Mohon tunggu...
Hairil Suriname
Hairil Suriname Mohon Tunggu... Lainnya - Institut Tinta Manuru

Bukan Penulis.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Menilik Lajunya Pengangguran Indonesia dari Klasifikasi Kemampuan dan Kualitas Tenaga Kerja (Part I)

23 Maret 2021   19:40 Diperbarui: 23 Maret 2021   20:59 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenaga kerja, merupakan komponen utama penggerak ekonomi suatu negara, bisa dibilang salah satu komponen penggerak ekonomi yang paling berpengaruh pada suatu negara adalah tenaga kerja.

Orang-orang yang melibatkan langsung dirinya dalam melakukan proses produksi baik itu barang atau jasa untuk sebagai penggerak ekonomi suatu negara/daerah disebut tenaga kerja.

Tenaga kerja ini jelasnya memiliki perbedaan alias tidak sama secara klasifikasinya. Diukur dari klasifikasi, jelasnya tenaga kerja akan dibedakan dari yang berkualitas dan tidak berkualitas sebagai klasifikasi. Letak problem utama dalam dunia ketenagakerjaan. Dari klasifikasi inilah, perbedaan antara clas dalam dunia kerja berdasarkan jenis dan permasalahan akan terlihat sangat mencolok dan tidak dapat dihindari.

Kita ulas sedikit tentang tenaga, tenaga kerja ini adalah orang-orang atau individu yang melakukan suatu pekerjaan di suatu tempat, oraganisasi dll dll.

Tenaga kerja terdiri dari penduduk yang berada dalam usia kerja, rentang usia kerja adalah 18 sampai 64 tahun. Di sinilah letak perbedaannya yang kita temui, secara konseptual, tenaga kerja terlihat sangat berbeda karena klasifikasi yang bisa dibilang sebagai clas tenaga kerja. Dari perbedaan ini, penulis lebih tertarik menilik masalah kualitas tenaga kerja dan kemampuan sebagaimana tema yang penulis pakai.

Kedua aspek ini juga mendorong banyak analis melakukan kerja keras untuk mengetahui berbagai kendala baik dalam kesempatan kerja dan tenaga kerja yang dibutuhkan oleh setiap negara atau daerah. Dua aspek di atas dihimpun dalam status kerja yang selama ini menjadi problem di banyak negara, termasuk negeri kita sendiri.

Penulis beranggapan bahwa menulis perkara tenaga kerja dan permasalahannya merupakan hal menarik, meskipun masih jauh dari kesempurnaan pembahasaan atau metode analisis yang digunakan masih jauh dari semestinya. Setidaknya dengan sedikit uraian yang menurut penulis adalah sebuah kejanggalan kalau banyak orang berpikir tentang klasifikasi tenaga kerja bukanlah satu masalah yang rumit dan biasa-biasa saja.

Klasifikasi tenaga kerja menurut hemat penulis, juga merupakan salah satu factor yang mendorong lajunya pengangguran Indonesia. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data dan banyak yang telah menulis terkait persentase pengangguran semenjak lima tahun terakhir hingga tahun 2020.

Di laman resmi BPS yang dirilis pada 2020-11-05 : [REVISI per 18/02/2021] Agustus 2020: Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 7,07 persen. Kalau beranggapan bahwa klasifikasi tenaga kerja bukan merupakan satu dari sekian banyak factor pendorong lajunya tingkat pengangguran, lalu factor apalagi?

Ada asumsi bahwa pengangguran terjadi disebabkan banyak factor dan bukan soal klasifikasi tenaga kerja, tidak jadi masalah sebab itu pengkajian mereka. Sejauh yang menurut hemat penulis selain upah buruh yang menjadi masalah utama, apalagi di masa pendemi covid-19 ini

Kita lihat selain kalsifikasi, rata-rata upah buruh berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2020 sebesar 2,76 juta rupiah per bulan. Ini pun diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin tenaga kerja. rata-rata upah buruh laki-laki sebesar 2,98 juta rupiah dan rata-rata upah buruh perempuan sebesar 2,35 juta rupiah.

Sedangkan untuk rata-rata upah buruh tertinggi berada di kategori Pertambangan dan Penggalian, yaitu sebesar 4,48 juta rupiah, sedangkan terendah berada di kategori Jasa Lainnya, yaitu sebesar 1,69 juta rupiah. Dari klasifikasi upah buruh tersebut berdasarkan klasifikasi tenaga kerja bisa dibilang lumayan besarlah.

Tapi pernahkah kita berpikir tentang tenaga kerja yang diklasifikasikan tadi? Tidak pernah kan?. Persentase tahun ke tahun upah buruh bisa turun, tetap atau bahkan naik, hal ini juga di tentukan berdasarkan psikologi ketahanan ekonomi negara dalam arti pendapatan negara jauh lebih besar sehingga dapat membayar gaji seluruh buruh atau tenaga kerja yang jam kerjanya maksimal menurut standar kerja.

Bagaimanapun, tenaga kerja yang telah diklasifikasikan tadi akan merasakan dampaknya yang sangat luar biasa. Kalau tenaga kerja yang berkualitas menurut klasifikasi tidak menggap ini sebuah masalah, yah karena menereka menerima upah kerja berdasarkan standar upah dimasing-masing daerah tempat mereka kerja.

Problemnya adalah tenaga kerja alias buruh yang secara klasifikasinya sebagai buruh kelas bawah jika dilihat dari kemampuan dan kualitas pekerja. Karena menurut mereka jika standar upah di terapkan berdasarkan klasifikasi, sudah barang tentu aja juga tenaga kerja yang akan dikelompokkan menjadi Tenaga Kerja Terdidik dan Tenaga Kerja Tidak Terdidik. 

Dokter, Guru, Arsitek, Dosen dan sejumlah tenaga kerja terdidik yang jelas membutuhkan tahapan Pendidikan formal untuk profesi bidang kerjanya. Tenaga kerja yang terdidik ini memperoleh kemampuannya dalam suatu bidang tertentu, dan dalam dunia kerja standar upahpun tentunya dijamin setara dengan kemampuan mereka yang formal.

Bagaimana dengan Tenaga Kerja Terampil, seperti supir truk dan bus, taksi, ojeg dan lain-lain. Dengan upah yang tidak sesuai standar tapi berdasarkan upaya dan semangat dia sendiri sebagai pelaku, karena pekerjaan dengan  yang membutuhkan keterampilan khusus ini juga belum bisa menjamin kehidupan yang sebagaiman dialami oleh tenaga kerja terdidik lainnya. 

Standar upah bisa tidak berlaku untuk jenis tenaga kerja yang satu ini meskipun sama-sama sebagai tenaga kerja yang terampil. Tenaga kerja terdidik sudah barang tentu menjadi tenaga kerja yang terampil, tapi tidak semua tenaga terampil bisa berangkat dari proses Pendidikan formal. 

Tenaga Kerja Tidak Terdidik. Tenaga kerja yang tidak terdidik sudah jelas jauh dari kata terampil, alias tenaga kerja yang tidak terampil. Lihat saja kuli bangunan, tenaga petani, nelayan dll. Meskipun tidak terampil dan sering cap sebagai ( Pekerja Kasar) oleh kebanyakan orang, padahal mereka punya kontribusi dan sumbangsih yang sama dengan pekerja terampil yang terdidik yang di butuhkan negara/daerah.

Untuk menghargai tenaga kerja tidak terdidik dan tidak terampil ini, cukup dengan menghargai jasa-jasa mereka. Mungkin itu layak disebut sebagai bayaran/upah layak untuk mereka. Negara/daerah yang maju membutuhkan lajunya perkembangan pembangunan secara fisik. Yah, tenaga kerja tidak terampil ini yang mengerjakan karena banyak orang di antara kita/negara/daerah dengan sengaja menguras tenaga yang dianggap tidak unggul ini.

Di Indonesia sendiri lapangan pekerjaan yang mengalami peningkatan persentase terbesar adalah pada Sektor Pertanian (2,23 persen poin). Di sector pertanian sendiri, tenaga kerjanya bukan hanya yang terampil, tapi banyak di antaranya ada tenaga tidak terdidik yang tidak terampil di kerjakan sebagai buruh kasar di sector pertanian.

Sekarang jika tenaga kerja digolongkan berdasarkan status pekerjaanya, maka kita klasifikasikan dulu tenaga kerja dalam beberapa di golongan yakni: Pekerja Lepas, Pekerja Kontrak dan Pekerja Tetap.

tenaga kerja freelance atau biasa orang menyebutnya Pekerja Lepas adalah orang yang bekerja sendiri dan tidak berkomitmen pada suatu perusahaan. sedangkan seorang yang dipekerjakan oleh satu perusahaan dengan jangka waktu tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian tertulis mereka ada pada golongan Pekerja Kontrak. Dan seorang yang dipekerjakan oleh satu perusahaan untuk jangka waktu tidak tertentu, mereka ada pada golongan Pekerja Tetap.

Dari sekian banyak jenis dan tipe-tipe pekerjaan tersebut maka tipe dan sejumlah masalah mengiringi penglasifikasian clas dan kapasitas kemapuan tenaga kerja. Kita  tidak serta merta mengatakan ketenagakerjaan Indonesia tidak terlepas dari suatu masalah. Namun realnya semenjak adanya klasifikasi di dunia kerja, semenjak itulah masalah ketenagakerjaan semakin tak bisa dihindari.

* Memungkinkan terjadinya gangguan psikologi bagi orang yang sedang menganggur dan dampak lainnya yang mungkin sedang menyusun strategi menyerang manyarakat kelas menengah kebawah. 

Bagi penulis, tenaga kerja dan pengangguran merupakan dua komponen utama penggerak ekonomi suatu negara, bisa dibilang komponen penggerak ekonomi yang paling berpengaruh pada suatu negara. 

Jika pengangguran meningkat, maka ekonomi akan goyah, menuju kehancuran nyata. Demikian di simpulkan sendiri menurut hemat pembaca. (Baca Lanjutan Ulasannya disini : https://www.kompasiana.com/hairil_bbs/6059f332d541df535246bc73/menilik-lajunya-pengangguran-indonesia-dari-klasifikasi-kemampuan-dan-kualitas-tenaga-kerja-part-ii )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun