A. Pengertian al-Qur'an
a. Etimologi
Al-Qur'an jika ditinjau dari segi etimologinya, berasal dari bahasa Arab yakni dalam bentuk mashdar dari kata (qara'a — yaqrau — Qur'anan) yang berarti bacaan.  Namun, dalam tinjauan etimologinya masih terdapat beberapa interpretasi dari para ahli, yaitu:
1. Imam Syafi'i (150—204 H) ia adalah salah satu dari imam mazhab Sunni, mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" ditulis dan dibaca tanpa hamzah, serta tidak terambil dari pecahan fi'il (bukan ism al-musytak). Ia adalah nama yang khusus dipakai untuk kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. seperti halnya dengan nama Kitab Injil dan Taurat, yang masing-masing diberikan kepada Nabi Isa dan Nabi Musa.
2. Al-Farra berpendapat bahwa lafadz al-Qur'an adalah pecahan (musytaq) dari kata qara'in (kata jamak dari qorinah) yang berarti kaitan, karena ayat-ayat al-Qur'an satu sama lain saling berkaitan. Oleh karena itu, maka jelaslah bahwa huruf "nun" pada akhir lafadz al-Qur'an adalah huruf asli, bukan huruf tambahan.
3. Al-Lihayany (215 H), ia adalah seorang ahli bahasa yang mengatakan bahwa kata "al-Qur'an" itu memakai hamzah, bentuknya mashdar dari kata kerja qara'a yang berarti 'bacaan', yang selalu berarti 'ism al-maf'ul' (yang dibaca). Oleh karena itu, al-Qur'an harus selalu dibaca.
b. Terminologi
1. Abdul Wahab Khalaf mengatakan bahwa al-Qur'an sebagai firman Allah yang diturunkan melalui ruhul amin (Jibril) kepada Nabi Muhammad Saw. dengan bahasa Arab, yang isinya dijamin kebenarannya, dan sebagai hujjah kerasulannya. Al-Qur'an sendiri menjadi undang-undang bagi seluruh umat manusia dan petunjuk dalam beribadah serta dipandang ibadah ketika membacanya, dan terhimpung dalam mushaf yang dimulai dari surat al-Fatihah dan diakhiri dengan an-Nas, yang diriwayatkan pada kita dengan jalan mutawatir.
2. M. Qurais Shihab (1997) mendefinisikan al-Qur'an sebagai firman-firman Allah, yang disampaikan oleh Malaikat Jibril sesuai redaksinya kepada Nabi Muhammad Saw. dan diterima oleh umat Islam secara tawatur.
3. Syekh Beik berpendapat bahwa al-Qur'an adalah firman Allah yang berbahasa Arab dan diturunkan kepada Nabi Muhammad, kemudian ditulis dalam mushaf dengan diawali surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.
Perbedaan definisi terminologi maupun etimologi oleh para ahli dan ulama, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan makna yang ingin mereka sampaikan. Seperti ketiga tokoh diatas dalam memberikan definisi secara terminologi, yang mana dapat kita tarik benang merahnya dan memberikan sebuah kesimpulan, bahwa makna terminologi yang mereka sampaikan tekait al-Qur'an adalah sebagai firman Allah yang turunkan kepada Muhammad melalui perantara Jibril. Oleh karena itu, perbedaan-perbedaan interpretasi dikalangan para ahli maupun ulama bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan, karena sesungguhnya mereka hanya menyampaikan makna yang sama.
B. Nama-nama al-Qur'an
Salah satu keunikan dari al-Qur'an adalah penyandangan nama-nama terhadapnya, sehingga membuat kitab satu ini memiliki banyak makna. Namun dalam penyandangan tersebut terdapat beberapa perbedaan pendapat terkait nama-nama yang disandangkan terhadap al-Qur'an, yaitu: dari Abu al-Ma'ali  Syaydzalah  mengatakan bahwa al-Qur'an memiliki 55 macam nama, Abu Hasan al-Harali mengatakan bahwa al-Qur'an memiliki 90 nama, dan Ibn Jazzi mengatakan bahwa al-Qur'an memiliki 4 nama saja.
Terlepas dari perbedaan pendapat terkait kuantitas nama yang disandang oleh al-Qur'an, secara umum al-Qur'an memiliki 5 nama yang masing-masing bersandar pada ayat-ayat dalam al-Qur'an, yaitu:
a. Al-Kitab
Dinamakan al-Kitab karna dia ditulis, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S al-Kahf: 1
" Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan Kitab Suci (al-Qur'an) kepada hamba-Nya dan Dia tidak membuat padanya sedikit pun kebengkokan."
b. Al-Furqan
Sebab dinamakan al-Furqan nama lain dari al-Qur'an karena menjadi pembeda antara yang hak dan yang batil, hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S al-Furqan: 1
" Maha berlimpah anugerah (Allah) yang telah menurunkan Furqan (al-Qur'an) kepada hamba-Nya (Nabi Muhammad) agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam."
c. Al-Qur'an
Dinamakan al-Qur'an karena ia dibaca dan di dalam al-Qur'an memiliki banyak mengandung kisah, perintah, dan larangan, dalam Q.S Yusuf: 3
" Kami menceritakan kepadamu (Nabi Muhammad) kisah yang paling baik dengan mewahyukan al-Qur'an ini kepadamu. Sesungguhnya engkau sebelum itu termasuk orang-orang yang tidak mengetahui."
d. Asy-Syifa
Asy-Syifa yang berarti obat atau penawar dan ar-Rahmah/Rahmat. Sebagaimana terdapat dalam Q.S al-Isra: 82
" Kami turunkan dari al-Qur'an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin, sedangkan bagi orang-orang zalim (al-Qur'an itu) hanya akan menambah kerugian."
e. Adz-Dzikr
Adz-Dzikr yang berarti peringatan. Penamaan ini berarti menunjukkan bahwa di dalam al-Qur'an memuat berbagai peringatan bagi umat manusia. Sebagaimana dalam Q.S al-Hijr: 9
" Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur'an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya." Â
C. Kedudukan al-Qur'an
Satu hal yang perlu kita ketahui bahwa al-Qur'an tidak hanya sekadar kitab yang dari Allah, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad sebagai pemberi kabar ataupun menyampaikan kisah-kisah pendahulu Muhammad. Akan tetapi, al-Qur'an menempati posisi yang sangat sentral dalam ajaran Agama Islam, yaitu:
a. Sebagai sumber ajaran Islam
Al-Qur'an adalah sumber pertama dalam ajaran Agama Islam sebelum adanya hadis, Â di mana dalam al-Qur'an memuat ajaran-ajaran yang nantinya akan di jadikan sebagai acuan dalam ajaran Agama Islam, guna mengatur kehidupan manusia baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan makhluk lainnya. Â Pembahasan yang di muat dalam al-Qur'an pun tak jauh berbeda dengan hukum-hukum yang ada dalam al-Qur'an, di mana ajaran yang ada dalam al-Qur'an juga terbagi dalam tiga hal, yaitu masalah-masalah kepercayaan, moral atau akhlak, dan fiqh. Kemudian ketiga hal ini lah yang nantinya menjadi ajaran dalam Agama Islam.
b. Sebagai sumber hukum Islam
Al-Qur'an dan literatur Islam tidak pernah menyebutkan hukum Islam sebagai sebuah istilah, dan istilah yang umum diketahui dalam ajaran Islam terkait aturan-aturan adalah syariah, fiqh, dan hukum Allah. Sedangkan istilah hukum Islam berasal dari kata Islami Law dalam literatur Barat, yang kemudian istilah ini menjadi populer dalam ajaran Islam. Sedangkan definisi sumber (hukum) dalam tinjauan KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) ialah segala sesuatu yang berupa tulisan, dokumen, naskah, dan sebagainya yang digunakan suatu bangsa sebagai pedoman hidupnya pada masa tertentu. Jadi sumber hukum Islam adalah asal atau tempat pengambilan hukum Islam.
Merujuk pada pendapat para ulama terkait sumber hukum Islam, mereka sepakat bahwa ada 4 sumber hukum dalam Islam, yaitu: al-Qur'an, hadis, qiyas, dan ijtihad. Â Namun, dalam beberapa sumber terjadi perbedaan terkait sumber hukum Islam, dimana kelompok tradisional yang mayoritas dari mereka adalah umat Islam mengatakan bahwa yang bisa dipakai untuk menentukan hukum Islam adalah al-Qur'an dan Sunnah, di samping itu ada ijma dan qiyas, dan kelompok revisionis Barat yang mayoritas dari mereka meyakini bahwa al-Qur'an adalah sumber utama hukum Islam. Namun, ketika mereka berbicara tentang hadis atau sunnah mereka berpendapat bahwa sebagian besar teks-teks hadis itu palsu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad. Alasan mereka karena pesatnya kemunculan hadis-haids yang semulanya tidak ada, dengan dalih common link.
Al-Qur'an sendiri menempati posisi pertama dalam sumber-sumber hukum Islam, dan yang paling penting diantara sumber-sumber lainnya. Oleh karena itu, pembahasan kali ini hanya akan di fokuskan kepada al-Qur'an sebagai sumber hukum utama dalam ajaran Islam.
Dalam al-Qur'an memuat hukum-hukum yang nantinya menjadi pegangan bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya, yang mana hukum tersebut meliputi semua aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu maupun anggota masyarakat dalam hubungannya diri sendiri, manusia lain, alam lingkungan maupun hubungannya dengan Tuhan. Â Ada tiga hukum yang termuat dalam al-Qur'an, yaitu:
a) Hukum-hukum I'tiqodi, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan akidah dan kepercayaan.
b) Hukum-hukum Akhlaq, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan tingkah laku atau budi pekerti.
c) Hukum-hukum Amaliyah, yaitu hukum-hukum yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan para mukallaf, baik mengenai ibadah, mu'amalah madaniyah dan maliyahnya, ahwalusy syakhshiyah, jinayat dan uqubat, dusturiyah dan dauliyah, jihad dan lain sebagainya.Â
c. Sebagai mukjizat terbesar
Dalam istilah al-Qur'an, kata mukjizat al-Qur'an lazim disebut sebagai I'jaz al-Qur'an yang dalam tinjauan segi bahasanya berasal dari kata kerja a'jaza, yang berarti melemahkan.  Kata melemahkan sendiri pada umumnya di pahami sebagai pelemahan  argumentasi terhadap orang-orang yang tidak ingin beriman kepada Allah.
Namun, perlu di pahami bahwa mukjizat sendiri memiliki kriteria-kriteria yang kemudian menjadi pembeda terhadap fenomena-fenomena yang terjadi pada saat itu, sehingga tidak memberikan ruang kepada orang-orang yang tidak ingin beriman kepada Allah. Adapun kriteria-kriteria menurut para ulama terbagi atas 5 hal, yaitu:
a) Mukjizat harus tidak bisa disanggupi oleh makhluk lainnya.
b)Tidak sesuai dengan kebiasaan dan tidak berlawanan dengan hukum Islam.
c) Mukjizat harus berupa hal yang dijadikan saksi oleh seorang yang mengaku membawa risalah ilahi sebagai bukti atas kebenaran dan kebesaran-Nya.
d) Terjadi bertepatan dengan pengakuan nabi yang mengajak bertanding menggunakan mukjizat tersebut.
e) Tidak ada seorang pun yang dapat membuktikan dan membandingkan dalam pertandingan tersebut.
Sebagian mengatakan bahwa kemukjizatan al-Qur'an terdapat dari sisi ontologisnya, di mana al-Qur'an sebagai kalam Allah adalah kemukjizatan itu sendiri . Namun, sebagian lain mengatakan bahwa aspek kemukjizatan al-Qur'an dapat di klasifikasikan menjadi 3 hal, yaitu:
a) Segi sejarah dan pemberitaan yang gaib
Surat-surat yang ada dalam al-Qur'an mencakup banyak informasi terkait hal-hal gaib. Kapabilitas al-Qur'an dalam memberikan informasi terkait hal-hal gaib seakan menjadi prasyarat utama penopang eksistensinya sebagai kitab mukjizat, diantara contohnya adalah:
1) Sejarah/kegaiban masa lampau
Al-Qur'an sangat jelas dan fasih dalam menjelaskan cerita masa lalu, seakan-akan menjadi saksi mata yang langsung mengikuti jalannya cerita, dan tidak ada satupun dari kisah-kisah tersebut yang tidak terbukti kebenarannya. Diantaranya adalah: kisah Nabi Musa dan Firaun, Ibrahim, Nabi Yusuf, bahkan percakapan antara anak-anak Adam.
2) Kegaiban masa kini
Diantara terbukanya niat busuk orang munafik di masa rasulullah, Allah berfirman:
"Dan diantara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Nabi Muhammad) dan dia menjadikan Allah sebagai saksi atas (kebenaran) isi hatinya. Padahal, dia adalah penentang yang paling keras." (Q.S al-Baqarah: 204)
3) Ramalan kejadian masa mendatang
Diantaranya ramalan kemenangan Romawi atas Persia di awal surah ar-Rum.
b)Aspek kebahasaan
Gaya bahasa yang digunakan al-Qur'an berbeda dengan gaya bahasa orang-orang Arab, sehingga membuat mereka kagum dan terpesona. Walaupun menggunakan bahasa Arab sebagai pengantarnya, kalimat demi kalimat mengandung unsur sastra yang sangat baik namun masih mudah di pahami tanpa mengurangi satupun misteri yang ada di dalamnya.
c. Aspek isyarat ilmiah
Salah satu keunikan mukjizat al-Qur'an adalah informasi-informasi yang terkandung didalamnya, kebenarannya pada tahun-tahun terakhir di buktikan oleh para ilmuan. Salah satu contoh contohnya adalah Teori Big Bang, yang menganggap bahwa seluruh planet ini awalnya satu, dan kemudian terpecah lalu membentuk bintang-bintang, planet-planet, bulan, matahari, dan sebagainya. Hal ini seperti yang diterangkan dalam Q.S al-Anbiya: 30
"dan apakah orang-orang kafir tidak mengetahui bahwa langit dan bumi, keduanya, dahulu menyatu, kemudian Kami memisahkan keduanya dan Kami menjadikan segala sesuatu yang hidup berasal dari air? Maka, tidakkah mereka beriman?."
Dari ayat di atas telah mengindikasikan adanya kesamaan antara Teori Big Bang dan firman Tuhan yang tertuang dalam al-Qur'an.
d. Sebagai kitab yang sangat istimewa
Al-Qur'an selain sebagai kalam Allah, al-Qur'an juga memiliki keistimewaan lainnya, yang kemudian membedakan al-Qur'an dari kitab-kitab sebelumnya. Salah satu keistimewaan al-Qur'an yang kerap kali kita dengar adalah terjaminnya keutuhan dan keasliannya, yang dalam pahaman umat Islam bahwa Allah sendiri lah yang menjamin keutuhan dan keasliannya. Â Seperti yang diterangkan Allah dalam Q.S al-Hijr: 9,
"Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur'an dan pasti Kami (pula) yang memeliharanya."
Jika merujuk pada pendapat para ahli, ada yang mengatakan bahwa keistimewaan al-Qur'an terdapat pada ayat-ayatnya yang seolah-olah memiliki kekuatan magic, yang sanggup mempengaruhi dan menghipnotis jiwa seseorang. Sehingga, kerap kali kita mendengar ataupun menemukan seseorang masuk Islam dikarenakan tak kuasa menahan getaran ruhani spiritualnya akibat mendengarkan lantunan ayat suci al-Qur'an. Â
D. Dorongan Untuk Mempelajari al-Qur'an
Adapun dorongan untuk mempelajari al-Qur'an adalah:
a. Dari segi religiusitas, al-Qur'an sebagai pedoman hidup yang nantinya menuntun hidup manusia menuju kebaikan, kebenaran, dan keselamatan.
b. Selain bernilai ibadah, bacaan al-Qur'an sangat berpengaruh besar bagi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual.
E. Perbedaan al-Qur'an Dengan Hadis dan Hadis Qudsi
a. Al-Qur'an
Seperti yang telah disebutkan diatas, bahwasanya al-Qur'an adalah bentuk mashdar dari qara'a, dengan demikian al-Qur'an berarti "bacaan". Â Kemudian kerap kali juga disebut sebagai kitab suci.
b. Hadis
Hadis secara bahasa adalah: sesuatu yang baru (al-Jadid), dan para ulama juga mendefinisikan hadis dari segi terminologi, yaitu: segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad Saw. baik ucapan, perilaku, ketetapan, dan sifat Nabi Muhammad.
c. Hadis Qudsi
Secara etimologi qudsi berasal dari kata qudus, yang artinya suci. Kemudian secara terminologi, yaitu: sesuatu yang dipindahkan dari nabi serta penyandarannya kepada Allah. Lantas penempatan qudsi terhadap hadis, dikarenakan hadis ini adalah firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad, kemudian Nabi Muhammad menerangkannya dengan redaksi sendiri.
d. Perbedaan
Dari definisi-definisi di atas, kita dapat mengambil sebuah kesimpulan akan perbedaan antara al-Qur'an, hadis, dan hadis qudsi. Di mana perbedaanya terletak pada konteks ketiganya, yang merujuk pada definisinya, tetapi terdapat perbedaan lainnya. Seperti perbedaan al-Qur'an dan hadis secara umum, yaitu: al-Qur'an selalu dinukil dalam bentuk kalam atau ungkapan kata, sedangkan hadis tidak. Al-Qur'an dilindungi oleh Allah sedangkan hadis tidak, oleh karena itu ada pemalsuan hadis. Perkataan, perbuatan maupun pembenaran dalam hadis itu merupakan ekspresi manusia, meski bersumber dari wahyu, berbeda dengan al-Qur'an yang merupakan kalam Allah. Kemudian perbedaan al-Qur'an dengan hadis qudsi, yaitu: al-Qur'an berlaku tantangan  kepada orang Arab untuk membuat yang serupa dengan al-Qur'an, dan al-Qur'an juga berlaku mukjizat sedangkan hadis qudsi tidak. Kemudian ketika membaca al-Qur'an itu bernilai ibadah, sehingga hukum membacanya bernilai pahala sedangkan hadis qudsi tidak.
F. Wahyu, Ilmu, dan Ilham
a. Wahyu
Wahyu adalah kata Masdar (infinitif). Dia menunjuk pada dua makna dasar, yaitu: tersembunyi dan cepat. Oleh karena itu, wahyu juga bisa dikatakan sebagai informasi yang tersembunyi dan cepat tanpa diketahui orang lain. Â Di mana wahyu memang hanya di peruntukkan kepada orang-orang tertentu saja tanpa diketahui orang lain.
b. Ilmu
Ilmu dari segi etimologi berasal dari bahasa Arab, Masdar dari 'alima-ya'lamu yang berarti tahu atau mengetahui, dalam bahasa Inggris ilmu dipadankan dengan kata science, sedangkan pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science umumnya diartikan ilmu tapi sering juga diartikan ilmu pengetahuan, meski secara konseptual mengacu pada makna yang sama.
c. Ilham
Ilham memiliki arti, yaitu intuisi atau inspirasi. Ilham sering dilihat oleh masyarakat umum sebagai panggilan untuk melakukan sesuatu atau menyerah.
 Wahyu yang di sampaikan malaikat kepada Nabi Muhammad bisa dikatakan bahwa Muhammad mendapatkan ilham dari malaikat, jadi bisa dikatakan bahwa ilham merupakan masalah-masalah pengetahuan hati. Kemudian yang menjadi pembeda antara wahyu dan ilham terletak pada jangka waktu terjadinya, wahyu hanya turun kepada Muhammad semasa kenabiannya, sedangkan ilham tidak terbatasi oleh kondisi tertentu seperti wahyu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H