Mohon tunggu...
Haifa Yasmina Fathiyah
Haifa Yasmina Fathiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UPN Veteran Jakarta

A girl who loves to talk!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Overthinking: Self-Talk Negative dalam Sistem Komunikasi Intrapersonal

17 Desember 2024   15:10 Diperbarui: 17 Desember 2024   15:10 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self-talk merupakan bentuk komunikasi intrapersonal yang sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk mengelola emosi, memberi motivasi, maupun dalam pengambilan keputusan. Self-talk atau berbicara pada diri sendiri adalah fenomena komunikasi intrapersonal yang sangat relevan. Seseorang sering menggunakan self-talk untuk mengatur emosinya, memberi motivasi diri, atau menenangkan diri dalam situasi stress atau ketegangan. Ini menjadi bentuk komunikasi internal yang bisa memengaruhi cara seseorang merespons situasi tertentu. Umumnya self-talk terbagi menjadi dua, yakni self-talk positif dan self-talk negatif. Artikel ini akan lebih fokus dalam membahas self-talk negatif atau yang sering juga dikenal dengan overthinking.

Apa itu Self-Talk Negatif atau Overthinking?

Dalam konteks komunikasi intrapersonal, self-talk negatif atau overthinking mengacu pada kecenderungan seseorang untuk terlalu banyak memikirkan dialog internalnya. Ini dapat melibatkan perenungan atas keputusan yang telah diambil, kekhawatiran terhadap persepsi orang lain, atau evaluasi yang terus-menerus terhadap perilaku dan pengalaman pribadi mereka. Pola berpikir ini sering kali memicu kecemasan berlebih, di mana seseorang terus-menerus membayangkan skenario terburuk yang belum tentu terjadi. 

Penelitian menunjukkan bahwa overthinking dapat meningkatkan kadar hormon stres (cortisol), yang jika dibiarkan berkepanjangan, dapat merusak kesehatan mental. Dalam konteks pengambilan keputusan, overthinking dapat menyebabkan analysis paralysis---suatu keadaan di mana seseorang terjebak dalam kebingungan dan ketakutan akan konsekuensi, sehingga sulit untuk bertindak secara efektif. Lebih jauh lagi, pola pikir ini dapat menciptakan lingkaran umpan balik negatif yang meningkatkan risiko depresi, sebagaimana ditemukan dalam penelitian terkait gangguan kecemasan dan kesehatan mental.

Menurut survei Harvard Business Review, 73% individu usia 25--35 tahun sering mengalami overthinking, dengan perempuan lebih rentan dibandingkan laki-laki. Penelitian dari Psychology Today juga menunjukkan bahwa 62% remaja menghadapi kesulitan menghentikan pemikiran berlebihan, terutama terkait tekanan akademik dan hubungan sosial. Dengan prevalensi yang tinggi ini, penting untuk memahami dampak negatif overthinking dan mencari cara untuk mengelolanya, seperti melalui teknik mindfulness, terapi kognitif-behavioral, atau strategi manajemen stres lainnya.

Apa Dampaknya untuk Kehidupan Sehari-hari?

Overthinking memiliki banyak dampak untuk kehidupan manusia jika berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Bagi orang yang sedang mengalami overthinking, sulit sekali untuk merasakan tenang dalam satu waktu dan hal ini memberikan dampak negatif pada kesehatan. Dari segi kesehatan mental, overthinking kerap menjadi pemicu stres berlebihan karena seseorang terus-menerus memikirkan masalah tanpa mengetahui solusi yang jelas. Menurut dr. Fadhli Rizal Makarim dalam artikel halodoc.com, overthinking berlebih dapat memengaruhi kinerja otak dengan mengubah struktur dan konektivitas otak. Kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan yang berkepanjangan dan insomnia akibat sulit mengendalikan pikiran ketika ingin beristirahat. Jika hal ini dibiarkan, risiko gangguan mental depresi dan burnout akan meningkat. 

Dalam kehidupan sehari-hari, overthinking juga berdampak pada aktivitas seperti belajar, bekerja, dan bersosialisasi. Overthinking dapat menyebabkan kekhawatiran yang berlebih tentang kemampuan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, yang akhirnya membuat individu tersebut terjebak dalam kontrol berlebihan atau micromanagement. Hal ini tidak hanya menghambat efisiensi tim, tetapi juga menciptakan ketegangan dan mengurangi kolaborasi antar tim karena individu yang overthinking cenderung merasa tidak nyaman untuk mempercayakan pekerjaan kepada orang lain. Oleh karena itu, mengelola overthinking penting untuk menjaga keseimbangan kesehatan fisik dan mental, meningkatkan produktivitas, dan mendukung interaksi sosial yang sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Self-Talk Negatif dapat Terjadi?

1) Kurangnya Pengendalian Komunikasi Intrapersonal dalam Diri Seseorang 

Ketika seseorang tidak mampu memiliki pengendalian dialog internalnya sendiri, mereka cenderung terjebak dalam pikiran yang berulang-ulang dan negatif. Mereka mungkin mulai meragukan kemampuan mereka dan menganggap bahwa kesalahan kecil adalah indikasi dari kegagalan yang lebih besar. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan kesulitan untuk memfilter informasi-informasi yang didapat, tidak mampu membedakan antara pikiran produktif dan tidak produktif, siklus pikiran berulang yang tidak konstruktif.

2) Pola Pikir Negatif dan Rendahnya Self-Awareness

Pola pikir negatif biasanya berakar dari pengalaman masa lalu atau pengaruh lingkungan hidup seseorang. Individu yang tumbuh dalam lingkungan yang kritis atau tidak mendukung mungkin menginternalisasi kritik tersebut sebagai bagian dari identitas mereka. Rendahnya self-awareness berarti bahwa individu tersebut tidak sepenuhnya menyadari bagaimana pikiran dan emosi mereka mempengaruhi perilaku mereka.

3) Tekanan Sosial dan Takut Akan Kegagalan

Ketika tekanan sosial meningkat, individu cenderung menganalisis setiap keputusan dengan sangat hati-hati untuk menghindari kegagalan. Ini dapat menyebabkan overthinking karena mereka merasa terjebak dalam siklus pemikiran tentang apa yang mungkin terjadi jika mereka gagal. Selain itu, tekanan sosial dan rasa takut akan kegagalan memperkuat pola pikir negatif melalui proses looking-glass self, dimana individu terlalu bergantung pada penilaian eksternal. 

Ketiga faktor ini menunjukkan bahwa overthinking adalah hasil dari interaksi komunikasi intrapersonal yang tidak sehat dan tekanan interpersonal, sehingga membutuhkan strategi untuk meningkatkan kesadaran diri dan mengelola pola pikir positif.

Solusi untuk Mengatasi Self-Talk Negatif atau Overthinking dalam Dialog Internal

Berikut ini adalah beberapa solusi praktis yang dapat diterapkan untuk mengatasi overthinking, mengelola kecemasan, dan menciptakan dialog internal yang lebih positif.

1) Latihan Mindfulness

Dalam konteks overthinking, mindfulness membantu kita untuk berhenti merenung tentang masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan, dan memusatkan perhatian pada apa yang sedang terjadi saat ini. Salah satu yang dapat dilakukan ialah dengan mencoba mindful walking, yakni berjalan di taman sambil memperhatikan sekitar. Latihan sederhana ini bukan hanya menenangkan, tetapi juga dapat membantu keluar dari jebakan pikiran yang berlebihan.

2) Penerapan Terapi Kognitif-Behavioral (CBT)

Terapi Kognitif-Behavioral (CBT) adalah metode yang fokus pada mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif. CBT mengajarkan kita untuk mengenali pikiran-pikiran tersebut, menantangnya, dan menggantinya dengan cara pandang yang lebih rasional. 

Cara Melakukan:

  1. Identifikasi Pikiran Negatif: Catat setiap pikiran negatif yang muncul.

  2. Tantang Pikiran Negatif: Pertanyakan apakah pikiran tersebut realistis. Apa bukti yang mendukung atau menyangkalnya? 

  3. Ganti dengan Pikiran Positif: Reframe pikiran negatif dengan cara pandang yang lebih rasional dan optimis

3) Menulis Jurnal Refleksi

Menulis jurnal juga merupakan alat yang sangat kuat untuk mengurangi overthinking. Cobalah untuk menulis tiga pikiran negatif yang sering muncul dan identifikasi apa yang memicunya. Kemudian, tuliskan cara pandang yang lebih positif atau solusi yang bisa diambil untuk mengatasi kecemasan tersebut. Menulis jurnal tidak hanya membantu mengevaluasi pikiran-pikiran negatif, tetapi juga memberi ruang untuk memproses emosi dan menemukan solusi praktis.

4) Latihan Afirmasi Positif

Saat overthinking sering kali mengarah pada kritik diri yang merusak rasa percaya diri, afirmasi positif dapat membantu mengubah cara kita berpikir. Melakukan afirmasi setiap hari dapat memperkuat kepercayaan diri dan mengurangi kecemasan berlebihan.

Jika solusi-solusi ini masih belum cukup membantu, penting untuk mencari bantuan profesional. Terapi berbasis mindfulness dan CBT yang diberikan oleh seorang psikolog atau psikiater dapat memberikan dukungan yang lebih terarah untuk mengelola overthinking.

REFERENSI

Harvard Business Review. (2018). Why we overthink and how to stop it.

Psychology Today. (2021). Overthinking and its impact on young adults.

Makarim, F. R. (2023). Overthinking bisa berdampak negatif pada kesehatan mental dalam jangka panjang. Inilah ulasannya! Halodoc. Retrieved from https://www.halodoc.com/artikel/ini-dampak-negatif-overthinking-bagi-kesehatan 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun