Disini, penulis lebih focus pada seorang perempuan pejuang, perempuan yang kehilangan namanya dilembaran sejarah Tidore, yang dikuburkan namanya oleh kemurkaan sejarah, dan bahkan generasinya dikucilkan dalam sepanjang sejarah Tidore sebagai generasi yang diberikan lebelnya sangat rasis bagi penulis dan generasi muda. Secara singkatnya, pembaca yang budiman dapat melanjutkan bacaannya sampai akhir dari tulisan yang penulis torehkan ini.
Bersama dengan Alifan dan teman-teman pemuda Kelurahan Bobo di akhir tahun 2020 berbincang tentang banya hal, Alifan adalah seorang senior, satu tahun lebih tua dari Angkatan saya dimasa kami masih sama-sama menyelasaikan studi. Bukan hanya Alifan, tetapi seluruh pemuda dan pemudi di Kelurahan Bobo, saat ini cenderung berkumpul, mengkaji banyak hal termasuk sejarah Kampung mereka yang sejauh ini masih kabur kejelasan, masih simpang siur.
Banyak juga yang menulis sejarah Tidore dan sejarah kampung (kelurahan Bobo) dari banyak sudut pandang, dan ternyata mereka salah, mereka terlanjur keliru memberikan lebel sejarah pada kampung (kelurahan Bobo) dalam data ilmiahnya.
Banyak juga setelah generasi di kelurahan bobo meminta para penulis audiens ternyata mereka bungkam, hanya melihat sejarah kampung bobo menurut kaca mata kuda yang mereka miliki.
Rencana mereka akan menggiring perihal sejarah ini kepada jenjang ilmiah untuk membuktikan kebenaran sejarah yang sesungguhnya. Hingga saat ini, sekelompok pemuda dari kelurahan bobo mulai menempuh tingkat Pendidikan strata (S1) dan (S2) ini memilih focus untuk membicarakan sejarah kampung (kelurahan Bobo) yang menurut mereka masih sangat jauh kebenarannya ketika sejarah yang ditulis orang berdasarkan pemikiran mereka yang bukan lahir di kampung bobo. Demikian pengantar singkat dari penulis, kembali lagi kita telaah sedikit sejarah tentang tokoh-tokoh dan jasanya di Tidore.
Soekarno dan  Tidore
Sejarah perjalan Bangsa tidak terlupakan, tercatat dalam banyak karya dan temuan terbaru tentang sepak terjang menyatukan kembali suku bangsa dan ras dalam Kebhinekaan. Sebab itulah konsolidasi Presiden RI pertama Soekarno untuk mengembalikan Irian Barat ke pangkuan NKRI melaui Kesultanan Tidore.
Pekikan kata merdeka sebanyak 15 kali di teriakkan oleh rakyat tidore saat kali pertama Soekarno tiba dan menginjakkan kakinya di Tidore pada 18 Juli 1954. Kunjungan keduanya pada 30, Agustus 1957 bersama dengan Bung Tomo. Penyambutan meriah, berbagai gala kesukuan dan tarian - tarian adat dipentas sebagai penyambutan sang pemimpin Revolusioner.
Kunjungan kedua, waktu dimana puncak konsolidasi kembalikan Irian barat ke pangkuan NKRI bersama dengan diangkatnya Sultan Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur Irian Barat Pertama yang beribukota di Soa-Sio. Sultan Tidore Zainal Abidin Syah sebagai Gubernur Pertama Irian Barat. Merupakan hal special di mata sejarah Indonesia dan Tidore.
Sekelumit sejarah Indonesia, Tidore dan Irian Barat. Beranjak dari perjalanan konsolidasi yang tujuannya adalah untuk teritorial wilayah NKRI ini menyisihkan rentetan sejarah pada masyarakat adat Kesultanan Tidore, khusunya warga Bobo yang saat ini sudah menjadi satu kelurahan definitive wilayah Tidore Utara, berdiri sejak Tahun 1963.
Tidore dengan perjalanan panjangnya memasuki usia kurang lebih 101 tahun menuai banyak kenangan yang menjadi sejarah, pertikaian demi pertikaian antar klan yang tercatat, yang diceritakan secara turun temurun dan menjadi objek sejarah. Baik wisata sejarah lisan, obejek wisata fisik dan banyak lagi objek lainnya untuk saat ini masih terawat dengan baik. Wisata budaya, sejarah dan bahari merupakan hidangan terbaik dalam sepanjang perjalanan setiap orang yang berkunjung ke Tidore.