Mohon tunggu...
Munawar Khalil
Munawar Khalil Mohon Tunggu... Insinyur - ASN, Author, Stoa

meluaskan cakrawala berpikir, menulis, menikmati kehidupan yang singkat

Selanjutnya

Tutup

Money

Amerika, Freeport, dan PKI

1 Oktober 2021   13:44 Diperbarui: 26 Oktober 2021   12:43 1188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : dunia-energy.com

Freeport McMoRan adalah raksasa tambang emas, nikel, dan tembaga milik Amerika yang korporasinya beranak pinak di seluruh dunia seperti di Amerika Utara, Amerika Latin, Benua Afrika, juga Indonesia, yaitu di pegunungan Ertsberg dan Grasberg, Timika, Papua.

Di pegunungan Papua inilah kuantitas dan kualitas emas terbaik berada dan paling berkontribusi besar dibanding negara-negara lain tempat Freeport McMoRan menambang. Sehingga tambang ini menjadi andalan dan masa depan Amerika melalui Freeport McMoRan.

Freeport McMoRan juga memiliki anak-anak perusahaan yang menggurita atas nama Indonesia yang menguasai beberapa tambang lain di Indonesia, bahkan menjadi kontraktor maupun subkontraktor di Freeport sendiri. Perusahaan-perusahaan tersebut berkelindan dengan pengusaha-pengusaha top Orde Baru yang memang sejak awal Freeport masuk  sudah 'diarahkan' aktif dan bekerjasama secara intensif.

Sejarah awal ekspansi Freeport di Indonesia, adalah ketika Freeport berbulan madu mengeruk tambang di Kuba pada pemerintahan Presiden Fulgencio Bautista. 

Nahasnya pada 1959, rezim diktator Bautista ini jatuh dan digantikan Fidel Castro yang anti asing. Produksi Freeport dihentikan karena Castro menasionalisasi semua perusahaan luar, hingga Freeport merugi dan harus hengkang dari Kuba.

Pasca keluar dari Kuba, Freeport terus mencari wilayah tambang di negara yang berpotensi punya cadangan baru dan besar. Saat itulah mereka menemukan laporan geolog Belanda, Jean Jaques Dozy yang pada tahun 1936 melakukan survey geologi di gletser Jayawijaya Papua. 

Di atas sebuah batu hitam yang aneh ia membuat catatan, yang akhirnya menjadi petunjuk penting mengenai kandungan harta karun mineral Etsberg yang menjanjikan.

Perang Dunia II menyebabkan laporan tersebut tenggelam. Setelah 20 tahun kemudian barulah geolog Forbes Wilson dari Freeport McMoRan membaca kembali laporan tersebut. Wilson segera membentuk tim dan melakukan beberapa kali ekpedisi pada 1960. 

Tim ini tercengang ketika melaksanakan ekspedisi geologis bahwa kandungan gunung tersebut bukan hanya nikel dan tembaga, tapi juga; gunung emas!

Berdasarkan temuan tersebut Freeport langsung shock dan mulai membuat rencana-rencana bagaimana caranya agar bisa masuk dan menambang di Papua. Sayangnya, Indonesia saat itu dipimpin oleh seorang presiden nasionalis yang juga terkenal sangat anti dengan investasi asing persis seperti Castro, yaitu Soekarno. 

Dengan kondisi itu Freeport hampir putus harapan. Apalagi pada 1963 hampir semua perusahaan asing diusir oleh Soekarno dari Indonesia.

Freeport tidak berhenti, mereka terus melakukan upaya lobby politik bahkan lewat kepala pemerintahan mereka sendiri yaitu Presiden J.F. Kennedy. Sayangnya Kennedy yang berkawan akrab dengan Soekarno menolak mentah-mentah upaya itu. 

Dewi fortuna tampaknya berpihak pada Freeport, diawali ketika Presiden Kennedy tewas ditembak pada Nopember 1963. Pergantian kekuasaan setelah Kennedy tewas ini membalikkan kebijakan politik Amerika terhadap Indonesia yang mulai mengurangi bantuan ekonominya, kecuali bantuan militer. Freeport semakin merasa di atas angin, lobby-lobby dan gerakan-gerakan tingkat tinggi terus dijalankan.

Kekuasaan Soekarno akhirnya mulai mengalami riak-riak halus, membesar, lalu goyah, yang kemudian diakumulasi oleh pemberontakan ketiga PKI pada tahun 1965 sebagai pemicu jatuhnya Soekarno. 

Dua ilmuwan politik dan  peneliti asal Cornell University, Ben Anderson dan Ruth McVey, dalam buku A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia justru menemukan bahwa PKI tidak punya andil dalam G30S. Menurut keduanya, G30S merupakan puncak dari konflik internal yang terjadi di Angkatan Darat waktu itu. 

Dalam buku lain; Indonesia 1965: The Role of the US Embassy, David T. Johnson mangungkap bahwa Amerika Serikat, melalui Central Intelligence Agency (CIA), lah yang terlibat dalam Peristiwa G30S sehingga Angkatan Darat terpecah 2 menjadi loyalis dan kontra Soekarno. Akibat peristiwa G30S inilah, mengorbit pahlawan dan bintang baru, yaitu Soeharto yang tidak masuk sebagai target penculikan dan genosida terhadap tokoh-tokoh militer pendukung dan loyalis Soekarno pada saat itu. 

Banyak kalangan berspekulasi mulai tewasnya Kennedy sampai jatuhnya Soekarno adalah hasil dari sebuah konspirasi besar globalis yang tertata rapi urutannya, dalam rangka menjaga hegemoni kekuasaan di Amerika Serikat, melalui campur tangan CIA. Bisnis Amerika sangat berkepentingan menjaga agar Indonesia tidak berhaluan kiri karena lebih condong ke China dan Soviet, persis traumatis mereka sewaktu kejadian di Kuba saat berhadapan dengan Fidel Castro yang berhaluan kiri.

Dinamika politik di Indonesia terus bergulir pasca peristiwa 30 September, Freeport semakin bersemangat mendorong dan melakukan lobby dengan pemerintahan baru Indonesia. 

Tidak menunggu lama, hanya 1 bulan setelah pelantikan Soeharto menjadi presiden pada 1967, langsung pada saat itu juga lah kontrak karya pertambangan tiada akhir dengan Freeport ditandatangani dan berlaku hingga saat ini.

Tanggal 23 Februari 1967 Soekarno menyerahkan tahta. Ini juga sebagai pertanda awal dimulainya kepahitan hidup Soekarno yang dikucilkan, diasingkan, menjadi tahanan kota, tahanan rumah, bahkan pembatasan dan penghentian fasilitas kesehatan sampai akhir hayat beliau 3 tahun setelahnya.

Bulan Maret 1967 Soeharto dilantik, secepat kilat pada bulan April kontrak dengan Freeport tersebut ditandatangani, lalu secara official seluruh kegiatan mobilisasi alat-alat berat di mulai lewat udara menggunakan helikopter. Kontrak ini menjadi payung hukum dan juru kunci bagi Freeport untuk melakukan ekplorasi secara berkelanjutan. Tapi menjadi musibah besar bagi Indonesia dan rakyat Papua karena isinya hampir sulit dikoreksi selama puluhan tahun. 

Langkah koreksi terhadap kontrak karya baru terjadi setelah berjalan selama 51 tahun masa eksploitasi, ketika pemerintahan dipimpin Presiden Joko Widodo dengan dilakukannya divestasi saham 51,2% pada 2018 melalui PT. Inalum. Langkah negosiasi divestasi itupun memerlukan waktu yang sangat panjang, sulit, dan berliku. Disamping tekanan politik dari dalam negeri sendiri oleh pengusaha-pengusaha orde baru tersisa. Ada beberapa poin dalam kontrak karya yang dibuat dan ditandatangani pada 1967 itu membuat Indonesia berada dalam posisi tawar sangat lemah.

Sebuah tanda tanya, bagaimana mungkin suatu kontrak karya besar jangka panjang, isi dan aturan-aturannya dibuat hanya dalam waktu 1 bulan pasca pelantikan Presiden tanpa ada negosiasi, koreksi-koreksi, keberatan-keberatan, dan evaluasi oleh si pemilik tanah, air, udara, dan gunung sampai 7 kali berganti Presiden? Mengoreksinya pun memerlukan waktu sangat panjang setelah 51 tahun emas, nikel, dan tembaga di perut bumi Papua di kuras. Tapi setidaknya, koreksi itu adalah jalan pembuka dan pencapaian luar biasa, walau kita baru dapat setengahnya.

Ini yang semakin mensahihkan, bahwa gerakan kapitalisme itu sangat lentur menghantam komunisme, bahkan 'bisa juga' mengkambinghitamkannya.

Sungguh, dua ideologi yang secara teoritis berhadapan dan saling baku hantam, namun dalam praktiknya ketika kekuasaan diraih di suatu negara, kedua ideologi ini bisa saling mengisi dan bermesraan. Demi apa? Kepentingan ekonomi/materialistis.

| dicitasi dari:
Freeport, Bisnis Orang Kuat dan Kedaulatan Negara
(Ferdy Hasiman, 2019)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun