Sullivan di dalam buku teks mengenai Urban Economics juga menjelaskan bahwa adanya aglomerasi juga memungkinkan terjadinya fenomena knowledge spillovers.Â
Artinya, ketika berbagai pihak dengan asal dan pengetahuan yang berbeda kemudian beraglomerasi di perkotaan, maka akan terjadi sharing informasi/pengetahuan di antara pihak-pihak tersebut.Â
Kota layaknya sebagai suatu information pool. Sebagai contoh, suatu trend yang ada di perkotaan dengan cepat akan menyebar dan diikuti oleh daerah lain.
Kota pun menjadi simbol untuk kemajuan dan pusat-pusat peradaban, sehingga terkadang terdapat fenomena asymmetric information dan ketimpangan antara penduduk di perdesaan dan perkotaan.Â
Penduduk di perkotaan dianggap memperoleh kesempatan yang lebih baik dibandingkan penduduk di perdesaan.Â
Di perkotaan pun terdapat beragam pekerjaan dibanding perdesaan yang hanya lekat dengan pekerjaan di bidang pertanian. Sehingga ada anggapan bahwa penduduk desa akan terus terbelakang dibanding penduduk perkotaan.
Tapi jangan berpikir terlalu muluk dahulu. Salah satu musisi Korea bernama Giri Boy pernah menyampaikan, "We can not afford to be lazy in this today's generation." Dengan kemajuan teknologi saat ini, maka informasi/pengetahuan tersebut dapat diakses siapa saja.Â
Perkembangan teknologi juga telah mengaburkan batas-batas wilayah administrasi dan juga wilayah geografi. Teknologi juga kemudian membelah dunia menjadi dunia yang kita tempati secara fisik serta dunia digital.Â
Dalam dunia digital ini tidak ada batas wilayah perkotaan dan perdesaan. Tinggal diri sendiri yang harus memilih informasi apa yang dibutuhkan dan akan digunakan untuk apa. Selebihnya adalah terus berusaha.Â
Banyak kok yang kemudian mendadak viral, masuk FYP tiktok, serta dapat rezeki runtuh NFT seperti Ghozali dengan foto selfie-nya karena kelihaian mereka melihat peluang dalam dunia digital. Bahkan, sekarang kemampuan berkomunikasi di media sosial sebagai host live streaming juga dihargai.
Hairatunnisa, pengguna dan pemerhati media sosialÂ