Allah sebagai Cahaya Langit dan Bumi dapat diibaratkan seperti matahari sebagai sumber utama energi dan kehidupan, menunjukkan bahwa Allah adalah sumber segala keberadaan, baik fisik maupun spiritual.
Perumpamaan misykt, mib, dan zujajah menggambarkan bagaimana hati manusia dapat berfungsi sebagai wadah cahaya Ilahi, sama seperti bagaimana optik modern menggunakan prisma dan serat optik untuk menangkap dan menyalurkan cahaya.
Cahaya di atas Cahaya (Nr 'ala Nr) dalam sains mirip dengan superposisi gelombang elektromagnetik, yang menunjukkan bagaimana dua lapisan cahaya dapat memperkuat satu sama lain, sebagaimana wahyu dan akal bekerja bersama untuk menghasilkan pemahaman yang lebih tinggi.
Minyak zaitun yang hampir menyala sendiri mencerminkan reaksi kimia spontan, yang menggambarkan bagaimana hati yang bersih dapat menerima hidayah dengan mudah tanpa banyak dorongan eksternal.
Peran Nabi Muhammad sebagai medium penyebaran cahaya Ilahi dapat dianalogikan dengan serat optik dalam teknologi modern, yang mengantarkan cahaya dengan murni dan tanpa gangguan.
Dengan memahami ayat ini melalui perspektif ilmu modern, kita semakin menyadari bahwa Al-Qur'an tidak hanya memiliki makna spiritual yang dalam, tetapi juga memiliki hubungan erat dengan hukum alam dan ilmu pengetahuan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI