Mohon tunggu...
.terang
.terang Mohon Tunggu... Lainnya - All you can read

Ketika kata jatuh ke mata

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Jangan Jadi Pelakor!

29 November 2023   13:59 Diperbarui: 29 November 2023   14:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Legitimasi sejarah seakan tidak berarti. Lantas apa gunanya belajar sejarah? Sementera penghianatan terhadap ilmu tersebut terus mengalir deras. Saya sepakat dengan pernyataan sikap seorang penyair Melayu yang mengatakan bahwa jika kelak masyarkat asli Rempang diusir, maka cabut status Raja Haji Fisabilillah sebagai Pahlawan Nasional, hal itu ia sampaikan dalam 'Malam Sastra Rempang Luka' pada 30 September 2023 lalu. Hemat saya, jika keturunan pasukan perang Raja Haji Fisabilillah diusir dari tanah perjuangannya itu sama dengan pemerintah menghianati perjuangan kakek Raja Ali Haji tersebut.

Kepulauan Riau baru saja memasuki usianya yang ke-21 tahun pada 24 September 2022 lalu, namun pekerjaan rumah mengenai Kampung Tua mogok di tengah jalan. Masyarakat REMPANG yang belum RAMPUNG surat kepemilikannya akan tanah kini sudah di-REMPONG-kan dengan upaya relokasi. Justru ketidakpunyaan mereka tersebut jadi alasan kuat pemerintah melalui Badan Pengusahaan -- bukan Badan Penguasa -- Batam untuk menggesernya. Sempat terpikir, apakah Jokowi terjangkit amnesia akut? Sebab dalam kampanye politiknya di Stadion Temanggung Abdul Jamal pada 6 April 2019, orang nomor satu -- bukan dalam mengumbar janji -- tersebut mengatakan kalau Kampung Tua akan disertifikatkan, maksimal dalam tiga bulan.

Dana yang akan digelontorkan Xinyi -- perusahan kaca dan panel surya asal China -- mencapai Rp. 381 triliun, bukan main! Yang lebih bukan main, pihak yang membuat kesepakatan dengan investor asing tanpa melakukan sosialisasi dan 'mengemis' persetujuan masyarakat adat lebih dulu. Justru mereka dibuat seakan mengemis agar tidak diusir dari kampungnya sendiri. Sementara Bahlil mengatakan kabar investasi tersebut sebagai 'oleh-oleh' yang dibawa Jokowi setelah berkunjung ke China. Sejatinya, buah tangan membuat penerimanya GIRANG, bukan GARANG karena keberadaan lahan mereka dalam bahaya.

Pemerintah tidak kaffah dalam menjalankan UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 jika hanya sampai "Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara." Sedang kelanjutannya "Dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat" dikesampingkan. Sejatinya tidak ada orang yang menolak kemakmuran, justru mereka tahu -- seakan mampu meramal masa depan -- kalau yang didapat kelak hanya remah-remah saja, tentu ada golongan yang lebih dimakmurkan. Ditambah lagi aparat yang melayangkan gas air mata dan kekerasan, apa kemakmuran harus dimulai dengan cara begitu? Bukan itu yang dimaksud 'Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian'.

Belum lagi Amdal -- bukan Asal Mau Dibayar Akan Lancar -- yang baru diupayakan pada 30 September 2023 lalu. Bukankah sebelumnya mentri investasi mengatakan kalau proyek tersebut ada Amdal-nya? Sepantasnya, orang sekelas mentri tidak demikian, rakyat sangat berharap BAHLIL tidak BAKHIL untuk berkata jujur!

Pemerintah semakin terang-terangan dalam mendewakan Investor. Mulai dari Wadas, Air Bangis, dan berbagai daerah lainnya yang semuanya mendapat penolakan. Kita berhak curiga kalau itu Perampasan Skala Nasional berkedok Pembangunan Strategis Nasional. Sesuatu yang strategis pastilah memberi keuntungan, pantaskah dikatakan 'strategis' sedang rakyat dirampas haknya? Mestinya kata 'strategis' pada PSN diselami lebih dalam, bisa saja maknanya bagi mereka yang kerap mengenakan kacamata 'uang' dan mencampakkan kacamata 'sejarah' sekaligus 'ekologi' ke tong sampah. Apakah wasiat sakti Bung Karno 'Berdikari (Berdiri di Atas Kaki Sendiri)' tidak berakar di sanubari? Jika pihak asing merangkap aseng terus dibiarkan menancapkan kukunya di tanah surga ini, toh kita akan tetap Berdikari, Berlutut di Bawah Kaki Pemberi.

Yang kerap digaungkan adalah kemajuan perekonomian Batam. Bila ditelaah lebih lanjut masih menjadi momok ambiguitas, sebab yang maju adalah perekonomian Batam -- bukan prekonomian masyarakat Batam. Bila demi kemajuan perekonomian masyarakat Batam, maka akan muncul rumusan masalah baru, masyarakat Batam mana yang akan diuntungkan dari proyek -- tergesa-gesa -- tersebut?  Mereka penduduk asli penerus kearifan lokal Melayu yang jadi alasan 'perceraian' Kepri dengan Riau? atau pihak-pihak yang sudah menyiapkan saham terbesarnya?

Masihkah pemimpin kita menganut 'Ketuhanan Yang Maha Esa'? semoga belum murtad ke 'Keuangan Yang Maha Kuasa'. Jika masih, dengarkan nurani dan kemauan rakyat, bukan pemodal. Lekas insyaf wahai oknum yang kerasukan ruh kapitalis, kalungkan kembali jimat 'Pancasila' di leher. Ingat! Tan Malaka pernah berujar 'Kemauan rakyat itulah kemauan Tuhan'. Penolakan sudah banyak, baik dari Rempang dan berbagai daerah. Sudah perjanjian luhur kalau negara ini berasaskan 'Dari, oleh, dan untuk Rakyat'. Laksanakanlah amanat rakyat! Sungguh kasus ini tidak seremeh penolakan cinta! meski ditolak harus diperjuangkan sampai jadi. Maka dari itu, jangan jadi PELAKOR (PErebut LAhan Kampungnya Orang Rempang)!

Kemalangan yang menimpa saudara kita di Rempang memicu reaksi dari berbagai kalangan -- tentunya yang memihak rakyat tertindas, yakni mengutuk tindakan represif terhadap masyarakat Rempang dan menolak relokasi. Selain membuat pernyataan sikap, berbagai organisasi kemelayuan, mulai dari Sumatera, Kalimantan, dan berbagai daerah lain juga melakukan aksi penolakan serupa. Banyak yang mempertanyakan 'Kemana perginya Lembaga Adat Melayu chapter Batam?' Apakah mereka terlalu sibuk mengurus Sendratasik? Wadah kemelayuan yang jadi embrio pemerintah tersebut terbilang telat menanggapi, karena terdahului yang lain. Banyak juga yang menilai Lembaga Adat Melayu provinsi dan chapter lainnya di Kepri sedikit lebih bertaji ketimbang di Batam sendiri. Ada apa? apakah ada udang di balik bakwan?

Saya masih yakin -- walau sedikit ragu -- negara ini masih berwujud Negara Kesatuan Republik Indonesia kalau kita aware akan upaya penguasaan lahan lewat  modus Investasi. Kita wajib waspada, jangan sampai NKRI disulap jadi Negara Kesatuan Republik Investor. Mestinya peringatan keras Bung Karno akan bahaya 'Penjajahan Gaya Baru' atau Neokolim (Neo Kolonialisme) mampu menggetarkan jiwa kita -- terutama  yang rajin menjual slogan 'Nasionalisme'.

Jika dibiarkan, demokrasi kita akan menjelma jadi Demokin (Demokrasi Investor) -- begitu saya menyebutnya. Sangat disayangkan ketika yang di -- atas -- sana secara lantang memperjuangkan nasib investor, terbukti di tahun 2021 lalu, Jokowi pernah berkata akan mencopot Kaploda yang tidak mengawal investasi. Dalam hal ini, Jokowi menggunakan kekuasaannya untuk mengancam institusi yang tugas pokoknya melindungi masyarakat -- bukan investor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun