Memang ada yang mati di kamar. Ada yang bersikeras melompat dari ketinggian. Banyak yang hilang tak berkabar.
Lelaki dewasa merasa jenuh dengan kenyamanan. Hingga merasa ingin ke taman hiburan. Tanpa pikir panjang ia berjalan menyusuri pedestrian. Terkadang sedikit berlari menghindari dari para sepi. Lelaki Dewasa pun tiba di taman hiburan dengan mata yang melotot dan mulut terbuka lebar.
Taman hiburan penuh dengan sepi. Tiada ruang lagi untuk masuk ke dalam. Kecuali berdesakan dengan sepi.
Andai saja setiap sepi adalah kawan. Maka tidak ada rasa khawatir untuk masuk ke dalam. “Aku tidak takut. Aku tidak percaya dengan ini semua. Apakah aku memang harus segera masuk?” lelaki dewasa memikirkan rencananya.
Selagi matahari sudah membumi setengahnya. Lelaki dewasa hanya terduduk di depan toko yang tutup. Memikirkan kembali yang ingin dilakukannya. “Apakah aku pernah tidak bahagia? Kenapa aku harus pegi ke taman hiburan?”
Lelaki dewasa jelas mengingat 360 hari telah berlalu semenjak sepi menguasai setiap pojok jalan. “Aku nyaman. Meski sepi berada di sekitaran.”
Ia hanya berpikir bahwa memang tak banyak yang dilakukan. Selain minum teh manis hangat di sofa empuknya. Dengan film-film produksi lawas yang disetel berulang. Kerja jarak jauh yang tidak membuatnya tertekan. Mungkin baginya cukup.
“Tapi kenapa aku harus pergi ke taman hiburan?” pertanyaan berulang lelaki dewasa yang membuatnya penasaran.
Ternyata langit mulai membiru setelah ia sadar dari tertidurnya. Masih di tempat yang sama. Lagi pula toko ini pasti tidak akan buka juga.
Sedikit diintipnya taman hiburan di seberang. Dilihatnya masih menumpuk sepi di sana. Ia hilang nyali. Tapi belum ingin pergi.
Sekali lagi tidak ada yang bisa menghentikannya. Menurutnya. Sesaat lelaki dewasa ini yakin untuk masuk ke tamah hiburan.