Laut berisi air, ke mana mata diarahkan, yang terpandang adalah air. Di sini air, satu kilometer di depan juga air. Jika seseorang mencelupkan tangannya ke satu titik di laut tidak dikatakan ia mencelupkan tangannya ke air melainkan dikatakan ia mencelupkan tangannya ke laut. Saya teringat tokoh komik Deni Si Manusia Ikan yang mencelupkan kepalanya ke laut saat berkomunikasi dengan para penghuni lautan.
Sejauh pembahasan singkat ini, kita bisa memaklumi kenyataan bahwa seseorang yang bisa memanfaatkan tubuhnya sebagai antena untuk menangkap gelombang ataupun sebagai pemancar untuk mengirim gelombang, kita tidak bisa serta-merta menyebutnya gila. Bahwa apa yang bisa dilakukan orang ini kenyataannya tidak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang tidak menjadi bukti bahwa komunikasi langsung semacam ini tidak bisa dilakukan.
KOMUNIKASIÂ UNIVERSAL TANPA BAHASA
Jika lelaki misterius di tangga masjid Sunda Kelapa terindikasi telah melakukan komunikasi langsung dengan memanfaatkan lautan gelombang, maka pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana teknik tersebut ia lakukan? Sayangnya jawaban atas pertanyaan ini tidak menjadi fokus pembahasan artikel ini. Mungkin diperlukan artikel lain untuk membahasnya. Namun begitu, satu hal yang bisa digarisbawahi adalah bahwa teknik semacam itu dimungkinkan ada. Atau bisa juga tidak ada, bahwa yang ada adalah seseorang dimampukan untuk melakukannya tanpa teknik sekalipun. Itu berarti, seseorang serta-merta bisa melakukannya tanpa harus didahului mempelajari teknik khusus. Ia bisa melakukannya karena diizinkan oleh Yang menguasai gelombang untuk bisa melakukannya.Â
Seorang ibu bisa melakukannya kepada anaknya yang sedang merantau ribuan kilometer darinya. Seorang guru bisa memahami apa yang tak disampaikan muridnya melalui kata-kata. Ini adalah bahasa yang murni tanpa huruf dan ejaan. Bahasa universal yang bisa dipahami namun sulit dijelaskan antara seseorang dengan seorang lain yang saling terpaut hatinya. Ini adalah bahasa yang disampaikan daun kepada manusia ketika ia diterpa angin sebelum badai datang menerpa. Mereka yang telah mencelupkan dirinya, dimungkinkan untuk bisa menerjemahkan arti senyuman, bisa membedakan senyuman yang asli dari yang palsu. Inilah bahasa yang bahkan sudah tersampaikan kepada penerima ketika si penyampai pesan diam tak mengeluarkan suara. Â
Alasan kenapa komunikasi semacam ini tidak dikenal tekniknya dan cenderung tidak disadari keberadaannya adalah karena memang tidak bisa dipelajari dan nyaris tak bisa diajarkan. Seseorang mengalaminya, ketika ia diminta menjelaskan, ia tak bisa menguraikannya. Menjelaskan pengalaman berkomunikasi langsung seperti itu sama sulitnya dengan menjelaskan bagaimana rasa durian kepada orang yang belum pernah makan durian. Anda tak punya teknik untuk menjelaskannya. Namun ketika orang itu mengalami sendiri, ia makan durian dan merasakan rasanya, Anda tak perlu menjelaskannya lagi karena ia sudah memahami langsung bagaimana rasa durian. Komunikasi langsung terjadi karena dialami.Â
Suatu saat Anda mungkin mengalaminya; ketika Anda tercelup dalam lautan gelombang alam semesta, tiba-tiba Anda melihat objek yang berlokasi ribuan kilometer dari lokasi Anda berada, atau saat itu tiba-tiba Anda terhubung dan bisa berkomunikasi dengan orang-orang yang sedang ada di negeri seberang. Pada saat itu, posisi Anda tak jauh beda dengan lelaki misterius di tangga masjid Sunda Kelapa, sebab di mata kebanyakan orang, pada saat itu terjadi Anda akan tampak seperti orang yang layak disebut gila.
Bandar Lampung, 12 Oktober 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H