Mohon tunggu...
Haifa Yasmina Fathiyah
Haifa Yasmina Fathiyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi UPN Veteran Jakarta

A girl who loves to talk!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Overthinking: Self-Talk Negative dalam Sistem Komunikasi Intrapersonal

17 Desember 2024   15:10 Diperbarui: 17 Desember 2024   15:10 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Self-talk merupakan bentuk komunikasi intrapersonal yang sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari, baik untuk mengelola emosi, memberi motivasi, maupun dalam pengambilan keputusan. Self-talk atau berbicara pada diri sendiri adalah fenomena komunikasi intrapersonal yang sangat relevan. Seseorang sering menggunakan self-talk untuk mengatur emosinya, memberi motivasi diri, atau menenangkan diri dalam situasi stress atau ketegangan. Ini menjadi bentuk komunikasi internal yang bisa memengaruhi cara seseorang merespons situasi tertentu. Umumnya self-talk terbagi menjadi dua, yakni self-talk positif dan self-talk negatif. Artikel ini akan lebih fokus dalam membahas self-talk negatif atau yang sering juga dikenal dengan overthinking.

Apa itu Self-Talk Negatif atau Overthinking?

Dalam konteks komunikasi intrapersonal, self-talk negatif atau overthinking mengacu pada kecenderungan seseorang untuk terlalu banyak memikirkan dialog internalnya. Ini dapat melibatkan perenungan atas keputusan yang telah diambil, kekhawatiran terhadap persepsi orang lain, atau evaluasi yang terus-menerus terhadap perilaku dan pengalaman pribadi mereka. Pola berpikir ini sering kali memicu kecemasan berlebih, di mana seseorang terus-menerus membayangkan skenario terburuk yang belum tentu terjadi. 

Penelitian menunjukkan bahwa overthinking dapat meningkatkan kadar hormon stres (cortisol), yang jika dibiarkan berkepanjangan, dapat merusak kesehatan mental. Dalam konteks pengambilan keputusan, overthinking dapat menyebabkan analysis paralysis---suatu keadaan di mana seseorang terjebak dalam kebingungan dan ketakutan akan konsekuensi, sehingga sulit untuk bertindak secara efektif. Lebih jauh lagi, pola pikir ini dapat menciptakan lingkaran umpan balik negatif yang meningkatkan risiko depresi, sebagaimana ditemukan dalam penelitian terkait gangguan kecemasan dan kesehatan mental.

Menurut survei Harvard Business Review, 73% individu usia 25--35 tahun sering mengalami overthinking, dengan perempuan lebih rentan dibandingkan laki-laki. Penelitian dari Psychology Today juga menunjukkan bahwa 62% remaja menghadapi kesulitan menghentikan pemikiran berlebihan, terutama terkait tekanan akademik dan hubungan sosial. Dengan prevalensi yang tinggi ini, penting untuk memahami dampak negatif overthinking dan mencari cara untuk mengelolanya, seperti melalui teknik mindfulness, terapi kognitif-behavioral, atau strategi manajemen stres lainnya.

Apa Dampaknya untuk Kehidupan Sehari-hari?

Overthinking memiliki banyak dampak untuk kehidupan manusia jika berlangsung dalam jangka waktu yang panjang. Bagi orang yang sedang mengalami overthinking, sulit sekali untuk merasakan tenang dalam satu waktu dan hal ini memberikan dampak negatif pada kesehatan. Dari segi kesehatan mental, overthinking kerap menjadi pemicu stres berlebihan karena seseorang terus-menerus memikirkan masalah tanpa mengetahui solusi yang jelas. Menurut dr. Fadhli Rizal Makarim dalam artikel halodoc.com, overthinking berlebih dapat memengaruhi kinerja otak dengan mengubah struktur dan konektivitas otak. Kondisi ini dapat menyebabkan kecemasan yang berkepanjangan dan insomnia akibat sulit mengendalikan pikiran ketika ingin beristirahat. Jika hal ini dibiarkan, risiko gangguan mental depresi dan burnout akan meningkat. 

Dalam kehidupan sehari-hari, overthinking juga berdampak pada aktivitas seperti belajar, bekerja, dan bersosialisasi. Overthinking dapat menyebabkan kekhawatiran yang berlebih tentang kemampuan orang lain untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik, yang akhirnya membuat individu tersebut terjebak dalam kontrol berlebihan atau micromanagement. Hal ini tidak hanya menghambat efisiensi tim, tetapi juga menciptakan ketegangan dan mengurangi kolaborasi antar tim karena individu yang overthinking cenderung merasa tidak nyaman untuk mempercayakan pekerjaan kepada orang lain. Oleh karena itu, mengelola overthinking penting untuk menjaga keseimbangan kesehatan fisik dan mental, meningkatkan produktivitas, dan mendukung interaksi sosial yang sehat dalam kehidupan sehari-hari.

Mengapa Self-Talk Negatif dapat Terjadi?

1) Kurangnya Pengendalian Komunikasi Intrapersonal dalam Diri Seseorang 

Ketika seseorang tidak mampu memiliki pengendalian dialog internalnya sendiri, mereka cenderung terjebak dalam pikiran yang berulang-ulang dan negatif. Mereka mungkin mulai meragukan kemampuan mereka dan menganggap bahwa kesalahan kecil adalah indikasi dari kegagalan yang lebih besar. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan kesulitan untuk memfilter informasi-informasi yang didapat, tidak mampu membedakan antara pikiran produktif dan tidak produktif, siklus pikiran berulang yang tidak konstruktif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun