Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia dalam membentuk individu yang berkualitas dan berkontribusi positif terhadap masyarakat seperti yang diungkapkan (Widiansyah, 2018). Namun, dalam proses belajar tidak jarang individu mengalami berbagai kendala yang dapat mempengaruhi efektivitas dan efisiensi belajar mereka. Tiga faktor yang seringkali menjadi tantangan utama dalam proses belajar adalah lupa, jenuh, dan kesulitan.
Dalam proses belajar, siswa sering mengalami kelupaan. Ingat dan lupa adalah dua sifat yang bertentangan, namun keduanya dimiliki oleh setiap manusia. Di sisi lain, sifat lupa sebenarnya merupakan anugerah bagi manusia. (Kosim, 2015) Menyebutkan bahwa ketika kita memikirkan suatu objek atau hal, pada saat yang sama kita melupakan objek-objek lain yang ada. Jika dalam satu waktu kita terus mengingat semua objek yang pernah kita lihat, maka akan sulit bagi kita untuk berpikir dan bertindak secara efektif. Dengan demikian, (Winkel, 1983) Menyimpulkan bahwa lupa adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengingat atau mengingat kembali hal-hal seperti informasi, peristiwa, dan pengalaman tertentu yang pernah mereka alami sebelumnya.
Selain mengalami kelupaan, siswa sering menghadapi peristiwa negatif lain yang disebut jenuh belajar. (Nofindra, 2019) Mengemukakan Jika siswa mengalami kejenuhan belajar selama proses belajar, hal ini dapat membuat mereka merasa bahwa usaha yang telah mereka lakukan menjadi sia-sia. Sedangkan kesulitan belajar adalah kondisi di mana seorang siswa mengalami hambatan dalam menerima pelajaran, yang menghambat proses belajar seseorang. Menurut (Utami, 2019) kehadiran hambatan tersebut dapat mengakibatkan individu menghadapi kegagalan atau ketidakberhasilan yang terbatas dalam mencapai tujuan belajar mereka. Kesulitan belajar ini dapat menciptakan kondisi di mana siswa tidak dapat belajar sejalan dengan yang seharusnya. Oleh karena itu tujuan penulisan artikel ini tidak lain adalah untuk menjelaskan secara rinci mengenai Lupa, Kejenuhan, dan Kesulitan dalam belajar.
Lupa dalam Belajar
Dalam proses belajar, kita sering menghadapi kenyataan bahwa tidak semua materi pelajaran mudah diingat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita juga sering mengalami situasi di mana suatu materi yang kita pelajari dengan sungguh-sungguh dan tekun sulit untuk dikuasai dan mudah terlupakan dalam waktu yang relatif singkat. Di sisi lain, ada juga materi yang dengan mudah kita kuasai dan tidak mudah dilupakan. Dalam konteks lupa, item informasi dan pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan seseorang tidak hilang, tetapi hanya sulit untuk dipulihkan atau diingat kembali.
Lupa tidak dapat diukur secara langsung, dan sering kali terjadi bahwa peserta didik mengatakan bahwa suatu informasi telah terlupakan, padahal sebenarnya mereka masih mengingatnya. Sebagai contoh Seorang Mahasiswa yang menyontek saat Ulangan Akhir Semester (UAS) karena kesulitan mengungkapkan materi suatu mata kuliah yang pernah dijelaskan oleh Dosen. Hal tersebut dapat dikatakan, mahasiswa tersebut menyontek karena lupa materi yang telah diajarkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, lupa dalam belajar dapat diartikan sebagai kegagalan seorang siswa untuk mengingat kembali hal-hal pembelajaran yang sebelumnya telah dijelaskan oleh guru pada saat di sekolah atau di universitas, yang disebabkan oleh kesulitan dalam memulihkan informasi yang diperlukan saat dibutuhkan.
A. Faktor-faktor Penyebab Lupa dalam Belajar
Lupa dapat terjadi ketika terjadi konflik antara item-item informasi atau materi pelajaran yang ada dalam sistem memori seseorang. Misalnya, seorang siswa yang belajar beberapa konsep matematika dalam satu waktu seperti rumus pitagoras, matrix, trigonometri, dan limit.
(Lahey, 2006) Dalam bukunya menyebutkan teori-teori tentang faktor yang menyebabkan lupa:
1. Teori Penurunan (Decay Theory)
Menurut teori ini, lupa terjadi ketika informasi telah tersimpan dalam memori untuk waktu yang lama dan tidak digunakan. Namun, teori ini seringkali diperdebatkan karena dalam kehidupan sehari-hari, lupa tidak hanya terjadi karena lamanya penyimpanan informasi. Sebenarnya, lupa lebih sering terjadi pada tahap awal seperti saat kita baru mendapatkan informasi atau ketika informasi masih dalam memori jangka pendek. Jika informasi berhasil mencapai memori jangka panjang, lupa terjadi bukan karena tidak digunakan dalam waktu lama, melainkan karena terganggu oleh informasi lain atau tercampur dengan informasi yang serupa.
2. Teori Gangguan (Interference Theory)
Menurut teori ini, lupa bukan disebabkan oleh lamanya penyimpanan informasi, tetapi karena adanya gangguan dari informasi lain. Misalnya, saat kita berusaha mengingat sesuatu, informasi yang mirip dengan yang ingin kita ingat dapat mengganggu proses pengingatan. Teori ini mencakup dua jenis gangguan, yaitu gangguan proaktif dan gangguan retroaktif. Gangguan proaktif terjadi ketika informasi yang sudah kita simpan sebelumnya menghambat kemampuan kita mengingat informasi baru. Sedangkan, gangguan retroaktif terjadi ketika informasi baru yang baru saja kita dapatkan menghambat kemampuan kita mengingat informasi yang sudah ada sebelumnya.