Mohon tunggu...
Halif Dziky0886
Halif Dziky0886 Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Badminton

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Karapan sapi Madura

21 Januari 2025   18:15 Diperbarui: 21 Januari 2025   18:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karapan Sapi adalah sebuah tradisi budaya yang berasal dari Madura, sebuah pulau yang terletak disebelah timur Pulau jawa, Indonesia. Tradisi ini melibatkan perlombaan sapi yang dihias dengan indah dan di latih untuk berlari secepat mungkin di atas lintasan yang telah disiapkan kerapan sapi bukan hanya sekedar ajang hiburan, tetapi juga merupakan simbol budaya, kebanggan, dan identitas Masyarakat Madura di samping itu, kerapan sapi juga memiliki nilai ekonomi yang besar, karena menarik perhatian wisatawan dan menjadi sarana untuk mempercepat hubungan sosial antarwarga kerapan sapi berawal dari tradisi Masyarakat Madura yang menggunakan perlombaan ini untuk menunjukkan kemampuan dalam merawat dan melatih sapi, serta sebagai serta sebagai bagian dari upacara adat yang berkaitan dengan musim panen atau perayaan lainnya. Seiring berjalannya waktu, tradisi ini berkembang menjadi acara perlombaan yang semakin populer, tidak hanya di kalangan Masyarakat Madura, tetapi juga menarik perhatian wisatawan local dan internasional.

Tradisi kerapan sapi sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan awalnya berfungsi sebagai bagian dari upacara adat atau ritual untuk merayakan panen atau berdoa untuk keselamatan dan kesejahteraan. Seiring waktu, kerapan sapi berkembang menjadi salah satu ajang perlombaan yang melibatkan banyak peserta dan menjadi daya Tarik wisatawan dari berbagai daerah. Selain sebagai bentuk hiburan, keraapan sapi juga memiliki peran penting dalam kehidupan social dan ekonomi Masyarakat Madura perlombaan ini sering kali diadakan sebagai bagian dari perayaan besar, yang mempererat hubungan antarwarga. Kerapan sapi juga memberi dampak positif terhadap perekonomian lokaal, karena menarik perhatian wisatawan dan menyediakan peluang usaha sapi Masyarakat setempat.

Karapan Sapi termasuk salah satu jenis kesenian, olahraga, atau permainan tradisional yang rutin dilakukan masyarakat Pulau Madura. Ada dua versi mengenai asal-usul kata Kerapan atau Karapan,

Pertama, istilah Kerapan berasal dari kata Kerap atau Kirap yang artinya berangkat dan dilepas secara bersama-sama atau berbondong-bondong. Sedangkan versi kedua yakni Kerapan berasal dari bahasa Arab Kirabah yang artinya persahabatan.

Pada perlombaan tersebut, sepasang sapi menarik sejenis kereta dari kayu tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi itu. Pasangan sapi dipacu untuk adu cepat melawan pasangan-pasangan lain.

Trek pacuan biasanya sekitar 100 meter dan lomba berlangsung sekitar sepuluh detik hingga satu menit.

Pengertian Dan Jenis Distribusi

Tak hanya perlombaan, Karapan sapi menjadi ajang pesta rakyat dan acara yang prestisius bagi masyarakat Madura. Bahkan status sosial pemilik sapi karapan terangkat jika sapinya menjadi juara.

Pasalnya, hewan ini sering dijadikan bahan investasi dengan cara dilatih dan dirawat sebelum bertanding. Dengan begitu, sapi karapan akan menjadi sehat, kuat, dan bisa memenangi perlombaan.

Biaya seekor sapi karapan cukup besar, bisa sampai Rp 4 juta per pasang untuk makanan maupun

pemeliharaan lainnya. Seringkali sapi karapan diberi aneka jamu dan puluhan telur ayam per hari, terutama menjelang diadu di arena perlombaan

Lomba Karapan Sapi terdiri dari beberapa jenis, mulai dari Karapan kecil tingkat kecamatan, hingga Karapan tingkat karesidenan yang diikuti oleh para juara tiap wilayah dan menjadi puncak acara.

Lomba Karapan Sapi pun banyak melibatkan pihak di masyarakat. Di antaranya pemilik sapi pacuan, tukang tongko yang bertugas mengendalikan sapi pacuan di atas kaleles, tukang tambeng yang menahan tali kekang sapi sebelum dilepas, tukang gettak yang menggertak sapi agar saat diberi aba-aba dapat melesat cepat, tukang tonja yang menarik dan menuntun sapi, serta tukang gubra yang bersorak-sorak untuk memberi semangat pada sapi pacuan.

Sebelum Karapan sapi dimulai, pasangan-pasangan sapi diarak mengelilingi arena pacuan dengan iringan gamelan Madura. Selain untuk melemaskan otot-otot sapi, proses ini menjadi arena pamer keindahan pakaian dan hiasan dari sapi yang berlomba. Setelah parade selesai, barulah pakaian dan seluruh hiasan dibuka.

Setelah itu, lomba pertama dimulai untuk menentukan klasemen peserta. Pada babak ini, peserta akan mengatur strategi agar sapi pacuan mereka masuk ke kelompok 'atas' agar pada babak selanjutnya (penyisihan), bisa berlomba dengan sapi pacuan kelompok 'bawah'.

Kemudian ada babak penyisihan pertama, kedua, ketiga, dan keempat atau babak final. Dalam babak penyisihan ini, permainan memakai sistem gugur. Jadi, sapi-sapi pacuan yang sudah kalah tidak bisa mengikuti pertandingan babak selanjutnya.

Sedangkan sapi pacuan yang menjadi pemenang akan berhadapan lagi dengan pemenang dari pertandingan lainnya. Begitu seterusnya hingga tersisa satu sapi karapan sebagai pemenang.

Jika diperhatikan, Karapan sapi tak sekadar perlombaan, tetapi juga mengandung nilai-nilai luhur dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti kerja keras, kerja sama, sportivitas, persaingan, dan ketertiban.

Kerapan sapi di perkirakan telah ada sejak abad ke-13, pada masa pemerintahan kerjaaan madura awalnya, kerapan sapi bukanlah sebuah lomba atau hiburan, malainkan bagian dari upacara adat atau ritual yang diadakan untuk merayakan musim panen atau untuk menghormati dewa dewa yang dianggap memberi berkah kepada hasil pertanian. Selain itu, tradisi ini juga digunakan untuk menujjukkan kekuatan fisik sapi yang memiliki oleh para petani atau pemilik ternak, sebagai simbol keberhsilan dalam mengelola ternak sapi Madura dikenal sebagai salah satu jenis sapi yang Tangguh dan kuat, sehingga sangat di hargai oleh Masyarakat setempat perlombaan kerapan sapi ini menjadi untuk menunjukkan kemampuan dalam merawat dan melatih sapi. Perlomban juga bisa dianggap sebagai cara untuk membangun hubungan social dan kebersamaan di antara Masyarakat Madura.

Teknik penerapan kerapan sapi kerapan sapi adalah tradisi perlombaan sapi yang khas dari Madura, Indonesia. Perlombaan ini melibatkan sapi yang menarik kereta kecil atau sereh dalam sebuah lintasan yang telah disiapkan. Agar acara kerapan sapi dapat berlangsung dengan baik dan aman, terdapat berbagai Teknik penerapan yang harus dilakukan, baik dalam hal pelatihan sapi, persiapan perlombaan, maupun pengendalian sapi selama perlombaan. Berikut adalah Teknik penerepan kerapan sapi:

Sapi yang akan berlomba ia harus memiliki kekuatan fisik yang baik, postur tubuh yang kuat, dan stamina yang cukup. Biasanya, sapi jenis Madura menjadi pilihan utama karena kecepatan dan ketangguhannya. Sapi dilatih untuk berlari dengan cepat sambil menarik kereta ''sereh'' pelatihan ini berlangsung selama beberapa bulan untuk memastikan sapi bisa berjalan lurus dan stabil saat perlombaan berlangsung. Lintasan perlombaan biasanya sepanjang 100-150 meter, dengan tanah yang datar dan dilengkapi dengan pagar pembatas lintasan harus dipastikan dalam kondisi yang baik dan bebas dari hambatan. Ketika perlombaan dimulai, sapi akan dipacu untuk berlari dengan kecepatan tinggi menuju garis finish. Joki harus mengarahkan sapi untuk tetap berada dalam jalur dan mengatur kecepatannya agar bisa mencapai garis finish secepat mungkin.Kerapan sapi, meskipun berawal sebagai tradisi, kini juga memiliki dampak ekonomi yang signifisikan bagi masyarakat Madura. Berikut adalah beberapa nilai ekonomi yang dapat diidentifisikan dalam tradisik kerapan sapi: a. Potensi wisata dan pendapatan daerah kerapan sapi menjadi salah satu atraksi wisata yg menarik banyak pengunjung, baik dari dalam negeri maupumn luar negeri. Setiap tahun, berbagai festival kerapan sapi diadakan di Madura, dan ini menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar aspek pariwisata ini mendorong sektor- sektor ekonomi seperti: sektor perhotelan dan penginapan pengunjung yg datang untuk melihat kerapan sapi membutuhkan tempat untuk menginap, yang membuka peluang bisnis bagi hotel dan penginapan lokal kuliner dan jasa lainnya: pedagang makanan, minuman, serta layanan transpostasi juga mendapat keuntungan dari banyaknya pengunjung yang datang.

Namun, tradisi ini juga menghadapi berbagai tantangan, seperti masalah kesejahteraan hewan, keselamatan peserta, kondisi lintasan yang tidak memadai, serta potensi komersialisasi yang dapat mengurangi nilai budaya asli dari kerapan sapi. Oleh karena itu, diperlukan perhatian dan upaya serius dari pemerintah, masyarakat, dan pihak terkait untuk mengatasi tantangan tersebut dan menjaga kelestarian kerapan sapi dengan pengelolaan yang baik, regulasi yang jelas, dan pelatihan yang memadai untuk peserta, kerapan sapi dapat tetap menjadi bagian penting dari budaya madura yang tetap relevan dan berkelanjutan di masa depan, sekaligus menghormati nilai- nilai kemanusian dan kelestarian alam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun