Jika di rumah, saya menulis menggunakan laptop, namun jika di dalam perjalanan saya menggunakan smartphone. Jadi, bagi saya, HP adalah bukan hanya sebatas alat komunikasi, tapi juga sebagai alat untuk mencurahkan ide. HP bukan untuk sekadar WA-an dan promosi, tapi bagi saya ia menjadi alat yang super canggih dalam kemudahan menulis.
Kalau memang menulis bisa dalam kondisi apapun, bagaimana kalau sedang menunaikan shalat? Wah, kalau kondisi yang satu ini, ya jelas-jelas DIHARAMKAN untuk MENULIS. Masa iya Anda sedang shalat, lalu pegang HP dan update status di facebook atau ngetwit. Ah, lagian saya yakin nggak ada yang akan nanyain soal yang satu ini. Hehehe. (Aya-aya wae nya ieu mah. Hehehe).
Waktu yang Nikmat untuk Menulis
Sudah saya sampaikan di bagian sebelumnya, bahwa saya menulis dalam kondisi apapun dan kapanpun, serta dimanapun. Namun, beberapa buku saya selesaikan pada waktu malam, di antaranya buku "The Secret of 1/3", saya selesaikan dalam waktu 22 hari di balik kesibukan saya mengisi training dan seminar. Dan saya biasa menulisnya selepas shalat Isya, sekitar pukul 08.00-10.00, atau sejak pukul 01.00-03.00. Jadi, hampir tiap hari selama dua jam di waktu dua waktu tersebut saya pergunakan untuk menulis.
Dan apa hasilnya? Luar biasa! Saya bisa menulis dengan nyaman tanpa kebisingan. Ide-ide bermunculan, kelebatanÂ
gagasan begitu mudah saya tangkap. Alhasil, saya menulis buku yang ketebalannya di atas 200 halaman itu dengan suasana yang benar-benar enjoy, energi yang luar biasa, dan tenaga yang dahsyat.
Apa yang saya lakukan, ternyata telah dilakukan oleh para ulama. Mereka menulis karya-karya besar mereka pada malam hari:
- Imam Al-Ghazali, berhasil mengarang kitab Ihya Ulumuddin yang fenomenal hingga sekarang. Menurut sejarah, Al-Ghazali menulis kitab ini pada setiap sepertiga malam setelah beliau melaksanakan shalat tahajud.
- Ibnu Rusyd, selalu menulis dan mengarang kitab-kitabnya pada malam hari.
- Imam Ismail Al-Jurjani, setiap malamnya mampu menulis sebanyak 90 lembar dengan tulisan kecil-kecil. Mengenai hal ini, Imam Adz-Dzahabi mengomentari, "90 lembar yang sekecil itu memungkinkan untuk menulis Shahih Muslim selama sepekan." Dahsyat!
Begitu juga dengan para ulama lainnya yang menjadikan malam hari sebagai waktu yang khusus untuk melakukan penulisan kitab-kitab mereka.
Selain para ulama terdahulu, para penulis di zaman ini pun banyak yang menulis bukunya di malam hari setelah mereka selesai melaksanakan tahajud. Beberapa penulis yang membagi pengalamannya tentang waktu malamnya untuk menulis di antaranya sebagai berikut:
- M. Fauzil Adhim, penulis bestseller 'Kupinang Engkau dengan Hamdalah' menulis buku dalam keadaan bersuci dan ia lakukan pada malam hari setelah selesai melakukan tahajud.
- Â Habiburrahman El Shirazy, novelis no.1 Indonesia, menulis Ayat Ayat Cinta pada malam hari.
Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H