Mohon tunggu...
Haydar Hanif
Haydar Hanif Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis

Penulis amatir, lahir di Jakarta besar di kota Tangerang Selatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengertian Tasawuf Dan Pembagiannya

15 Desember 2024   09:45 Diperbarui: 15 Desember 2024   09:45 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

PENGERTIAN TASAWUF DAN PEMBAGIANNYA 

Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari tentang spiritualitas dan mistikisme dalam agma Islam. Kata "tasawuf" berasal dari bahasa Arab "sufi", yang berarti "orang yang bersufi" atau "orang yang mencari kebenaran spiritual".

Definisi tasawuf secara formal Ilmu yang mempelajari tentang hubungan manusia dengan Allah SWT, dengan fokus pada aspek spiritual dan moral Tasawuf bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tasawuf al-aşilah dan tasawuf al-dakhilah. Tasawuf al-aşilah adalah tasawuf asli yang merupakan bagian dari ajaran Islam, sedangkan tasawuf al-dakhilah adalah ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang berasal dari luar Islam yang masuk dan terserap ke dalam Islam sehingga seakan-akan merupakan ajaran Islam. Berikut ini dijelaskan kedua jenis tasawuf tersebut :

A. TASAWUF AL-AŞİLAH

 

Tasawuf al-aşilah adalah tasawuf yang merupakan bagian dari ajaran Islam yang tegak dengan tiga penyangga, yaitu iman, Islam, dan ihsan yang kemudian dikembangkan menjadi akidah, syariat, dan akhlak lalu dirinci menjadi tauhid, fikih, dan tasawuf. Ketiganya bisa dibedakan, tetapi tidak bisa dipisahkan. Ketiganya merupakan trilogi ajaran Islam yang menjadi satu kesatuan terpadu dalam membentuk kepribadian muslim. Oleh sebab itu, tasawuf al-aşilah adalah tasawuf Islam, dan tasawuf Islam adalah tasawuf al-asilah

Tasawuf al-aşilah memiliki empat komponen, yaitu sumber, tujuan, metode, dan model. Sumber utama tasawuf al-aşilah adalah Al-Qur'an dan sunah Rasulullah. Tujuan mengamalkan tasawuf al-aşilah adalah membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah dalam upaya mengembangkan akhlak mulia guna membentuk kepribadian muslim. Metode pengamalan tasawuf al-aşilah adalah memadukan ilmu dan amal secara simfoni menjadi ilmu amaliah dan amal ilmiah. Model pengamalan tasawuf al-aşilah adalah Rasulullah sebagai uswatun-hasanah bagi umat Islam, baik dalam kehidupan pribadi maupun kehidupan sosial. Selain Rasulullah sebagai uswatun-hasanah, pengamalan tasawuf al-asilah juga mengikuti model pengamalan tasawuf yang dilakukan oleh para sahabat, tabiin, pengikut tabiin, dan salaf saleh, yakni para ulama terdahulu yang saleh.

Dengan memperhatikan sumber, tujuan, metode, dan model, tasaw al-asilah dibagi menjadi lima corak, yaitu tasawuf qur'ani, tasawuf sani, tasawuf akhlaki, tasawuf amali, dan tasawuf salafi. Pertama, tasawuf qur'ani adalah tasawuf yang berpedoman kepada Al-Qur'an dengan menjadikan Al-Qur'an sumber wawasan dan sumber pengamalan tasawuf, Kedua, tasa- wuf suni adalah tasawuf yang berpedoman kepada sunah Nabi dengan menjadikan perkataan, perbuatan, ketetapan, perencanaan, dan kepribadian Rasulullah sebagai sumber wawasan dan sumber pengamalan tasawuf Dengan demikian, tasawuf suni bukan lawan dari tasawuf syiah, melainkan tasawuf yang memegang teguh sunah Nabi sebagai sumber utama ajaran Islam setelah Al-Qur'an. Ketiga, tasawuf akhlaki adalah tasawuf yang tujuan utamanya adalah membersihkan jiwa dan mendekatkan diri kepada Allah dalam upaya mengembangkan akhlak mulia guna membentuk kepribadian muslim. Keempat, tasawuf amali adalah tasawuf yang metode pengamalannya menekankan keterpaduan ilmu dan amal dengan prinsip ilmu amaliah dan amal ilmiah. Maksudnya, tasawuf amali adalah tasawuf yang berpangkal pada ilmu dan berakhir pada amal, yaitu diawali dengan pengetahuan dan bermuara pada pengamalan. Kelima, tasawuf salafi adalah tasawuf dengan mengikuti amaliah sahabat, tabiin, pengikut tabiin, dan salaf saleh, yaitu para ulama terdahulu yang saleh, sebagai teladan dalam pengamalan tasawuf setelah Rasulullah

Dari kelima corak tasawuf al-asilah yang telah disebutkan, tasawuf amali merupakan tasawuf paling populer dalam kehidupan kaum muslimin karena tasawuf amali adalah tasawuf yang bersifat aplikasi, terapan, dan praktis dalam mengembangkan kualitas ibadah dan muamalah mengikuti Rasulullah dan para sahabat dengan menekankan pembinaan integritas kepribadian muslim. Tasawuf amali adalah tasawuf yang menekankan dimensi aksiologi, manfaat, dan kegunaan tasawuf dalam kehidupan ke- islaman kaum muslimin*

B. TASAWUF AL-DAKHİLAH

Tasawuf al-dakhilah adalah ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang berasal dari luar Islam yang masuk dan terserap ke dalam Islam sehingga seakan akan merupakan ajaran Islam. Ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang masuk dan terserap ke dalam Islam itu sangat beragam. Ada yang berasal dari tradisi filsafat Yunani, terutama Neo Platonisme, ada yang berasal dari tradisi atau budaya spiritual para petapa Yahudi dan Nasrani, Ada juga yang berasal dari ajaran agama Majusi, Hindu, atau Buddha. Singkatnya, tradisi filsafat Yunani, tradisi petapa Yahudi dan Nasrani, serta ajaran agama Majusi, Hindu, dan Buddha terserap ke dalam tasawuf sehingga melahirkan tasawuf sinkretis yang bercampur antara ajaran Islam dan ajaran, tradisi, atau budaya spiritual yang berasal dari luar Islam. Kaum muslimin yang tidak tekun dan teliti mengira bahwa tasawuf al-dakhilah ini bagian dari ajaran Islam, padahal ia bukan ajaran Islam. Tasawuf al-dakhilah bagaikan berisi madu bercampur racun atau racun bercampur madu. Madu bermanfaat bagi kesehatan, sedangkan racun mematikan. Maksud dari mematikan di sini bukan mematikan hidup manusia, tetapi mematikan cahaya Islam dan menghilangkan kemurnian ajaran Islam. Oleh karena itu, tasawuf al- dakhilah jangan langsung "ditelan", tetapi harus disaring dengan "filter" Al- Qur'an dan sunah. Maka bagi kita, diharuskan untuk mengambil madunya dan membuang racunnya.

Tasawuf berkembang menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri sehingga secara perlahan menjauh dan terpisah dari induknya, yaitu ihsan. bahkan terkesan tidak ada hubungan dengannya. Tasawuf bagian tersendiri, ihsan pun bagian tersendiri. Keduanya seakan-akan dua disiplin ilmu yang berbeda. Tasawuf tumbuh dalam dua corak, yaitu corak amali dan corak falsafi. Corak amali bersifat terapan, menekankan penghayatan ibadah dan muamalah, seperti yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat yang me lahırkan kepribadian muslim kafah. Sementara itu, corak falsafi adalah corak tasawuf yang memadukan ketajaman berpikir dan kepekaan emosi dalam menghayati wujudullah (wujud Allah ). Corak tasawuf ini bersifat terbuka kepada unsur di luar Islam, terutama filsafat Yunani, sehingga dalam pem bahasannya menggunakan beberapa istilah yang tidak dikenal di dalam khazanah Al-Qur'an dan sunah.

Dengan demikian, tasawuf tidak otomatis menjadi bagian yang tidak rpisahkan dari ajaran Islam sebelum memenuhi dua syarat yang telah Blaskan sebelumnya, yaitu konsepnya tidak bertentangan dengan kedah Jan pengamalannya sejalan dengan syariat. Jika dua syarat ini terpenuhi dengan baik, tasawuf bisa diterima dan diakui menjadi bagian tak terpi- suhkan dari ajaran Islam. Sebaliknya, jika tasawuf, baik konsep maupun pengamalannya, menyimpang dari akidah Islam dan pengamalannya tidak dipadukan dengan syariat, tasawuf tersebut sudah keluar dari ajaran Islam. Tasawuf yang demikian bukan ajaran Islam, melainkan kebatinan atau ta- sawuf yang bercampur dengan kebatinan.

1. Itihad

Itihad secara bahasa berarti penyatuan. Dalam tasawuf, itihad adalah puncak pengalaman rohani seorang sufi ketika mengalami fana, yaitu lenyap kesa- daran tentang dirinya karena merasakan baqa, yaitu tetap bersama Allah , kemudian merasakan penyatuan dirinya dengan Allah 6. Itihad yang dialami Abu Yazid al-Busthami diperoleh melalui perjuangan (mujahadah) panjang dan berat dengan menempuh maqamat (tangga-tangga rohani) hingga melawati mahabah dan makrifat kemudian mengalami fana dan baqa, yang merupakan gerbang itihad. Beliau satu-satunya sufi yang merasakan pengalaman itihad, penyatuan diri dengan Allah. Ketika Abu Yazid al- Busthami berada dalam suasana itihad, beliau mengeluarkan syarahāt, yakni ungkapan yang tidak masuk akal, bahkan bertentangan dengan akidah Islam. Secara kebahasaan, istilah syațahat berasal dari kata kerja syațahāt yang berarti taharraka yang artinya gerak atau tergerak.

2. Hulul

Secara harfiah, istilah hulul berarti menempati, menjelma, atau inkarnasi. Dalam tasawuf, hulul adalah pengalaman spiritual seorang sun resi demikan dekat dengan Allah dan bersahabat, mengenal, dan dikenal Allah serta mencintai dan dicintai Allah . Kemudian Allah memilih sufi tersebut, menempati dirinya, dan menjelma pada pada diri sufi tersebut. Menurut al-Hallaj, ketika hulul terjadi pada diri sufi pada hakikatnya telah terjadi empat proses, yaitu 1) Tuhan turun mendekati sufi tersebut; 2) Tuhan telah memilih sufi tersebut untuk dijadikan tempat hulul; 3) Tuhan menjelma pada diri sufi; dan 4) Tuhan menyatu dengan sufi tersebut.

Konsep hulul dibangun di atas teori lahut dan nasut. Lahut berasal dari kata llah yang berarti Tuhan, sedangkan lahut berarti sifat keilahian atau ketuhanan. Nasut berasal dari kata nās yang berarti manusia, se- dangkan nasut berarti sifat kemanusiaan. Dalam pandangan al-Hallaj, yang memperkenalkan konsep hulul dalam tasawuf filosofis, Tuhan memiliki lahut dan nasut. Demikian juga manusia memiliki lahut dan nasut. Lahut Tuhan adalah zat Allah yang gayb al-guyüb, sedangkan nasut Tuhan adalah roh Allah yang ditiupkan ke dalam tubuh manusia. Lahut manusia ialah roh Allah yang ditiupkan ke dalam diri manusia, sedang nasut manusia adalah sifat basyariyah, yakni sifat kemanusiaan manusia.

3. Wahdat al-Wujúd

Wajudat al-wujüd terdiri dari dua kata, yaitu wahdat dan al-wujúd. Secara bahasa, wahdat berarti satu atau kesatuan, sedangkan al-wujud berarti wujud atau keberadaan. Jadi, wahdat al-wujüd secara bahasa berarti kesatuan wu- d. Wahdat al-wujüd merupakan hasil renungan tasawuf filosofis Ibn 'Arabi tentang wujúdulullah (wujud Allah) dalam hubungannya dengan wujud alam. Pada tataran hakikat, wujud alam itu tidak ada, tetapi yang ada hanya wujud Allah. Jadi, pada hakikatnya, wujud itu satu, yaitu wujud Allah Alan tidak memiliki wujud. Hakikat alam itu adam, yakni ketiadaan, karena waiud alam tergantung kepada wujud Allah se. Wujud alam dinamakan wujud maif, wujud idafi, atau wujud nisbi, sedangkan wujud Allah adalah wujud mutlak atau wujud absolut.

C. NEO SUFISME

Akar dan asal gerakan Neo Sufisme atau tasawuf baru bisa dilacak pada pemi- kiran ulama klasik, seperti terlihat pada corak tasawuf Juraid al-Bagdadi, al- Muhasibi, al-Qusyairi, dan al-Ghazali. Namun, corak tasawuf Ibn Taymiyyah dan Ibn al-Qayyim al-Jawziyah yang bermazhab Hanbali sangat mewarnai gerakan Neo Sufisme. Spirit yang menjiwai Neo Sufisme adalah tajdid, yakni pembaharuan, pemurnian, dan reformasi tasawuf dari unsur-unsur bidah yang berasal dari luar Islam. Tujuan Neo Sufisme adalah memurnikan tasawuf, baik konsep maupun amaliah agar tasawuf sejalan dengan Al-Qur'an dan sunah Nabi. Neo Sufisme, menurut Nurcholish Madjid, merupakan se- buah esoterisme atau penghayatan keagamaan batin yang menghendaki hidup aktif dan terlibat dalam masalah-masalah kemasyarakatan. Sesekali me- nyingkirkan diri (uzlah) mungkin ada baiknya, tetapi hal itu harus dilakukan untuk menyegarkan kembali wawasan dan gerakan pemurnian tasawuf di- mulai sejak ada indikasi pemisahan tasawuf dari syariat.

Gerakan ini dirintis Imam Malik bin Anas (wafat 179 H) dengan memadukan fikih dengan tasawuf. Beliau merupakan seorang ahli fikih mejtahid, imam mazhab yang berpengetahuan luas, dan juga seorang su Beliau berpendapat, "Siapa yang mengamalkan tasawuf tanpa dilandas pemahaman fikih, maka sungguh ia telah menyimpang." Menurut Imam Malik, ilmu itu bukan karena menguasai banyak sumber rujukan (al. riwayah), akan tetapi berdasarkan nür yang disimpan oleh Allah di dalam kalbu." Pandangan Irnam Malik bin Anas ini memadukan 'ilm al-'agl (penge tahuan akal) dan 'ilm al-qalb (pengetahuan kalbu) yang merupakan landasan tasawuf suni. Neo Sufisme bertujuan untuk meluruskan pandangan bahwa uzlah dan khalwat (menarik diri dan menyepi) bukan untuk selamanya dalam hidup dan kehidupan ini, tetapi sesekali dilakukan untuk penyegaran yang kemudian dijadikan titik tolak untuk pelibatan diri dalam aktifitas sosial lebih lanjut."

Maka Imam Malik berhasil memperkuat integrasi tasawuf dengan fikih dan melahirkan dua langkah. Pertama, menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum mempelajari tasawuf agar tidak menjadi zindik (menyimpang dari ajaran Islam). Kedua, menekankan bahwa pengetahuan sejati (al- hikmah) adalah nür yang ditiupkan Allah ke dalam kalbu. Menurut Imam Malik, al-hikmah adalah fikih, pemahaman mendalam tentang agama Allah yang diperoleh melalui cara Allah  memasukkan al-hikmah ke dalam sanubari. Al-hikmah juga mentaati Allah, mengikuti bimbingan Allah , memahami agama Allah, dan memiliki pengetahuan tentang agama Allah.

Kajian tasawuf ini bersumber dari Buku Kuliah Akhlak Tasawuf Ciptaan Prof Dr.H. Asep usman ismail

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun