN MUI NO : 01/DSN-MUI/IV/2000, NO : 02/DSN-MUI/IV/2000 dan NO : 03/DSN-MUI/IV/2000. namun bukan hanya itu bank syariah juga bisa turut serta dalam pasar modal syariah dengan mengunakan Obligasi Syariah Mudharabah sesuai fatwa NO : 33/DSN-MUI/IV/2000 dan juga dalam pasar uang antar bank dengan sertifikat IMA (sertivikat Investasi Mudharabah Antar Bank). Secara lebih jelas fatwa mengenai prinsip mudharabah di jelaskan oleh fatwa NO : 07/DSN-MUI/IV/2000  yang berisi sebagai berikut :

Ketentuan Pembiayaan Mudharabah:

1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif.

2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha.

3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha).

4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan.

5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang.

6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian.

7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad.

8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN.

9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib.

10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.

Untuk produk pembiyaan nama dan standar pemberian modal sesuai dengan sop perusahaan masing2 namun secara prinsip pemberian pembiyaan mudharabah sebagaimana fatwa dsn mui yang disebutkan diatas.

             Sekilan ulasan mengenai pembiyaan mudharabah dan kami selaku penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna oleh karena kritik dan saran dari pembaca selalu kami harapkan.trimakasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun