Mohon tunggu...
Haikal Muchtar
Haikal Muchtar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Hobi Panjat Tebing dan mendaki

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Tinjauan Terhadap Kebebasan Pers dan Regulasi Pemberitaan di Indonesia

7 Juli 2024   23:51 Diperbarui: 8 Juli 2024   00:32 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Nama                         : Haikal Muchtar

NIM                            : 23010400173

Mata Kuliah            : Komunikasi Massa (L)

Dosen Pengampu : Sofia Hasna, S.I.Kom. ,M.A

Wacana tentang digitalisasi penyiaran sendiri telah berkembang sejak 2007, karena banyak negara-negara lain seperti Inggris dan Amerika yang sudah memulainya sejak tahun 1998. Menurut Menkopulhukam Wiranto, sudah 85% negara-negara di dunia saat ini sudah bermigrasi. Sedangkan di Indonesia sendiri, revisi UU Penyiaran belum kunjung selesai. Padahal migrasi ke digital perlu dilakukan secepatnya. Digitalisasi harus dimulai dengan payung hukum kuat berupa Undang-Undang. Berdasarkan pengalaman, regulasi penyiaran digital menggunakan Permenkominfo RI bisa dibatalkan melalui gugatan di MA dan PTUN. Digitalisasi penyiaran dimulai 2011 melalui Road Map digitalisasi dan proses di badan legislasi DPR-RI sampai sekarang belum selesai. 85% negara didunia sudah bermigrasi ke siaran digital.

Prinsip Kebebasan Pers di Indonesia

Kebebasan berekspresi dan berpendapat termanifestasikan dalam kebebasan atau kemerdekaan pers. Prof. Oemar Seno Adji berpendapat bahwa untuk memaknai apa itu pers terbagi atas pengertian yang luas dan sempit, pers termanifestaikan dalam kebebasan pers dalam arti sempit, sedangkan kebebasan pers dalam arti luas dinyatakan dalam hak kebebasan pendapat dan kebebasan berekspresi merupakan ungkapan kebebasan pers. Sistem demokrasi di beberpa negera yang telah maju, semisalnya Inggris dan Amerika Serikat menganggap bahwa kebebasan tidak hanya sebatas penyempurnaan atau untuk memenuhi hak untuk bebas berrpendapat, namun juga berperan penting dalam memenuhi hak untuk memperoleh informasi (right to information) tetapi juga perwujudan hak atas informasi (right to information). Hak atas memperoleh informasi dan hak atas bebas berpendapat haruslah seimbang, sehingga dengan cara ini muncul pers yang berbudi luhur (the virtous journalism) sebagai wujud dari pers yang ideal. Pada satu sisi, pers tak semata memprioritaskan dan hanya fokus pada keinginan para penyajiannya, namun juga berfungsi menjadi lahan pengabdian untuk memenuhi kebutuhan infromasi bagi pembaca.5 Pers biasanya akan patuh kepada sistem pers dimana berlakunya sistem itu berada, sehingga sistem politik sebuah negara atau pemerintahan akan mempengaruhi sistem pers yang berlaku. Selain terikat dengan lembaga kemasyarakatan lainnya, pers juga terikat dengan organisasi yang bernama negara atau pemerintah, sehingga pers dipengaruhi oleh sistem politik dan falsafah sebuah negara.

Adapun ketentuan terkait kebebasan beropini dan berekspresi tercantum dalam Pasal 19 UDHR menyatakan bahwa:

Everyone has the right to freedom of opinion and expression; this right includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers.

Disarikan dari laman Kementerian Luar Negeri yang berjudul Indonesia dan Hak Asasi Manusia, Indonesia memiliki UU HAM sebagai bentuk tanggung jawab moral sebagai anggota PBB dalam penghormatan dan pelaksanaan UDHR serta berbagai instrumen HAM lainnya mengenai HAM yang telah diterima Indonesia. Adapun jaminan kebebasan pers di Indonesia merupakan bentuk pelaksanaan UUD 1945 Pasal 28 telah mengatur kebebasan berserikat dan berkumpul dengan bunyi selengkapnya sebagai berikut:

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih lanjut, setelah amandemen muncul Pasal 28E ayat (3) dan Pasal 28F UUD 1945 memuat bunyi yang dapat menjadi landasan kebebasan pers di Indonesia sebagai berikut:

Pasal 28E ayat (3) UUD 1945

Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.

Pasal 28F UUD 1945

Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

Kesimpulannya Media   merupakan   sebuah   intitusi   yang   penting   dalam   kehidupan   berbangsa dan bernegara.  Agar media dapat melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik, makaregulasi media  harus  dilaksanakan  secara  profesional  oleh  industri media. Regulasi adalah  peraturan yang   mengikat media   dalam   menjalankan aktivitasnya di masyarakat.Regulasi dapat berbentuk  peraturan  yang  ditetapkan  pemerintah  (seperti  Undang-Undang  Pers); atau  kode etik yang ditetapkan oleh organisasi wartawan atau profesi (seperti Kode Etik Jurnalistik)

Regulasi  yang mengatur kehidupan pers di  Indonesia adalah  Undang-Undang  Nomor 40tahun  1999  tentang Pers. Selain itu, juga ditetapkan  Kode  Etik  Jurnalistik  (KEJ)  untuk wartawan/industri media yang diatur oleh Dewan Pers. Sedangkan regulasi penyiaran diatur dalam Undang-Undang  Nomor  32    tahun  2002  tentangPenyiaran.  Media  penyiaran  terdiriatas radio dan televisi. Media penyiaran dapat berbentuk: (a)  Lembaga Penyiaran Publik; (b)Lembaga Penyiaran Swasta; (c) Lembaga Penyiaran Komunitas; dan (d) Lembaga PenyiaranBerlangganan yang memiliki karakteristik berbeda-beda. Sebagai penjabaran Undang-Undang Penyiaran, Untuk   melaksanakan   amanat   Undang-Undang   Penyiaran,Komisi   Penyiaran Indonesia  (KPI)  menetapkan Pedoman  Perilaku  Penyiaran  (P3)  dan  Standar  Program  Siaran(SPS). Kedua regulasi tersebut sangat penting dilaksanakan oleh industri media di tanah air ditengah besarnya harapan masyarakat terhadap peran media untuk ikut serta dalam mengatasi masalah-masalah bangsa. Perwujudan fungsi normatif media   sangat   ditentukan   olehprofesionalisme  media;sedangkan  profesionalisme  media  dapat diketahui  darisejauh  mana perilaku  media menjunjung  tinggi  peraturan  maupun  kode  etik  media  yang  berlaku  di Indonesia.  

Referensi

https://opac.fhukum.unpatti.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=15188&bid=9664

https://journal.ipb.ac.id/index.php/jurnalkmp/article/download/26842/17216/

https://www.neliti.com/id/publications/77392/regulasi-media-di-indonesia-tinjauan-uu-pers-dan-uu-penyiaran 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun