Mohon tunggu...
M Haikal Mudzaki
M Haikal Mudzaki Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Program Studi Geografi Universitas Indonesia

Mahasiswa S1 Program Studi Geografi Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Darurat Lingkungan! Kali Pesanggrahan Jadi Korban TPA Cipayung?

30 Desember 2024   18:15 Diperbarui: 30 Desember 2024   18:13 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lokasi TPA Cipayung Bersebelahan dengan Kali Pesanggrahan (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)

Depok, Jawa Barat - Persoalan sampah di Kota Depok, Jawa Barat seakan tak ada habisnya. Tumpukan sampah yang menjulang tinggi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Cipayung, Depok, menjadi pemandangan yang tak asing lagi, terlebih lagi dengan aroma khas yang menyengat dari kejauhan. Tiap harinya, ratusan hingga ribuan ton sampah dibuang ke TPA Cipayung hingga terjadinya lonjakan sampah yang sulit diatasi. Kondisi ini menjadi salah satu gambaran nyata bagaimana permasalahan pengelolaan sampah dan limbah di Indonesia menciptakan krisis lingkungan yang kian parah. Lokasinya yang berdampingan dengan Kali Pesanggrahan dapat memperparah persoalan karena air lindi dari TPA berpotensi mencemari badan sungai dan air tanah di sekitarnya. 

Sampah yang menumpuk di TPA akan mengalami proses pembusukan dan penguraian, yang menghasilkan cairan berbahaya bernama air lindi (leachate). Menurut Martono (1996), air lindi ini terbentuk dari interaksi antara sampah, proses kimia dan biokimia, serta air hujan yang meresap ke dalam timbunan sampah. Cairan ini mengandung senyawa organik dan anorganik yang berbahaya, serta kebutuhan oksigen yang sangat tinggi sehingga dapat mencemari tanah, air tanah, dan sungai di sekitar lokasi pembuangan. Purwendro dan Nurhidayat (2006) menambahkan bahwa air lindi memiliki potensi besar untuk mencemari air tanah hingga jarak 200 meter dan bahkan sumber air minum yang berjarak 100 meter dari lokasi pencemaran.

Saat Survei Langsung Melihat TPA Cipayung dari permukiman warga (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)
Saat Survei Langsung Melihat TPA Cipayung dari permukiman warga (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)

Situasi di TPA Cipayung menjadi salah satu contoh dari banyaknya tempat pembuangan akhir di Indonesia yang berpotensi mencemari lingkungan sekitar. Pencemaran semakin diperparah oleh kondisi pengelolaan yang belum memenuhi standar. Berdasarkan Kementerian Lingkungan Hidup (2004), ada tujuh kriteria utama yang harus dipenuhi oleh TPA, seperti menggunakan tanah kedap air, berada di lokasi bebas banjir, tidak mencemari sumber air, dan memiliki jarak minimal 10 kilometer dari pusat pelayanan masyarakat. Sayangnya, banyak TPA, termasuk TPA Cipayung, belum sepenuhnya memenuhi kriteria ini sehingga risiko pencemaran lingkungan tetap tinggi.

Masalah utama yang dihadapi TPA Cipayung adalah pengelolaan air lindi. Air lindi dari TPA dapat mengalir langsung ke badan air seperti Kali Pesanggrahan atau meresap ke dalam tanah, mencemari sumber air tanah yang digunakan masyarakat sekitar. Kondisi ini sangat berbahaya, mengingat Kali Pesanggrahan juga berperan sebagai salah satu saluran drainase utama bagi kawasan Jakarta, Depok, dan sekitarnya. Ketika air sungai tercemar oleh limbah berbahaya, dampaknya akan dirasakan oleh jutaan masyarakat yang tinggal di sekitar aliran sungai tersebut.

Dampak Terhadap Lingkungan
Tumpukan sampah di Aliran Kali Pesanggrahan (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)
Tumpukan sampah di Aliran Kali Pesanggrahan (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)

Dampak pencemaran ini sangat luas, baik dari sisi ekologi, kesehatan, hingga sosial ekonomi. Secara ekologis, pencemaran air lindi dan limbah kimia merusak kehidupan biota sungai. Proses eutrofikasi akibat kadar oksigen yang rendah membuat ikan dan organisme lain tidak mampu bertahan hidup, yang pada akhirnya merusak rantai makanan di ekosistem sungai. Secara kesehatan, masyarakat yang menggunakan air tercemar untuk kebutuhan sehari-hari menghadapi risiko penyakit seperti keracunan logam berat, infeksi kulit, hingga gangguan pencernaan. 

Dari segi sosial ekonomi, efek pencemaran ini berimbas pada aktivitas warga sekitar Kali Pesanggrahan. Contohnya seperti yang dialami oleh warga Kampung Bulak Barat, Cipayung, Depok (30/11). Sebuah jembatan penghubung antara Kampung Bulak Barat, Cipayung dengan Kelurahan Pasir Putih terendam banjir luapan Kali Pesanggrahan. Jalur alternatif penghubung kedua wilayah ini tampak lumpuh total dan tak dapat dilalui kendaraan bermotor. Permukiman warga di sekitarnya turut terendam banjir. Bahkan terlihat beberapa rumah warga sudah dihancurkan karena terendam banjir, sehingga intensitas aktivitas warga pun tampak menurun. Terlihat hanya terdapat dua orang warga yang tengah memancing ikan di aliran banjir tersebut.

Banjir di Kampung Bulak Barat (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)
Banjir di Kampung Bulak Barat (Sumber: Dok. Pribadi, Nov 2024)

Banjir ini diduga belum kunjung surut selama berbulan-bulan sejak awal tahun 2024 lalu. Warga setempat menduga banjir ini tak lain disebabkan oleh adanya penyempitan Kali Pesanggrahan akibat longsoran sampah dari TPA Cipayung yang menyumbat jalur air mengalir sehingga air meluap ke tanah dan rumah warga. "Penyebab banjir karena ada penyempitan badan Kali Pesanggrahan. Sampah dari pembuangan itu gak bisa padat, terus turun ke badan Kali Pesanggrahan jadi air tidak ada celah air buat ngalir," ujar Ketua RT 04 RW 08, Naserih (Detiknews, 2024).

Sekda Kota Depok, Supian Suri, menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat atas terganggunya aktivitas akibat banjir dan menjelaskan bahwa pihaknya telah mengambil langkah awal, seperti pengerukan sampah dan pelebaran kali untuk mengurangi dampak banjir. Selain itu, beliau juga menambahkan akan menambah alat berat untuk mengoptimalkan pengerukan sampah dan sedang melakukan kajian untuk penanganan permanen oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) (Detiknews, 2024).

Solusi

Untuk mengatasi persoalan ini, diperlukan solusi yang menyeluruh dan berkelanjutan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah memperbaiki pengelolaan TPA, khususnya dalam menangani air lindi. Pemerintah Kota Depok sebenarnya telah berupaya meningkatkan pengelolaan sampah di TPA Cipayung dengan membangun 4 Unit Pengelolaan Sampah (UPS) organik untuk mengolah sampah lokal sebelum masuk ke TPA. Selain itu, dari tahun 2013 hingga 2020, Kota Depok juga telah membangun 53 Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal yang tersebar di sembilan kecamatan. Langkah ini menunjukkan adanya upaya untuk mencegah limbah domestik mencemari lingkungan. Kedepannya, teknologi landfill mining, yang direncanakan untuk TPA Cipayung, dapat menjadi solusi jangka panjang untuk mengurangi volume sampah yang ada.

Namun, langkah ini saja tidak cukup tanpa pengawasan yang lebih ketat terhadap pembuangan limbah industri. Pemerintah harus memastikan bahwa setiap industri memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang sesuai standar dan berfungsi optimal. Penegakan hukum yang tegas diperlukan untuk memberikan efek jera kepada perusahaan yang membuang limbah secara ilegal.

Selain itu, melibatkan masyarakat dalam upaya penyelamatan lingkungan juga menjadi kunci keberhasilan. Kampanye edukasi tentang pentingnya memilah sampah, mengurangi penggunaan plastik, dan berpartisipasi dalam program daur ulang harus terus digalakkan. Dengan kesadaran kolektif, masyarakat dapat menjadi bagian dari solusi dalam mengurangi pencemaran.

Sungai dan sumber air tanah adalah aset penting yang harus dijaga kelestariannya. Jika dibiarkan tercemar, dampaknya akan dirasakan tidak hanya oleh generasi saat ini tetapi juga oleh generasi mendatang. Sebagaimana dikatakan oleh Mahatma Gandhi, “Bumi menyediakan cukup untuk memenuhi kebutuhan setiap manusia, tetapi tidak untuk keserakahan setiap manusia.” Sudah saatnya kita bertindak untuk menyelamatkan lingkungan demi masa depan yang lebih baik.

Referensi:

Detikcom. (2024, Desember 30). 5 Bulan Banjir Cipayung Tak Kunjung Surut, Pemkot Depok Minta Maaf. Detik.com. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-7319897/5-bulan-banjir-cipayung-tak-kunjung-surut-pemkot-depok-minta-maaf

Detikcom. (2024, Desember 30). Lokasi Banjir Berbulan-Bulan di Depok Bersisian dengan TPA Cipayung. Detik.com. Diakses dari https://news.detik.com/berita/d-7324348/lokasi-banjir-berbulan-bulan-di-depok-bersisian-dengan-tpa-cipayung

Martono Djoko Heru, 1996, Pengendalian Air Kotor (Leachate) Dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah, Analisis Sistem Badan Pengkajian Penerapan Teknologi, Jakarta.

Purwendro, S. dan Nurhidayat., 2006. Mengolah Sampah untuk Pupuk Pestisida Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Walid, A., Kesumah, R. G. T., Putra, E. P., Suciarti, P., & Herlina, W. (2020). Pengaruh keberadaan TPA terhadap kualitas air bersih di wilayah pemukiman warga sekitar: Studi literatur. Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, 20(3), 1075-1078. 

Kepmen LH No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut.

Fadillah, F. (2022). Dampak Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat (Studi Kasus: TPA Cipayung Kota Depok Jawa Barat). Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok. (2020). Buku I: Ringkasan Eksekutif Tahun Data 2020 - Dokumen Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (DIKPLHD) Kota Depok. Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Depok.

Penulis: Muhammad Haikal Mudzaki dan Diyanah Ayu Pramesti

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun