Mohon tunggu...
I Hafizal
I Hafizal Mohon Tunggu... Lainnya - Karyawan

Ergo est scribo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kenapa Kita Merasa Bersalah Atas Perasaan Orang Lain

30 September 2024   15:35 Diperbarui: 30 September 2024   15:46 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: vector mass studio/freepik

Bukan suatu kesalahan bahwa manusia memang tercipta dengan segala perasaan yang pelik. Terkadang manusia bisa merasakan amarah yang besar hingga meneteskan air mata selayaknya sedang bersedih. Atau meneteskan air mata seraya tertawa lebar. Mungkin air mata kebahagiaan.

Ada juga perasaan yang menggelitik perut ketika bertemu dengan seseorang yang parasnya sangat mempesona. Entah apa yang terjadi tapi ingin rasanya kulit kita bertemu dengan kulitnya yang akan membuat bulu leher terasa dingin.

Penjelasan dari tiap perasaan yang ada di dalam diri setiap manusia tidak dapat diwakilkan manusia lain. Hanya si yang mpunya rasa yang dapat menjelaskan yang dirasakannya.

Namun sering manusia merasa perlu bertanggung jawab atas perasaan manusia lain. Kita melihat kawan sedang murung dan lemas. Kita menganggap kawan kita sedang bersedih. Kemudian hasrat kita menyuruh untuk membuat kawan kita tidak bersedih melainkan membuatnya menjadi senang dan bahagia.

Apa yang menjadikan diri kita merasa perlu untuk ikut bersedih sehingga bertanggung jawab untuk mengobati kesedihan orang lain?

Manusia sebagai makhluk sosial yang menjadikan setiap perasaan orang lain juga dapat dirasa oleh diri kita sendiri. Menjadikan perasaan yang ada pada orang lain dapat mudah dibagikan dan ditularkan ke orang lainnya.

Menariknya, sebenarnya manusia selalu punya pengendalian untuk perasaannya sendiri. Bukan pengendalian untuk perasaan orang lain. Sehingga manusia dapat melakukan kontrol atas perasaan yang ingin dirasakan. Bukan sekedar ikut-ikutan karena perasaan orang lain yang terbilang dekat sehingga kita perlu merasakan atas yang dirasakan olehnya.

Kenyataannya kita lebih sering lepas kendali atas perasaan diri kita. Bersedih yang terlalu berlebihan. Marah yang begitu meledak. Bahkan perasaan kita dikendalikan juga karena perasaan orang lain. Melihat orang bahagia kita juga bisa merasakan bahagia. Kawan kita bersedih maka kita juga bersedih. Kawan kita bercerita bahwa dia membenci teman kantornya dan kita pun turut membenci orang tersebut.

Perasaan termasuk salah satu hal dalam diri yang dapat kita kendalikan namun terlalu sering kita lupa untuk mengendalikannya. Seperti seringnya kita merasa bersalah dengan suatu hal yang sama sekali bukan menjadi urusan kita.

Bagaimana perasaan orang lain berpengaruh pada perasaan diri sendiri?

Terkadang perasaan dalam diri manusia sesuai dengan manusianya itu sendiri. Ada pepatah filosofi kuno yang mengatakan, orang yang bertambah pintar maka orang tersebut akan menjadi pribadi yang baik. Namun jika ada orang dengan pribadi yang jahat (tidak baik) maka orang tersebut belum cukup pintar. Hal ini menandakan belajar dari pengalaman hidup atau kejadian di sekitar diri kita dapat mempengaruhi pribadi atau karakter kita yang juga menyesuaikan dalam kemampuan untuk mengontrol perasaan yang ada.

Kita suka merasa bersalah terhadap orang lain tanpa mengetahui pasti bahwa kita memang melakukan kesalahan terhadap orang tersebut. Misalnya, kita melakukan janji untuk bertemu dengan seorang kawan. Namun ternyata kita terlambat di waktu yang telah dijanjikan karena ada kemacetan jalan yang diluar dugaan kita. Kita merasa bersalah dan meminta maaf atas keterlambatan kita. Namun kawan kita merasa hal tersebut biasa saja dan kerap terjadi. Sehingga bukan jadi suatu permasalahan baginya jika kita datang terlambat.

Contoh lainnya, kita bertemu kawan dan berdiskusi tentang banyak hal. Namun sepulang dari bertemu kawan, kita menyadari ada perkataan yang dapat menyinggung kawan kita. Lalu kita merasa bersalah setelah berpisah dan kebingungan apa yang harus dilakukan. Menghubungi kawan untuk meminta maaf, atau bertanya dahulu apakah dia tersinggung, atau menunggunya mengatakan sesuatu di media sosial tentang kita yang telah menyinggung perasaannya.

Ada banyak hal yang berawal dari pikiran kita sendiri yang belum kita ketahui pasti dengan keadaan yang sebenarnya. Kita terlalu berinisiatif membuat skenario terlebih dahulu dan tidak ingin membiarkan kenyataan yang buruk akan terjadi begitu saja. Ini lah jati diri manusia. Lebih suka memikirkan dan menciptakan cerita sendiri.

Manusia tidak luput dari kesalahan

Jika manusia adalah tempat kesalahan, maka sudah semestinya manusia tidak hanya memikirkan kesalahan-kesalahan dalam diri atau memikirkan perasaan-perasaan yang membuat jadi merasa bersalah. Manusia bisa saja cukup dengan terus meningkatkan pribadi menjadi lebih baik dan untuk tetap menjadi pribadi yang baik. Tidak pernah merasa puas atas kebaikan yang pernah dilakukan sehingga ingin tetap menjadi pribadi yang baik.

Sehingga manusia tidak perlu selalu overthinking setiap merasa bersalah. Hanya perlu bersiap untuk mudah meminta maaf jika perlu melakukannya dan mengambil pelajaran dari kejadian tersebut untuk meyakini diri sebagai pengalaman penting dan dapat meningkatkan diri menjadi pribadi yang baik.

Merasa bersalah itu perlu. Karena kita menyadari bahwa manusia memang rentan untuk melakukan kesalahan. Namun kita harus selalu bijak dalam menyikapi rasa bersalah yang ada. Tidak berlebihan dan juga tidak menyepelekannya. Melainkan ikhlas bahwa kita telah melakukan kesalahan dan menerima untuk belajar dari kesalahan yang memang terkonfirmasi bahwa kita melakukan kesalahan tersebut. Kemudian memahami hal-hal yang dapat kita kendalikan dengan sebaik mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun