Mohon tunggu...
Hairatunnisa
Hairatunnisa Mohon Tunggu... Lainnya - Pembelajar

Penikmat literasi dan fiksi dan kini tertarik pada isu wilayah dan kebijakan publik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Saat Orang Jepang Dibuat Bingung oleh Orang Indonesia

18 September 2022   10:37 Diperbarui: 18 September 2022   10:40 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu malam saya sempat berdiskusi serius dengan teman saya. Teman saya yang satu ini sangat seru untuk diajak berdiskusi perihal perkembangan kebijakan, tata ruang, dan topik-topik hangat lainnya di ranah tersebut. Saat itu kami berdiskusi mengenai pengendalian pembangunan di Indonesia yang masih lemah.

Meski sudah ada berbagai peraturan di Indonesia yang mengatur pengendalian pemanfaatan ruang, namun masih saja terdapat oknum yang melakukan pelanggaran. Misalnya saja masih ada oknum yang membangun gedung berlantai dua puluh di atas lahan yang memiliki tanah rawan longsor dan gempa, kemiringan sekitar di atas 30 persen, dan berada di tepi jalan. Duh Gusti, membayangkannya saja saya sudah ngeri-ngeri sedap. Bagaimana bisa izinnya terbit? Lalu, bagaimana pengawasannya?

Nyatanya bangunan tersebut telah terlanjur dibangun dan kini ditelantarkan begitu saja karena menyalahi aturan. Bangunan yang belum sepenuhnya jadi itu tetap berdiri tegak hingga hari ini. Entah sudah berapa rupiah yang digelontorkan disertai dengan risiko yang turut mengancam wilayah sekitar akibat keberadaan bangunan tersebut.

Lalu, bagaimana caranya agar hal tersebut tidak lagi terulang di masa depan? Sebuah potret pembangunan yang menyalahi aturan.

Teman saya bercerita bahwa studi kasus tersebut kemudian disampaikan oleh seorang dosen saat melakukan kunjungan ke Jepang. Saya lupa persis siapa yang ditanya oleh beliau, namun dosen tersebut kemudian bertanya kepada orang Jepang di sana mengenai bagaimana solusinya.

Menyimak pertanyaan dengan baik, namun mimik wajah orang Jepang tersebut kemudian berubah serius. Ia lalu menyampaikan hal tersebut kepada koleganya dan mereka seperti terlibat dalam diskusi yang intens.

Tak berapa lama, orang Jepang tersebut akhirnya menyampaikan permohonan maaf sembari mengatakan, "kami tidak pernah mengalami hal seperti ini, karena setiap ada peraturan tentu setiap pihak akan patuh melaksanakan. Sehingga tidak ada kejadian seperti hal tersebut di sini."

 Wah, ternyata permasalahan yang terjadi di Indonesia sangat kompleks sehingga orang Jepang pun kebingungan bagaimana penanganannya. Di negeri Sakura tersebut, orang-orangnya sudah terbiasa untuk tertib, disiplin serta patuh terhadap aturan. Apalagi jika peraturan tersebut menyangkut dengan ranah publik, maka pejabat dan petugas publik di sana pun akan menaruh perhatian tinggi terhadap hal tersebut.

Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah terdapat berbagai mekanisme dan instrumen untuk pengendalian pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan apabila tidak dikendalikan, maka pembangunan akan terjadi secara sprawl dan tidak terkendali. 

 Jika terus dibiarkan, maka pembangunan-pembangunan yang marak dilakukan pada lokasi yang tidak sesuai dengan kondisi fisik kawasan tentu dapat mengganggu keseimbangan. Adanya pembangunan gedung berlantai dua puluh pada kawasan rawan longsor dan gempa tersebut adalah salah satunya. Padahal pemanfaatan ruang pada kawasan tersebut seharusnya diarahkan untuk kegiatan yang dapat mendukung kelestarian lingkungan seperti upaya konservasi air dan tanah.

Adanya Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) tingkat Nasional, Provinsi, Kabupaten/Kota, hingga Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) tingkat kecamatan dan Peraturan Zonasi adalah salah satu upaya untuk mengendalikan pembangunan agar sesuai dengan perencanaan. Perencanaan tersebut pun disusun secara logis dan berjangka panjang agar bisa mengakomodir dinamika yang dapat terjadi di masa mendatang.

Misalnya suatu daerah diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan penduduk sekian persen yang akan berimplikasi pada peningkatan kebutuhan air, jaringan listrik, transportasi, dan sebagainya. Sehingga perlu direncanakan lokasi untuk pembangunan jaringan air, listrik, serja jalan. Begitu pula kelengkapan infrastruktur dasar lainnya seperti sekolah, puskesmas, rumah sakit, dan sebagainya.

Dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan suatu kawasan, maka dapat direncanakan bagaimana pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kawasan tersebut. Pada kawasan lindung perlu pemanfaatan ruang dengan fungsi utama untuk mendukung kelestarian lingkungan hidup. Sedangkan pada kawasan budidaya dapat difokuskan pada pemanfaatan ruang untuk kegiatan budidaya, seperti permukiman, pertanian, dan kegiatan komersial yang dapat berkontribusi positif bagi kemajuan perekonomian wilayah.

Sehingga setiap penerbitan perizinan pembangunan dan pemanfaatan ruang pada suatu wilayah harus mengacu pada perencanaan wilayah tersebut. Makanya di dalam ilmu manajemen, orang-orang selalu memegang pedoman, P-O-A-C, yaitu, Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling.

 Planning atau adanya perencanaan adalah tahap pertama yang penting. Namun selanjutnya, diperlukan upaya untuk mengorganisasikan sumber daya untuk kemudian mengimplementasikan perencanaan tersebut. Terakhir, diperlukan pengawasan secara terus menerus untuk mengevaluasi serta agar apa yang diimplementasikan dapat sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan di awal.

Seperti yang dikatakan Alan Lakein bahwa, "planning is bringing the future into the present so that you can do something about it now." Maka, pekerjaan tidak serta merta usai setelah adanya dokumen perencanaan. Bahkan justru, pekerjaan tersebut baru dimulai setelah adanya perencanaan.

Sehingga, jika seluruh komponen P-O-A-C tersebut dapat dilaksanakan dengan optimal, maka kita tidak perlu lagi bertanya kepada orang Jepang untuk memberikan solusi atas permasalahan pembangunan kita. Permasalahan pembangunan tersebut akan hilang dengan sendirinya apabila perencanaan hingga pengawasan dilakukan dengan baik seperti yang dipraktikkan di Jepang.

Hairatunnisa, pernah mendalami Ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun