Selagi Bermimpi Masih Gratis
"Di zaman sekarang tidak ada yang gratis. Buang air (baca: kencing) saja bayar!" Ungkapan ini tidak sepenuhnya benar. Anda ingin membantahnya? Silakan! Namun, sebelum membantah saya ingin mengajak Anda untuk melanjutkan membaca buku ini.
Ingat, di zaman sekarang dan selanjutnya ada sesuatu yang gratis. Saya bilang gratis 100 %. Apa itu? BERMIMPI. Sekali lagi, BERMIMPI. Bermimpi itu GRATIS. Anda tidak perlu membayar pada sebuah toko atau swalayan, karena toko atau swalayan tidak memperjualbelikan mimpi. Nah, kalau memang mimpi itu gratis, kenapa Anda takut untuk bermimpi, termasuk bermimpi menjadi seorang penulis.
Pertanyaan selanjutnya, pentingkah impian bagi seorang calon penulis seperti Anda? Pengusaha sekaligus Dokter Hewan sekelas Drh. Hj. Vivin Aulia  Rahmi, pemilik DRH Tour and Travel (PT. Darul Rahmah wal Hidayah)  saja yang menurut saya sudah sukses masih punya impian.
Ia bermimpi suatu saat ingin membangun sebuah masjid yang megah di kampung halamannya, Payakumbuh, Sumatera Barat, padahal ia sudah dikarunia suami yang baik dan anak-anak yang cerdas, mobil yang mewah, dan rumah yang layak.Â
Ingat, seperti apa Anda nantinya tidak ditentukan oleh keadaan Anda saat ini, tetapi lebih ditentukan oleh impian Anda saat ini. (Lagi-lagi, ini bagian dari otak kanan.)
Dengan kata lain, impian itu tidak saja penting, tetapi sangat penting! Ya iyalah. Namun, ironisnya, meski impian itu belum diperjualbelikan -- alias masih gratis, betapa banyak calon penulis yang masih enggan untuk bermimpi. Sadarlah, tanpa impian, Anda hanya akan berjalan di tempat. Dan tahukah Anda bahwa itu berarti Anda telah "berdosa" pada masa depan Anda sendiri.
Begitulah. Sedemikian mendesaknya impian, sehingga menurut saya impian itu tidak bisa didelegasikan. Selain itu, impian juga tidak boleh ditunda-tunda. Oleh karena itu, sedini mungkin, milikilah impian. Idealnya, bukan sembarang impian. Melainkan impian yang besar. Impian yang luar biasa. Impian yang dahsyat dan bahkan superdahsyat.
Oleh karena itu, jangan main-main dengan impian Anda. Perbesarlah! Perhebatlah! Berdasarkan pengalaman saya, setiap impian yang benar-benar serius dan dibatinkan suatu saat akan menjadi kenyataan.
Bermimpi Menulis Buku
Kita lanjutkan soal impian. Sekarang sudah mulai mengerucut kepada inti pembahasan. Karena kita berbicara soal menulis, maka saya sarankan Anda untuk bermimpi menjadi penulis. Katakanlah "Aku bermimpi menulis buku", "Aku ingin menjadi penulis dahsyat."Â
Bahkan, Bambang Trim, menyoal soal impian ini dengan menulis sebuah buku bertajuk Saya Bermimpi Menulis Buku. Saya mengetahui judul buku ini untuk pertama kalinya saat saya bersilaturahmi ke rumah beliau di Cimahi, Bandung bulan Juni 2008. Buku ini diterbitkan oleh KOLBU, imprint MQ Publishing, yang saat itu dikelola oleh Pak Bambang.
Ya, bermimpilah bahwa Anda menjadi penulis. Bayangkan dan berimajinasilah bahwa Anda menjadi penulis hebat dan terkenal. Anda dikerumuni oleh banyak orang yang mewawancarai Anda dan bertanya tentang bagaimana cara Anda menulis sehingga buku Anda menjadi bestseller.Â
Lalu bayangkan juga, ketika orang-orang antri ingin mendapat tanda tangan Anda. Kemudian, bayangkan pula ketika setiap saat HP Anda tak henti-hentinya menerima  sms dari pembaca buku Anda yang mengatakan bahwa buku Anda sangat bagus dan membangun.
Kemudian--sesuai saran ahli penjualan Brian Tracy--visualisasikan impian Anda. Caranya? Pajanglah foto Anda dalam posisi memegang buku. Mintalah teman Anda untuk mendesain kover buku Anda dengan judul yang unik dan menggelitik.Â
Misalnya, Anda punya ide judul buku Non Stop Cinta, maka mintalah bantuan teman Anda untuk mendesain kover buku secara lengkap dengan nama Anda di dalamnya, berikut sinopsis atau testimoni di kover belakang.
Terus bayangkan! Hingga pada akhirnya, apa yang Anda cita-citakan untuk menjadi penulis hebat dan dahsyat terinstal di alam bawah sadar Anda (subconscious mind).
 Apabila sudah sampai pada kondisi yang sedemikian, tanpa diperintahkan sekalipun alam bawah sadar Anda akan mencari celah untuk meraih impian-impian Anda--setiap detiknya.
Selanjutnya, komunikasikan impian Anda pada orang-orang di sekitar Anda. Ini betul-betul cara gila. Jika perlu, beritahu pula kapan impian Anda untuk menjadi penulis itu terealisasi.
Lha, apa manfaatnya? Pertama, itu akan men-deadline diri Anda sendiri, sekaligus mengobarkan semangat. Kedua, itu menjadi semacam ikrar kepada publik bahwa Anda tidak akan gentar dan terus berikhtiar. Ketiga, setelah dikomunikasikan, secara otomatis orang-orang di sekitar Anda akan memberikan berbagai masukan untuk Anda. Jadi, rencana-rencana Anda akan semangat matang.
Hal yang perlu diwaspadai adalah "si pembunuh impian" yang tidak henti-hentinya mementahkan dan mematahkan harapan Anda, terutama ketika impian Anda terdengar sedikit gila di telinga mereka. Lazimnya mereka nyeletuk, "Ah, sudahlah! Jangan mimpi di siang bolong. Mana bisa elu menjadi penulis? Hei, menjadi Penulis tidak akan bisa menjadi hidup elu! Kalau elu ingin kayak Andrea Hirata dan Habiburrahman El Shirazy, elu ngehayal. Seribu satu orang yang kayak mereka berdua." Saran saya, jangan dengarkan ocehan yang tak berbobot itu. Lanjutkan saja mimpi Anda.
Sesudah itu, apa lagi? Berbuatlah! Ya, menulislah! Boleh-boleh saja dream Anda selangit, namun action Anda harus membumi. Dalam kalimat lain, sebesar apa pun impian, harus dimulai dengan langkah yangc kecil. Dream big, star small. Membaca dan membeli buku ini, lalu memasang impian tidak akan menyelamatkan masa depan Anda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H