Konsepsi ini tentu selalu menggunakan jargon reformasi yang sebelumnya seperti kaum kapitalis ketika mereka berhasil mengokupasi kekuasaan negara. Sekalipun reformasi terwujud, negara dan kaum kapitalis masih memiliki legitimasi dan mampu meyakinkan kelas buruh untuk bersabar karena reformasi butuh waktu. Reformasi yang dimaksud tiada lain berkaitan dengan pembangunan. Namun, Wallerstein menilai kenyataan pada akhirnya akan membuktikan apa yang hendak dituju oleh reformasi atau pembangunan tak kunjung tercapai. Kemungkinan akan rakyat yang skeptis terhadap kemampuan negara mentransformasi sistem yang membelenggu mereka akan muncul. Singkatnya Wallerstein melihat adanya delegitimasi negara yang justru dilakukan dengan gerakan anti-sistem.
Jika hal demikian semakin menguat, maka kemampuan negara dalam mengontrol krisis akan membentuk kegagalan struktural kapitalisme secara bertahap, sistem dunia justru akan bergerak menuju sifat dasarnya yang belum diketahui secara pasti. Pada akhirnya kondisi inilah yang justru terjadi dengan dunia kita sekarang, sebuah dunia transisi. Situasi ketidakpastian ini menyelundupkan ide Wallerstein tentang kemungkinan intervensi dan kreativitas manusia. Baginya semua masih mungkin, kemungkinan di atas ditentukan dengan bagaimana kita bersikap pada zaman transisi ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H