Banyak orang ingin jadi penulis terkenal, agar bukunya dicetak, dipajang di rak toko buku, atau mendapatkan lebel prestasi Best Seller dan sebagainya. Tapi saya, hanya ingin menulis dan membaginya tanpa harus mendapatkan semua itu.Â
Seharunya menulis adalah sebuah kesadaran bukan keterpaksaan. Para intelektual muda dalam setiap jenjang generasi memiliki kemampuan untuk menulis, itu pasti.
Hanya saja menulis zaman sekarang seperti harus berhadapan dengan banyak aturan dan syarat-syaratnya sebagai sebuah legitimasi keabsahan menjadi seorang penulis.
Kalau ada yang menulis dan ingin terkenal dengan dilegalkan tulisannya menjadi buku cetak, maka secara tidak langsung menulis adalah suatu praktik monopoli penulis itu.
Tetapi, jika menulis adalah kebebasan berekspresi, maka menjadi penulis tidak harus mendapat lebel formal sebab menulis itu bagian dari kegiatan keilmuan yang harus dikembangkan.Â
Seperti yang kita tahu, dunia literasi bukan hanya menulis semata, membaca juga bagian daripada dunia literasi yang harus dikembangkan.
Di sini, saya ingin menulis sedikit hal tentang "Menulis". Rendahnya minat orang untuk menulis karena kurangnya motivasi dan terlebih nya adalah perihal kesadaran. Hal ini membuktikan bahwa menulis dan membaca adalah potensi diri, kemampuan dalam diri yang harus didorong, dipacu dengan sebuah metode untuk dapat bergerak dan memulainya.
Tantangan terbesar di dunia literasi dalam hal ini menulis adalah memulai. Banyak orang tidak dapat memulai sebuah tulisan, hanya karena berbagai kendala terutama selain keberanian, orang-orang juga terdorong dengan tekanan oleh sejumlah syarat sebagai legalitas untuk bisa menulis dan menjadi penulis.Â
Dalam sebuah artikel Perpusnas.go.id dengan "Tema Kondisi Darurat Buku Di Indonesia" mengemukakan data tahun 2022, buku cetak di Perpustakaan, Perpusnas atau Perpus Daerah jumlahnya mencapai 2.939. 008 eksemplar. Secara Nasional menurut data BPS 2020 dan Kajian Penerbitan, jumlah terbit sejak 2015-2020 mencapai 404.037, angka ini dianggap masih minim.
Hal ini merupakan indikator, bahwa penulis di Negara kita masih sangat lah minim. Entah karena minat menulis menjadi berkurang atau bahkan sebaliknya, minat baca menjadi indikator utama minimnya cetakan buku di Indonesia?, entahlah.
Masalahnya, kurang lebih 2 juta eksemplar buku yang dicetak penerbit dan masuk di setiap Perpusnas dan Perpus Daerah sepertinya terdapat kekurangan buku motivasi. Bagaimana pun, orang-orang yang ingin menulis harus memulainya dari membaca, melihat video literasi dan sebagainya sebagai sumber utama.Â
Jika pun demikian, maka kekurangan buku bukan hanya menjadi masalah kekurangan minat penulis, tetapi selain itu juga orang-orang tidak lagi memiliki minat untuk membaca buku cetak di Era yang terkenal dengan perkembangan teknologi ini.
Memang benar kata sejumlah tokoh dan mereka yang telah banyak menyumbang pemikiran kritis dan mengedukasi setiap generasi dalam lintasan masa hingga saat ini, satu hal yang mereka lakukan adalah menulis.Â
Menulis pada umumnya dapat kita definisikan sebagai aktivitas mencurahkan isi kepala dalam sebuah media, atau menuangkan gagasan berupa sejumlah ide-ide brilian baik itu tentang perjalanan hidup, ekonomi, tokoh-tokoh, kejadian di lingkungan sosial, konflik atau hal menarik lainnya.
Banyak orang telah menaruh dengan sungguh-sungguh konsentrasi pada sebuah tulisan mereka hingga tulisan bisa di rampung menjadi sebuah buku yang populer di kalangan pembaca, atau menjadi materi-materi penting yang tersusun rapi di rak setiap Perpustakaan di sejumlah tempat di Negeri ini.Â
Artinya, setiap orang berhak untuk menulis. Hemat saya, menulis adalah kebebasan. Hingga saat ini, kita masih mendapatkan banyak hal dari membaca setiap tulisan yang melintasi media masa dan juga buku-buku yang ditulis oleh para pegiat literasi.
Tidak dipandang perlu, menulis di dunia modern seperti ini bukan lagi sebagai tujuan utama, bahkan bukan merupakan sebuah cita-cita yang harus dicapai oleh setiap orang. Tetapi, setidaknya menulis memiliki manfaat dua sisi, baik itu untuk pembaca dan si penulis.Â
Setiap tulisan yang kita baca memiliki gagasan dari ide yang berbeda, itulah mengapa menulis menurut saya merupakan kekayaan sesungguhnya yang harus setiap orang miliki.Â
Olehnya, saya sekedar mengulas sedikit tentang betapa pentingnya menulis di Era Modern untuk menjaga pikiran, terlebih lagi dapat memberikan kemanfaatan bagi kita sebagai penulis atau pembaca dan generasi baru sebagai calon pembaca.
Penulis yang menulis sebuah tulisan dengan kalimat yang efektif dapat menjangkau pikiran pembaca dengan mudah atau sebaliknya.Â
Tulisan dengan berbagai genre, gaya bahasa dan perspektif yang didasari pada berbagai referensi yang dimiliki oleh penulis membuat sebuah tulisan menjadi sangat berisi jika itu bertujuan untuk menyampaikan sebuah informasi.
Tulisan dalam perspektif dunia literasi terdapat banyak genre, tergantung siapa yang membacanya. Pembaca akan menyesuaikan dengan kesukaan atau hobi dia dalam mencari informasi dari setiap tulisan yang dia baca.Â
Kita kembali lagi dengan ihwal menulis. Menulis, jika kita mengacu pada pemikirannya Hargrove, menulis itu merupakan sebuah penggambaran, sebuah pikiran dan gagasan yang dituangkan oleh seseorang.
Sedikit berbeda dengan Hargrove, Dalam Terampil Mengarang (2002) The Liang Gie mengemukakan bahwa menulis itu awalnya dimulai dengan huruf, angka dan seterusnya menggunakan tanda bahasa yang dituangkan dalam sebuah media tulisan.Â
Dari dua pendapat ini, bisa kita simpulkan bahwa menulis merupakan sebuah aktivitas seseorang dalam mendistribusikan argumennya menjadi tulisan dalam sebuah media.Â
Terkait argumentasi ini, saya mengutip pemikiran Atmazaki  dalam Kiat-Kiat Mengarang dan Menyunting (2009) menyebutkan bahwa argumentasi adalah kemampuan berbahasa dengan tepat untuk menyampaikan sebuah informasi kepada pendengar atau pembaca.
Narasi-narasi sebuah tulisan yang deskriptif tidak terlepas dari gagasan dan ide-ide yang yang disampaikan si penulis dengan diksi yang sederhana, dengan sendirinya membuat pembaca dapat menerima inti dari pesan yang penulis sampaikan.Â
Saya teringat dengan sebuah note di feed media sosial yang sangat besar memiliki pesan positif untuk siapa saja yang hendak menulis. Bunyinya seperti ini " Menulis itu sederhana dan simpel, sesimpel kita ngomong setiap hari".
Menurut saya, pesan dalam feed media sosial dalam bentuk gambar quotes ini memiliki makna yang luar biasa dalam. Saya sangat yakin, bahwa quotes demikian pasti dihasilkan dari seorang penulis andal, sebab sangat syarat makna. Meskipun bagi saya, menjadi seorang penulis tidak sesusah perspektif orang umum.Â
Penulis tidak harus melegalkan tulisannya dalam sebuah buku, jika orang yang menulisnya punya pandangan yang berbeda. Banyak orang hanya melihat bahwa identitas seorang penulis akan dapat dilegalkan jika dia sudah menerbitkan sebuah buku, atau bahkan banyak buku di media percetakan manapun di Negeri ini.
Keliru, hal semacam ini jika dilihat lebih jauh memiliki perspektif yang sedikit keliru, sebab tidak semua orang memiliki ide dan gagasan yang sama untuk disumbangkan kepada setiap pembaca yang mau menerima gagasannya.Â
Di konteks ini, iya kalau kita bicara dalam tataran asas manfaat. Sebagian orang menulis dan menjadikan buku-buku mereka (komersial) yang isinya gagasan dan ide-ide hasil dari perkawinan pengetahuan dan ilmu yang mereka belajar.
Kekeliruan yang saya maksud adalah adanya perbedaan antara orang yang menulis dengan ikhlas dan menulis dengan tujuan komersialkan ilmu pengetahuan. Tetapi, saya sendiri tidak diajarkan untuk komersialkan pengetahuan apalagi dalam bentuk tulisan yang dilegalkan dalam sebuah buku cetak. Saya lahir dari lingkungan yang mengajari tentang tidak diperbolehkan menjual ilmu.
Perbedaan antara menulis dengan tujuan komersil kan ilmu dan menulis dengan ketegasan serta keikhlasan berbagi pengetahuan atau curahan gagasan dan ide-ide kepada pembaca dapat kita temukan di banyak tempat.
Legalitas menulis adalah mencetak buku sangat menyeramkan bagi saya, logikanya benar-benar menakutkan. Ini sebenarnya sebuah problem yang harus di klirkan oleh kita semua.Â
Hal ini, menjadi ketakutan besar di lintas generasi baru. Bahwa wajib memiliki lebel sebagai seorang penulis adalah harus mencetak buku membuat pemikiran akan generasi baru terkungkung, terjebak dalam rentetan ketakutan seakan-akan dunia atau orang-orang hanya akan mengenal seorang penulis dengan mencetak buku, begitu pemikirannya.
Hal selanjutnya, menulis bagi saya adalah ukiran-ukiran kecil yang akan menumpuk menjadi sebuah sejarah besar dalam setiap kehidupan. Saya pernah diajak oleh beberapa kawan untuk menulis buku, awalnya sangat-sangat tertarik dengan ajakan tersebut untuk melakukan hal itu dan selanjutnya membuat kesepakatan.Â
Tetapi, belakangan ini setelah dipikir-pikir, menulis buku dengan tujuan mencetaknya lalu menjual ke publik sama hanya dengan komersialisasi ilmu dan pengetahuan. Bukan berarti saya tidak sepakat dengan penulis-penulis yang bukunya sudah dicetak dan jual ribuan eksemplar.
Hal utama yang perlu ditegaskan adalah setiap orang yang menulis memiliki tujuan yang berbeda, disinilah letak perbedaan yang sangat mencolok ketika saya menolak beberapa kawan yang pernah mengajak beberapa waktu lalu untuk merampungkan tulisan dalam buku cetak.Â
Substansinya, tujuan saya menulis adalah untuk berbagi kepada setiap pembaca dengan ikhlas apa yang saya dapat, apa yang saya punya meskipun saya memperolehnya tidak dengan cara yang gratis.
Begini, saya tujuan lebih atau tidak mau menciptakan gelembung kecil pro kontra soal pandangan menulis ini. Menulis bagi saya bukan keterampilan dasar melainkan imbas dari menumpuknya ide dan gagasan dalam kepala. Saya tidak menulis untuk membangkitkan emosi pembaca semata, tidak juga menuntut untuk semua yang ditulis harus diterima oleh pembaca.Â
Kalau menulis merupakan bakat, saya pikir berbagai media sosial isinya patung dan gambar - gambar hidup, sebab banyak orang tidak memiliki bakat untuk menulis atau jadi penulis.
Justeru karena menulis merupakan dasar dari tindakan dari pengetahuan dan ilmu yang dia dapat sehingga mendorongnya untuk menyampaikan kepada orang lain, meskipun itu hanya dalam bentuk kata - kata pendek, puisi, cerpen atau jenis tulisan lainnya.Â
Jadi, hingga saat ini di media sosial masih dikerumuni tulisan pendek atau sejumlah kata bergambar yang berseliweran, itu tandanya semua orang punya kemampuan untuk menulis. Sekali lagi saya tegaskan bahwa menulis itu kebebasan.
Dengan kata lain, saya tidak sependapat jika mengatakan bahwa menulis merupakan bakat. Bagi saya, keterampilan dasar setiap manusia yang belajar adalah mampu menulis dan membaca. Berarti substansinya menulis adalah kemampuan memberikan manfaat kepada pembaca tanpa harus diasah seperti bakat untuk merebut prestasi dan atau melegalkannya dalam bentuk buku cetak dan sebagainya.
Saya pikir menulis ini merupakan bagian dari komunikasi setiap manusia yang berkesempatan untuk belajar, sama halnya seperti membaca.Â
Artinya, seseorang bisa menulis dengan baik dan benar kaidah-kaidah nya seharusnya dia melewati tahapan bersekolah untuk dapat mentransformasi ide dan gagasan tersebut. Menulis sama halnya dengan menggambar, siklus orang-orang berbagi informasi dengan mengharapkan manfaat dari tujuan tertentu.
Menulis, hemat saya adalah tranformasi gagasan dan ide-ide. Menggambar pun demikian, tujuannya menyampaikan sebuah gagasan kepada orang lain yang dia dapat dengan berbagai cara.Â
Barangkali, orang-orang memikirkan bahwa menulis memiliki definisi yang kuat, sehingga menjadi penulis harus melewati berbagai syarat tertentu. Padahal, saya melihat semua tulisan pada umumnya dan maknanya yang terkandung adalah sebuah tujuan untuk menyampaikan sejumlah manfaat dari ide-ide dan gagasan yang dia miliki kepada pihak yang membutuhkan (Pembaca).
Pada prinsipnya, tidak ada lagi perbedaan antara penulis legal dan ilegal jika pikirannya yang kita pakai adalah seperti demikian saya sebutkan di atas.
Artinya, sepintar dan sebisa apa pun kemampuan kamu menulis sesuatu jika itu tidak dibutuhkan oleh pembaca, tidak dibutuhkan oleh orang-orang, maka sejauh itu pula tidak terkandung asas manfaat di dalam setiap tulisanmu, kira-kita demikian logikanya.Â
Secara tidak langsung, setiap kita yang menulis pasti tidak sadar bergulat dengan rincian ide dan gagasan yang kita konsumsi dari berbagai media informasi. Selanjutnya, penulis merumuskan dan meneruskan nilai-nilai sebagaimana prinsip hidup sebagai manusia pada umumnya kepada pembaca melalui tulisan mereka.
Kita harus melihat banyak sisi ketika menulis, baik asas manfaatnya dan juga tujuannya. Jika pun itu diabaikan, sama saja dengan kita menulis hanya sebagai pengingat atau lonceng yang berdering untuk mengingatkan keseharian kita di rumah. Benar, kalau semua orang yang menulis akan objektif,bahkan juga bisa subjektif dalam melihat arus informasi yang melintasi di hadapannya.Â
Tetapi menulis juga, merupakan media penyampaian informasi berdasarkan syarat data dan alat-alat yang mendukung untuk tujuan penyampaian informasi. Sebagai legalitas informasi yang akurat.
Secara jelas kita melihat syarat sebuah tulisan formal memiliki tahapan - tahapan serta dasar gagasan yang kuat, yang lebih rinci lagi dengan menggunakan sejumlah metode analisis tertentu dan bahasa maupun tanda baca yang baku.Â
Akuratnya sebuah tulisan tidak hanya diukur dengan berapa banyak buku yang dicetak, berapa artikel yang terbit di media masa atau blog setiap hari. Kita bisa melihat akurasinya sebuah tulisan yang valid ketika tulisan itu dapat dibaca dan diterima oleh pihak pembaca tanpa harus menuntut mereka untuk mengakuinya sebagai sebuah hasil perkawinan ilmu dan pengetahuan berupa gagasan atau ide-ide.
Teknis dari menulis sering dipermasalahkan saat ini oleh banyak pihak karena harus melewati tahapan cetak buku atau terbitan media masa ternama, syarat ini sebagai legalnya. Sebenarnya menulis tidak se-susah yang dibicarakan oleh banyak pandangan. Hanya saja, syarat-syarat tertentu dan menakutkan yang melegitimasi pemikiran umum tentang apakah kita yang terbiasa menulis dengan bebas seperti ini bisa disebut sebagai seorang penulis atau tidak, itu endingnya.
Sekali lagi, menulis tidak merupakan bakat tetapi lebih kepada kemampuan seseorang yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan. Bahasa tulis yang kita sebut tulisan bahkan lahir dari berbagai sumber yang bukan bahasa tulis itu sendiri. Konsep dasar seorang bisa menulis adalah informasi, bukan legalitas sebagai syarat menulis tadi.Â
Berkualitas atau tidaknya sebuah tulisan, tentu memiliki dasar secara sistematis yang dia sampaikan, baik itu penjelasan akan sesuatu, atau menginformasikan sesuatu atau bahkan menyelipkan nilai-nilai edukasi sebagai syarat mutu dari apa yang telah penulis sampaikan.
Tujuan saya menulis sejauh ini untuk menyampaikan informasi, berbagi dengan ikhlas, terkadang menulis untuk membunuh rasa lelah dan jenuh atau bahkan saat emosi diri tidak terkontrol. Tidak banyak teori menulis yang saya pelajari, sebab tidak ingin menjadi penulis terkenal.Â
Menulis bagi saya adalah menempatkan posisi kita pada catatan sejarah dalam era modern yang terkenal dengan era digitalisasi. Tulisan yang terus hidup tidak hanya milik penulis terkenal, tetapi bisa datang dari penulis kelas teri yang menyampaikan informasi bermanfaat dengan ikhlas kepada semua orang tanpa memikirkan nilai komersialisasi dari tulisan yang dia buat.
Sebelum menutup tulisan ini, sekali lagi sebagai pengingat bahwa menulis punya sisi terampilnya sendiri, dengan tujuan untuk mendistribusikan kemampuan dan segudang manfaat kepada orang lain.Â
Secara formal untuk bisa menulis kadang orang terkooptasi dengan metode awal menulis sebagai syarat, bahwa observasi dan wawancara serta syarat legitimasi lainnya adalah langkah untuk memulai sebuah tulisan. Padahal sejauh ini, banyak orang menulis berbagai hal tanpa melewati tahap-tahap itu sebagai dasar formal untuk bisa menulis.
Menulis hemat saya, adalah sebuah ekspresi untuk menyampaikan tujuan informasi. Jika kita feedback lagi beberapa tahun belakangan, konflik kadang terjadi bukan lagi face to face, pemicu konflik sering terjadi di lingkungan kita karena sebuah tulisan bahkan tulisan yang sangat pendek sekalipun.
Orang-orang saling menyerang dengan meluncurkan tulisan di sejumlah media masa dan media sosial pribadi, baik itu tujuan untuk saling menyerang atau bahkan sebagai tujuan kritis  dan lainnya.Â
Jadi menulis adalah alat ekspresi yang paling masif di era modern seperti ini, tentunya menulis itu kebebasan ekspresi. Kebebasan yang tetap mengacu pada kaidah dan nilai-nilai sebuah aturan yang berlaku di tempat tertentu.
Kekuatan pengetahuan dan pengalaman dari apa yang kita dapat akan lebih berguna, lebih bermanfaat jika kita berbagi dalam bentuk tulisan atau gambar. Jangan terperangah dengan syarat-syarat tulisan formal, jangan terlalu takut untuk menulis.Â
Jelasnya, suatu penyampaian yang menarik akan menjadi permata di hati pembaca meskipun kita bukanlah penulis yang dilegalkan dengan mencetak buku. Menulis saja, tulisan-tulisan akan menjadi warisan sejarah untuk generasi. Buku-buku akan hilang, sekolah-sekolah akan rusak, guru-guru tidak lagi mengajar tetapi tulisan-tulisan kita akan terus hidup sepanjang zaman.
Pada prinsipnya, menulis adalah membuat rekam jejak digital dan juga sebagai perjalanan sejarah tentang diri sendiri. Dengan sendirinya, kita akan melewati dimensi waktu dengan tulisan-tulisan yang kita punya.Â
Bagi saya, aktivitas menulis karena otak saya tidak mampu merekam semua jejak perjalanan yang saya lakukan. Dengan menulisnya, tanpa harus menceritakan kepada orang lain, juga dengan sendirinya cerita-cerita kita akan dikenal dan dikenang oleh siapa saja yang sempat membaca tulisan kita.Â
Sebuah tulisan memiliki ruh yang abadi sepanjang masa jika masih orang yang membacanya. Kalau topik tulisan kita bersinggungan dengan kenyataan hidup yang dialami pembaca, yakin dan percaya bahwa ruh dari.tulisan kita akan hidup abadi dalam kepala pembaca.
Demikian, jika tulisan ini menyinggung hati maka ini hanyalah tulisan semata. Kalau tulisan ini dapat memberikan manfaat, itulah kaidahnya berbagi dal bentuk tulisan yang orang-orang menyebutnya bahasa tulis (menulis).
"Menulis saja semua hal yang kamu tahu, sebab tulisan-tulisan terus abadi dalam isi kepala setiap orang (manusia) yang membacanya"
Salam hormat, untuk semua kompasianer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H