Artinya teori ini berusaha membebaskan umat manusia dari hegemoni-hegemoni tertentu yang bersumber dari ajaran yang berbasis dogma dan non ilmu pengetahuan. Maka dapat dipastikan ia akan ditolak habis-habisan oleh kalangan tertentu dari kaum teologis dengan tingkat religiusitas tinggi. Karena basisnya adalah taat dan percaya, bukan berpikir.
Kondisi yang sama juga terjadi kepada konsep-konsep multikulturalisme, pluralisme, liberalisme, dan sekularisme, bahkan  komunisme dalam studi-studi emansipatoris tadi. Diantaranya bahkan dibuat dalam singkatan, tujuannya untuk menganalogikan konsep tersebut sebagai penyakit berbahaya yang harus dijauhi dengan menamakannya sebagai penyakit Sipilis yaitu, sekulirisme, pluralisme, dan liberalisme.
Hal ini juga yang menjadi penyebab kenapa pergerakan indeks pembangunan manusia kita sangat lambat, ditambah birokrasi yang tidak menyediakan ruang bagi sumber daya manusia kita untuk naik level.Â
Kenapa? Karena mata dan telinga kita sehari-hari disibukkan dengan persoalan yang tidak substantif dan cenderung membodohi dengan tujuan mengurangi kompetisi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H