Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tak Ada Firasat Kopi di Saku Celana Perempuan Penyeduh Kopi (Bukan Ontologi Rasa)

12 Februari 2023   14:05 Diperbarui: 12 Februari 2023   17:12 562
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ternyata, beginilah firasat kopi itu bekerja. Seperti saya sebutkan di  atas, bukan perihal teknik atau pengalaman beberapa tahun bekerja menyeduh kopi. Tetapi lebih kepada membaca realitas dan rentan usia, sebagai ukuran penyajian kopi yang sempurna. Hal ini di lakukan oleh si barista penyeduh kopi untuk kakek, yang di ceritakan pada kami dalam kelas tambahan waktu itu. Lalu, apa yang di lakukan barista?

Barista itu mengambil kurang lebih dua sendok serbuk kopi, bisa jadi takaran kopi biasanya sudah disepakati antara barista dan si kakek. Tetapi, kali ini ada sedikit perbedaan. Kakek tidak bisa menghabiskan berjam-jam untuk bersantai  sambil membaca wara wiri berbagai hidangan informasi baru di surat kabar.

Dia harus melanjut sebuah perjalanan berkunjung ke rumah kerabatnya, dan membutuhkan secangkir kopi yang diseduh dengan cepat. Barista, melakukan pekerjaan ini pun merasa dan tahu bahwa ini tidak seperti biasanya. Tidak aneh, tidak ada yang berubah dengan hal minum kopinya si kakek. Tetapi, terlihat sangat buru-buru.

Langkah pertama adalah, barista mengambil air panas dengan suhu yang tinggi dan menyeduh kopi si kakek. Kembali pada kata si kakek tadi "Membutuhkan secangkir kopi, sedikit lebih cepat" karena ada perjalanan setelah ini.

Ternyata yang di lakukan barista, takaran kopi diseduh dengan menggunakan air panas sebagaimana biasanya, dia celupkan sebuah sendok adukan, lalu mengaduknya dengan hitungan. Pertanyaannya, mengapa barista harus menghitung adukan pada sebuah cangkir kopi?

Nah, di sinilah firasat kopi bekerja secara maksimal tanpa kita sadari. Tapi, saya pikir ini belum juga memenuhi rasa penasaran saya terhadap pengetahuan barista tentang perasaan penikmat yang berbeda-beda setiap waktu.

Kurang lebih 30-50 adukan dengan sebuah sendok di dalam cangkir yang berisikan kopi. Ini juga bukan perihal terbuat dari bahan apa sendok yang dipakai barista itu. Ada 3 kemungkinan bahan sendok makan terbuat dari besi putih (karena cepat mengurangi suhu panas yang tinggi), stenlis atau alumunium.

Jelasnya, disini barista punya cara untuk menyajikan kopi dengan teknik tercepat untuk seorang kakek. Menurut si barista, 30-50 adukan adalah cara yang maksimal bukan untuk rasa kopi, tetapi lebih kepada perspektif menjaga firasat kopi dalam hal ini, antara barista dan si kakek (yang sudah akrab) dan pemilahan penyajian berdasarkan usia.

Alasannya, 30-50 adukan bukan untuk rasa kopi tetapi untuk membuat kopi sedikit lebih dingin sesuai penikmat  seusia si kakek, plus alasan kakek yang buru-buru melanjutkan perjalanan lagi. Faktor lain,  karena suhu air yang dipakai terlalu panas untuk mematangkan serbuk kopi.

Saya pelajari firasat kopi dari si barista ini membuat saya pangling setiap minum kopi, dan memikirkan hal yang sama dilakukan barista pada kakek dalam sebuah analogi yang disampaikan dosen saya itu. Selain itu, saya juga membaca artikel tentang para tokoh dunia yang candu dengan kopi. Salah satunya seorang Writer, philosopher and playwright terkenal asal Perancis dia adalah Tokoh Dunia yang tergila-gila dengan kopi.

Yap, Voltaire namanya, dirinya diketahui mengkonsumsi 40 sampai 50 cangkir kopi dalam sehari. Ini hal yang sangat gila, saya tidak segila yang dilakukan para tokoh dunia ini. Tetapi, jelasnya masih mungkin ada yang lebih gila melebihi kegilaan Voltaire terhadap kopi, ini lebih pada kegilaan menikmati rasa kopi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun