Mohon tunggu...
Edi 11
Edi 11 Mohon Tunggu... Wiraswasta - Tidak ada

Kota seribu sungai adalah julukan buat kota kelahiranku.

Selanjutnya

Tutup

Financial

Perekonomian Indonesia Hampir Bangkrut, Solusinya Cetak Uang atau Pinjam Uang

22 Mei 2020   20:49 Diperbarui: 22 Mei 2020   20:55 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Saya adalah salah satu orang yang senang membaca tulisan Dahlan Iskan di media blognya, mulai dari manufacturing hope sampai yang sekarang ini disway. Banyak ilmu dan pelajaran yang saya ambil dari tulisan beliau yang bisa saya terapkan dalam kehidupan sehari hari. 

Saya agak terkejut ketika membaca tulisan beliau di Disway yang berjudul cetak uang. Di tulisan itu digambarkan bahwa Presiden Jokowi sedang kebingungan dalam menghadapi tekanan dari dua kubu, yaitu kubu politisi dan  kubu teknokrat ekonomi. 

Kubu politikus dikomandani oleh anggota DPR dari fraksi Partai Golkar yaitu Muhammad Misbakhun (dulunya dari PKS) sedangkan dari teknokrat ekonomi di pimpin oleh Menteri keuangan Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo. 

Kubu politisi menghendaki agar pemerintah dalam menghadapi krisis ekonomi yang terjadi akibat pendemi Covid 19/Corona dengan cara cetak uang, sedangkan kubu teknokrat ekonomi menghendaki dengan cara hutang. Dalam tulisannya, Pak Dahlan Iskan juga menggambarkan bahwa Misbakhun telah berhasil meyakinkan ketua Golkar dan seluruh Fraksi di DPR sehingga opsi cetak uang merupakan pilihan DPR.

Saya termenung setelah selesai membaca tulisan Pak DI, wabah Corona memang telah merusak sendi sendi perekonomian kita. Banyak kegiatan usaha yang tidak berjalan karena adanya pembatasan sosial, toko toko dan tempat usaha di tutup, orang orang dilarang keluar rumah. Akibatnya banyak tempat usaha/perusahaan yang tidak mampu lagi menggaji karyawannya dan pada akhirnya dirumahkan baik untuk sementara atau permanen.

Untuk mengatasi masalah tersebut, mau tidak mau pemerintah mesti turun tangan. Pemerintah mesti memberikan bantuan sosial kepada rakyatnya akibat wabah Corona itu, juga membantu pelaku kegiatan ekonomi yang terhenti dengan memberikan pinjaman modal usaha apabila wabah Corona itu berhasil diatasi nantinya. 

Pemerintah memang memerlukan banyak uang untuk mengatasi Covid 19 ini, perlu banyak uang untuk membeli alat alat kesehatan, perlu uang untuk membantu rakyatnya yang tidak bisa bekerja akibat pembatasan sosial yang diterapkan, perlu banyak uang untuk menggerakkan roda perekonomian yang terhenti. 

Romor yang beredar uangnya tidak cukup. Istilahnya depisit anggaran, artinya pengeluaran lebih banyak dari pada pemasukan. Pemasukan dari pajak dan non pajak  yang selama ini menjadi andalan pemerintah tidak bisa diharapkan lagi. Untuk menambal kekurangan itu mau tidak mau pemerintah harus mencari pinjaman/hutang atau cetak uang.

Disinilah perseteruan dari dua kubu itu, cetak uang atau utang. Masing masing pihak punya argumentasi. Saya terus mengikuti tulisan Pak DI yang ditulis secara berseri atau bersambung. Kubu cetak uang beralasan, cetak uang adalah pilihan yang jelek dari yang terjelek. 

Utang kita sudah banyak apakah mau diperbanyak lagi? Dan belum tentu negara lain mau mengasih pinjaman kepada kita, mereka tidak yakin kita mampu  mengembalikan uang yang kita pinjam. Di samping itu mencari pinjaman sekarang sangat susah, semua negara mengalami kesulitan ekonomi akibat Covid 19 tidak terkecuali negara negara maju sekalipun. 

Kalaupun ada yang mau itupun dengan persyaratan khusus, misalnya kita  tidak mampu mengembalikan pinjaman yang kita pinjam maka pinjaman itu dialihkan sebagai saham di BUMN BUMN milik kita. Apakah kita mau BUMN BUMN milik kita dikuasi oleh asing?

Sedangkan kubu pro hutang beralasan cetak uang hanya akan mengakibatkan inflasi yang gila gilaan. Harga barang barang akan naik 1000% dan mengakibatkan perekonomian jadi kacau. Uang tidak berharga lagi, nilainya akan sangat jatuh. Dulu kalau kita beli gorengan 10 ribu bisa dapat 10 biji, sekarang kalau beli gorengan 10 biji harganya 100 ribu. Dan ini bisa merusak kepercayaan kreditor kepada kita.

Menteri keuangan juga mengatakan banyak negara negara lain yang mau mengulurkan tangan membantu indonesia sebagai akibat dari pendemi Corona, dan juga badan keuangan dunia seperti Bank Dunia dan IMF yang akan memberi pinjaman untuk menggerakkan roda perekonomian kita yang melamban akibat wabah Corona. Dunia masih sangat percaya kepada perekonomian kita.

Di samping itu Gubernur Bank Indonesia akan menurunkan simpanan wajib minimum yang tadinya 6% menjadi 3%. Misalkan seandainya saya mau mendirikan sebuah bank maka saya wajib menyetorkan 6% dari total modal yang akan saya gunakan sebagai modal usaha kepada Bank Indonesia sebagai salah satu syarat untuk mendirikan sebuah bank. Uang tersebut dijadikan jaminan apabila suatu saat bank tersebut bermasalah. 

Penurunan simpanan wajib minimum itu dimaksudkan untuk menambah likuiditas bank dan juga menambah uang yang beredar di masyarakat, istilahnya 'cetak uang' versi Bank Indonesia. Dengan hutang dan penurunan simpanan wajib minimum, pemerintah bisa menggunakannya untuk bantuan sosial kepada masyarakat dan menggerakkan roda perekonomian yang menurun gegara Corona.

Selain cetak uang dan pinjam uang adakah cara lain yang bisa ditempuh untuk mengatasi defisit anggaran? Di dalam blognya pak DI (Disway) ada seorang penulis tamu yang mengutarakan pendapatnya bahwa sebaiknya uang pengusaha pengusaha besar kita yang di parkir/disimpan di bank bank luar negeri ditarik ke dalam negeri. 

Caranya bagaimana? Tentu saja pemerintah harus menerbitkan surat utang negara (SUN) dengan bunga yang lumayan menarik, yah dari pada disimpan di luar negeri yang tingkat bunganya cendrung nol persen. Kalau dipikir pikir kenapa ya pengusaha kita mau menyimpan uangnya di luar negeri dengan bunga nyaris nol persen? Ya mungkin alasan keamanan dan menghindari pajak. 

Seandainya dana yang di parkir di luar negeri itu bisa ditarik ke dalam negeri tentu bisa digunakan untuk menggerakkan sektor ekonomi. Dana dana tersebut bisa dipinjamkan kepada pengusaha pengusaha kita yang lagi mengalami krisis keuangan akibat pandemi Covid 19 terutama untuk usaha mikro dan usaha kecil menengah yang paling merasakan dampaknya. 

Opsi ini termasuk kategori utang juga tapi bukan kepada pihak asing tapi kepada pengusaha pengusaha kita. Ibaratnya kita pinjam uang kepada mereka (pengusaha pengusaha besar yang memarkirkan uang di luar negeri) dan dana dana itu akan dipinjamkan kembali kepada mereka untuk menggerakkan usaha mereka yang  katanya tersendat akibat corona, ironis memang.

Cetak uang dan pinjam uang sama sama tidak enaknya. Cetak uang mengakibatkan inflasi, pinjam uang konsekuensinya kita harus menyisihkan sebagian pendapatan kita untuk bayar utang dan bunganya. Apalagi kalau gagal bayar utang, bisa bisa negara tergadaikan. Perekonomian dikuasai asing, BUMN dan perusahaan perusahaan besar kita dibeli dan dimiliki oleh negara luar.

Apapun pilihannya yang penting jangan ada penumpang gelap yang ikut membonceng. Cetak uang misalnya yang didukung oleh politisi yang sekaligus pengusaha atau politisi yang dibekengi oleh pengusaha. Bisa saja ada agenda yang tersembunyi, misalnya minta kredit dengan jumlah yang hhusus dan bunga yang khusus pula. 

Hingga akhirnya penyaluran kreditnya tidak tepat sasaran. Alih alih cetak uang untuk disalurkan kepada pengusaha kecil dan menengah yang paling terdampak akibat corona, malah sebagian besar tersalurkan kepada pengusaha besar yang nakal dan jahat. Kalau ini sampai terjadi bakal ambruk perekonomian kita.

Kalau penumpang gelap dari opsi pinjang uang yang seperti apa? Bisa saja ada negara tertentu dengan dalih memberikan pinjaman sebenarnya ingin menguasai perekonomian negara kita. Memberikan syarat syarat tertentu dan kemudian membuat perekonomian kita kacau balau sehingga perusahaan perusahaan besar kita bangkrut dan kemudian membelinya dengan harga murah, istilahnya kuda Troya. Pemerintah kalau memilih opsi pinjam uang harus selektif dan hati hati.

Kalau saya pribadi lebih memilih opsi pinjam uang. Kalau cetak uang bagaimana nasib uang saya yang disimpan di bank yang jumlahnya tidak seberapa itu. Saya tidak mau nilainya berkurang setengahnya seperti pada jaman tempo dulu. Lagi pula saya lebih percaya kepada kubu teknokrat ekonomi dari pada kubu politisi yang ada di DPR itu. Cetak uang berdampak langsung dan kontan kepada saya, sedangkan pinjam uang dampaknya puluhan tahun kemudian dan mungkin dirasakan oleh anak cucu saya ha ha ha.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun