Dari kejauhan, seorang gadis belia, manis orangnya dari cara pemilihan warna kaos oblong dan jeans biru dongker yang dia pakai
Aku melihatnya, mata ini tak menoleh kemanapun, hanya karena terlalu focus aku sudah lupa Kalau aku mulai menghilangkan suara riak angin dipantai, digantikan bayangan-bayangan si gadis ini
Dan benar, Aku ternyata semakin melarutkan diri dalam bayangan tersebut. Membayangkan dia adalah si Jingga yang aku maksud
Begitulah ketika aku sudah mulai menuruti kata hatiku, kedamaian yang aku rasakan membuat diriku lebih tangguh dan kuat, aku rasa mereka tak pernah merasakan hal yang sama
Aku menarik nafas dalam-dalam, melambungkan kelangit asap tembakau, dan kembali melihat bahagia itu tertuang dalam cangkir kopi pahit yang sedari tadi menunggu bibir menyerputnya
Padahal aktivitas aku seperti ini, bukan menunggu senja seperti yang mereka maksud, aku memang pengagunm jingga tapi tidak seerotis yang mereka tau
Aku kesini hanya benar-benar ingin menikmati kopi dan mendinginkan suasana masa lalu tentang beberapa lembar kenangan yang menuju usang dalam isi kepala, harus disudahi.
Kata orang, begitu senja pergi, akan ada hati yang terluka. Ah, senja sebenarnya tidak sekejam itu, kalau mereka melihat lebih jauh tentang banyak warna dengan limpahan keindahan yang menjadikan sore itu indah
Tetapi, si jingga sudah mulai terlihat, menampak senyuman manis dan mungil sisela-sela kumpulan awan hitam diatas garis air laut. Seperti isyarat aku harus ikut kembali meninggalkan dunia imajinasi yang terlalu rawan untuk keadaan hati
Kopi pahit, aku seruput berulang kali, dengan cepat ibarat rindu menerajang dengan deras kedalam hati. Begitulah cara aku menyeruputnya.
Matahari benar-benar hilang menuju malam, dari garis air laut, nampak jingga meninggalkan sisa keindahan yang terbentang membentuk beberapa baris luka yang riuh di hati orang-orang yang terlalu kuat berharap tentang mencintai dengan ikhlas dan mudah