Artinya, jika alasan pelarangan karena melakukan pemberontakan, lalu framing pemberontak itu adalah keji, profan, dan tidak dibenarkan. Sebenarnya Islam juga pernah melakukan pemberontakan pada kedaulatan negara Indonesia yang kita kenal dengan pemberontkan DI/TII yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Bahkan jika kita mengurut ke belakang pada guidence yang berpegang pada ayat-ayat Al Qur'an, beberapa ulama menyatakan bahwa Islam memang ditegakkan dengan pedang dan kekerasan.
Hal itu menandakan perjuangan menegakkan ideologi itu bisa dilakukan dengan berbagai cara; termasuk kekerasan, pemberontakan, dan juga perang. Lantas ketika ada kelompok lain menggunakan cara itu untuk mencapai tujuannya, kita keberatan. Padahal pada beberapa kesempatan, kelompok kita juga menggunakan cara yang sama untuk menegakkan ideologi tersebut.
Point-nya sederhana. Pilpres adalah peristiwa politik. Yaitu ketika sekelompok orang bersiasat ingin meraih kekuasaan. Di ujung kekuasaan itu hanya ada; uang. Itulah sebenarnya yang dikejar oleh sekelompok orang tadi.
Dukung mendukung sah-sah saja. Tapi cobalah berkaca bahwa tidak ada politik dan orang-orang politik itu memperjuangkan ideologinya selain uang dan kekuasaan. Ketika mereka terpilih kita bermimpi mereka akan menegakkan syari'at, agama, identitas, atau ideologi kita. Sebenarnya tidak. Justru struktur diskursif yang terus menerus kita buat, bahwa kelompok sini benar, dan yang sana salah itulah yang menjadi halangan mimpi tadi susah terwujud.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H