Mohon tunggu...
Haihai Bengcu
Haihai Bengcu Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hanya seorang Tionghoa Kristen yang mencoba untuk melakukan sebanyak mungkin hal benar. Saling MENULIS agar tidak saling MENISTA. Saling MEMAKI namun tidak saling MEMBENCI. Saling MENGISI agar semua BERISI. Saling MEMBINA agar sama-sama BIJAKSANA.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menggugat Tiga Keturunan Tionghoa Anti Ahok

13 Februari 2017   22:44 Diperbarui: 13 Februari 2017   23:24 5183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa orang-orang menyebutnya tiga Cina anti Ahok? Saya tidak tahu. Kenapa mereka menggelarinya Raja Angkat Telor dan Dewa San Qi Ba (378) serta Dewi Kura-Kura Hitam? Saya tidak tahu!

Mencari pujian untuk mencuri kebajikan adalah perilaku orang tak bermoral. Orang-orang Tionghoa Indonesia tenang-tenang saja menghadapinya karena sudah tahu bahwa, “Mereka yang tidak tahu malu dirinya bikin malu memang tidak tahu malu,” itu sebabnya percuma dipermalukan apalagi ditegor.

Mengzi berkata, "Jadi orang tidak boleh tidak tahu malu! Mereka yang tidak tahu malu dirinya tidak tahu malu memang tidak tahu malu." Mengzi VII:6 - Jinxin shang

Raja Angkat Telor

Jauh sebelum Indonesia merdeka sampai hari ini 71 tahun Indonesia merdeka, tidak ada gerakan anti Tionghoa di Indonesia apalagi gerakan membenci orang Tionghoa. Sejarah mencatatnya dan kita semua tahu kebenarannya.

Sejak Indonesia merdeka, memang banyak penguasa dan politisi jahat, baik lokal maupun nasional, yang menggunakan politik diskriminasi rasial dan agama untuk berkuasa. Contohnya: Presiden harus orang Indonesia asli. Penguasa daerah harus putra daerah asli. Pejabat dan pegawai negeri harus orang daerah asli. Bla bla bla harus beragama anu.

Bukan hanya orang Tionghoa yang dijadikan sasaran teror dan kerusuhan namun orang Madura, Poso, Papua, Ambon dan lainnya juga menjadi sasaran. Itu sebabnya kita tidak merasa heran ketika Jaya Suprana memfitnah orang Tionghoa,  “Akibat beberapa insan keturunan Tionghoa bersikap dan berperilaku layak dibenci maka seluruh warga keturunan Tionghoa di Indonesia dipukul-rata untuk dianggap layak dibenci”

Namun tahun 2015 yang lalu saya benar-benar kaget waktu Jaya Suprana menyatakan, “kebencian terhadap kaum Tionghoa di Indonesia belum lenyap. Kebencian masih hadir sebagai api dalam sekam yang setiap saat rawan membara, bahkan meledak menjadi huru-hara apabila ada alasan”

Syukurlah orang-orang pribumi Indonesia benar-benar murah hati. Itu sebabnya, atas ucapan ngaco-belonya, tidak ada yang  menggeruduk rumahnya apalagi memboikot jamu produksi perusahaan keluarganya dengan tuduhan Jaya Suprana MENISTA pribumi Indonesia MEMBENCI dan MASIH membenci serta SIAP melakukan huru-hara melampiaskan KEBENCIAN-nya kepada orang Tionghoa indonesia.

Di acara ILC  (Indonesia Lawyer Club)  11 Oktober 2016 yang lalu, Jaya Suprana mengaku dirinya sudah lama mempelajari tentang penistaan agama baik di Indonesia maupun di berbagai negara.

Selanjutnya dia memuji-muji orang Islam Indonesia memiliki peradapan yang paling tinggi karena waktu peristiwa penistaan agama di pulau seribu, tidak terjadi kekerasan di persada Nusantara ini. Itu sebabnya dia mengajak, “Mari kita bertepuk tangan kepada umat Islam Indonesia karena telah menjalin pengertian dan perselisihan paham melalui jalur yang adil dan beradab yaitu jalur hukum.”

Memang pada malam ILC itu, ketua MUI menyatakan Ahok menista agama, namun saat itu Polisi belum selesai bekerja dan Jaksa pun belum menjadikan Ahok tersangka. Jalur hukum menuduh Ahok menista agama harus dimulai dengan melaporkannya ke polisi lalu membiarkan jaksa membuktikan tuduhannya sementara pembela membelanya sampai akhirnya Hakim membuat keputusan. Proses pengadilan itu harus  dilandasi dengan “praduga tak bersalah.”

Kalau Jaya Suprana memang beritikad baik mustahil dia ujug-ujug menuduh Ahok melakukan penistaan agama sambil menjilat orang-orang dengan cara demikian bukan?

Raja Angkat Telor. Dikatakan bahwa selain suka mengangkat telor sendiri juga rajin mengangkat telor orang lain. Bwa ha ha ...

Dewa San Qi Ba (378)

Di tulisannya yang berjudul “Kontradiksi Klas” Zeng wei jian menulis, “Jangan pula berperilaku seolah merasa paling berjasa di negeri ini. Faktanya, peran komunitas Tionghoa dalam proses kemerdekaan tidak terlalu signifikan. Ada, tapi tidak sebesar laskar-laskar pribumi.”

Bengcu menggugat: Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 1930 adalah 60,7 juta orang. Tahun 1961 jumlahnya 97,1 juta dan tahun 1971 jumlahnya 119,2 juta. Berapakah jumlah veteran perang kemerdekaan Indonesia? Menurut Kementerian Pertahanan RI jumlahnya 865.073 orang.

Kerabatku sekalian, faktanya orang Indonesi yang berjuang merebut kemerdekaan dan berperang mempertahankan Indonesia jumlahnya kurang dari 1%. Ternyata 99% (mayoritas) orang Indonesia generasi itu tidak berperang dan tidak berjuang.   

Mereka yang selama ini berlagak mayoritas dan pribumi, dia yang dengan jumawa menuding orang-orang Tionghoa kurang berperan dalam proses kemerdekaan Indonesia, seharusnya mawas diri, “Leluhur anda termasuk 1% yang berjuang dan berperang ATAU yang 99%? bwa ha ha ...

Zengweijianmenuduh, “Banyak spanduk Paslon Badja. Sementara di gorong-gorong gang tikus, tidak ada spanduk Badja. Si miskin, proletar, dan golongan menengah ke bawah bersikap anti Ahok. Sebaliknya, kaum borjuis bangkrut moral, ex pejuang buruh, komunis elit, analis gadungan, pegiat sosmed madness militan pro Ahok.”

Bengcu menggugat: Dalam hal memilih calon gubernur, si miskin dan si kaya sama-sama bebas untuk bersikap anti atau pro. Tim suksesnya pun bebas memasang spanduk di daerah miskin atau di daerah gedongan. Bebas menghasut orang miskin agar tidak memilih karena orang-orang kaya sudah memusutkan untuk mendukung.   

Zengweijianmenuduh, “Khusus komunitas Tionghoa disinyalir ada sekitar 70% dukung Ahok. Aneh, tiba-tiba saja komunitas minoritas ini jadi aktif berpolitik. Di titik ekstrim, mereka berlagak paling piawai ngomong masalah negara dan politik. Sudah lebih dari 30 tahun, mereka tidak begitu. Pasca BAPERKI dan PKI dihabisi dari panggung politik nasional. Seiring naiknya Ahok jadi gubernur, arogansi orang-orang Tionghoa tajir ini pun naik.”

Bengcu menggugat: Yap Thiam Hien menentang ketidakadilan dan diskriminasi tanpa tedeng aling-aling. Pada tahun 1959 Yap bukan hanya satu-satunya anggota Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia) namun satu-satunya anggota Konstituante yang menolak gagasan Presiden Soekarno kembali ke UUD 1945 dengan alasan, “Tak hanya minim pasal-pasal yang melindungi HAM, undang-undang dasar itu juga diskriminasi lantaran menyatakan yang bisa menjadi presiden hanya orang Indonesia asli.” Syukurlah, 50 tahun kemudian, MPR telah mengamandemen pasal tersebut dan pasal-pasal lain yang melindungi HAM.

Syukurlah orang-orang Tionghoa aktif berpolitik lagi. 70% orang Tionghoa Jakarta mendukung Ahok? Itu tidak melanggar hukum lho? Semua warga negara bebas berpolitik dan mendukung calon gubernur mana saja. Bwa ha  ha ...

Zengweijianmenuduh, “Anak-anak mereka ngamuk di sosmed. Mereka cibir orang-orang miskin dan slum area. Anak-anak vandal ini suka bikin hoax. Directly or indirectly, borjuis (termasuk Tionghoa) dan anak-anak mereka mendukung kekerasan terhadap masyarakat.”

Bengcu menggugat: Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan, “Negara Indonesia adalah negara hukum.” Hukum ditempatkan sebagai satu-satunya aturan main dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kalau tuduhan anda benar, Zeng wei jian, laporkan saja biar hukum bertindak.

San Qi Ba artinya 378. 378 adalah nomor penipu. Penipu menghalalkan segala cara untuk menipu masyarakat. Masyarakat harus waspada dan cerdik agar tidak mudah ditipu atau dibodohi.

Dewi Kura-Kura Hitam

Tanggal 20 Oktober 2015 yang lalu seseorang memberitahu saya bahwa tokoh etnis Cina yang sangat berpengaruh di kalangan masyarakat keturunan cina di Jakarta, Lieus Sungkarisma (Koordinator Forum Rakyat Tionghoa) dan Jaya Suprana akan menggelar aksi demontrasi anti Ahok bersama 1,8 juta masyarakat keturunan cina di DKI. Di perkirakan ada 2 juta orang Tionghoa di Jakarta.

Lieus Sungkarisma  berkata, “Kita rame-rame akan bikin mogok jalan dari Kota sampai Glodok demo anti Ahok selama 2 jam pada momen Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2015 mendatang. Dia itu bikin malu kita sebagai orang Cina dan Ahok juga sudah menghina Tokoh Nasional keturunan Cina Koko Jaya Suprana yang dia sebut sudah tua pikun dan bau tanah,”

Kerabatku sekalian, apa yang terjadi pada hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2015? Koordinator Forum Rakyat Tionghoa melakukan demo anti Ahok? Berapa organisasi Tionghoa yang ikut? Berapa orang Tionghoa yang hadir? Lieus Sungkarisma demonstrasi? Kenapa tidak ada beritanya? Karena tidak ada demo sama sekali, bro.

Lieus Sungkarisma memang pandai menjual. Semuanya bisa dia jual. Banyak yang sudah dia jual? Anda bisa membaca sepak terjangnya di Internet bahkan menontonnya Youtube.

Okui artinya kura-kura hitam maknanya germo. Konon okui bukan hanya mampu menjual ibunya sebagai pelacur bahkan dia juga mendandani bapaknya untuk melacur.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun