Mohon tunggu...
Dian Kusumanto
Dian Kusumanto Mohon Tunggu... Insinyur - Warga Perbatasan

Berbagi Inspirasi dari Batas Negeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Defisit Pangan Indonesia

3 Februari 2025   04:22 Diperbarui: 3 Februari 2025   07:33 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Daging Sapi di Pasar (UMKM.com)

Indonesia masih mengalami defisit dalam beberapa komoditas pangan yang memerlukan impor untuk memenuhi kebutuhan domestik. Berikut adalah beberapa komoditas tersebut beserta volume defisitnya:

Kedelai masih impor (dok. Diperta)
Kedelai masih impor (dok. Diperta)
  1. Kedelai: Pada tahun 2022, Indonesia mengalami defisit kedelai sebesar 2,59 juta ton. 

  2. Bawang Putih: Defisit bawang putih pada tahun 2022 tercatat sebesar 366,9 ribu ton. 

  3. Daging Sapi: Pada tahun 2022, defisit daging sapi mencapai 134,35 ribu ton. 

  4. Gula Konsumsi: Defisit gula konsumsi pada tahun 2022 tercatat sebesar 234,69 ribu ton. 

  5. Beras: Pada tahun 2023, produksi beras Indonesia mengalami penurunan akibat fenomena El Nino, dengan luas panen turun menjadi 10,21 juta hektare, berkurang 2,2% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi beras total pada tahun 2023 tercatat sebesar 30,96 juta ton, lebih rendah 1,84% dibandingkan tahun 2022. Konsumsi beras pada tahun 2023 diperkirakan mencapai 30,62 juta ton, sehingga terjadi defisit sekitar 340 ribu ton. Untuk mengatasi kekurangan ini, Indonesia melakukan impor beras sebanyak 3 juta ton pada tahun 2023. 

Defisit pada komoditas-komoditas tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk penurunan produksi domestik akibat cuaca ekstrem seperti El Nino, keterbatasan lahan pertanian, dan peningkatan permintaan konsumsi. Untuk mengatasi defisit ini, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah seperti meningkatkan impor, memperluas area tanam, dan meningkatkan produktivitas pertanian.

Selain komoditas pangan yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia juga mengalami defisit impor pada beberapa komoditas lainnya. Berikut adalah beberapa di antaranya:

Gandum dan Tepung Gandum (Terigu)
Gandum dan Tepung Gandum (Terigu)
  1. Gandum: Indonesia sangat bergantung pada impor gandum untuk memenuhi kebutuhan domestik. Kebutuhan gandum nasional dipenuhi sepenuhnya melalui impor, dengan permintaan yang terus meningkat seiring waktu. Keterbatasan lahan dan kondisi iklim yang tidak mendukung pertanian gandum menjadi tantangan utama dalam upaya swasembada komoditas ini. 

  2. Daging Sapi: Meskipun upaya untuk meningkatkan produksi daging sapi domestik terus dilakukan, Indonesia masih mengimpor sekitar 30% dari kebutuhan daging sapi nasional. Keterbatasan sumber daya alam, seperti lahan dan pakan ternak, serta kebutuhan akan sapi perah yang tinggi untuk produksi susu, menjadi faktor yang memengaruhi ketergantungan impor daging sapi. 

  3. Susu: Kebutuhan susu di Indonesia sebagian besar dipenuhi melalui impor, dengan ketergantungan mencapai sekitar 80%. Keterbatasan jumlah peternak sapi perah dan tantangan dalam pemeliharaan sapi perah menjadi hambatan dalam meningkatkan produksi susu domestik. 

  4. Jagung: Meskipun produksi jagung domestik telah meningkat, Indonesia masih mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dan konsumsi manusia. Keterbatasan lahan dan infrastruktur pertanian menjadi tantangan dalam meningkatkan produksi jagung secara signifikan.

Daging Sapi di Pasar (UMKM.com)
Daging Sapi di Pasar (UMKM.com)

Ketergantungan pada impor komoditas-komoditas tersebut menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut dalam meningkatkan produksi domestik melalui peningkatan produktivitas, pengembangan teknologi pertanian, dan kebijakan yang mendukung sektor pertanian nasional.

Selain komoditas pangan yang telah disebutkan sebelumnya, Indonesia juga mengalami defisit impor pada beberapa komoditas lainnya, termasuk garam. Berikut penjelasannya:

Pembuatan Garam (dok. Willa Widiana)
Pembuatan Garam (dok. Willa Widiana)

Garam: 

Indonesia masih mengimpor garam untuk memenuhi kebutuhan industri, terutama untuk industri petrokimia, tekstil, dan klor-alkali. Pada tahun 2024, realisasi impor garam mencapai 2,04 juta ton, dan pada tahun 2023 tercatat 2,3 juta ton. Pemerintah berencana mengurangi volume impor garam industri menjadi 1,7 juta ton pada tahun 2025, dengan harapan dapat meningkatkan produksi garam domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor. 

Panen Jagung (dok. Diperta)
Panen Jagung (dok. Diperta)

Jagung: 

Meskipun produksi jagung domestik telah meningkat, Indonesia masih mengimpor jagung untuk memenuhi kebutuhan industri pakan ternak dan konsumsi manusia. Dalam periode Januari hingga September 2024, total impor jagung mencapai 967,9 ribu ton, dengan negara utama sumber impor adalah Argentina, Brasil, dan Pakistan. 

Gula Tebu (dok. diperta)
Gula Tebu (dok. diperta)

Gula: 

Indonesia masih mengimpor gula untuk memenuhi kebutuhan konsumsi domestik. Sepanjang Januari hingga September 2024, nilai impor gula mencapai US$2,14 miliar dengan volume 3.663 ton. Brasil menjadi negara importir gula terbanyak yang diterima Indonesia pada periode tersebut. 

Ketergantungan pada impor komoditas-komoditas tersebut menunjukkan perlunya upaya lebih lanjut dalam meningkatkan produksi domestik melalui peningkatan produktivitas, pengembangan teknologi pertanian, dan kebijakan yang mendukung sektor pertanian nasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun