Mohon tunggu...
Muhammad F. Hafiz
Muhammad F. Hafiz Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis sebagai profesi dan amal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pesan dalam Sepatu

25 Juni 2024   13:23 Diperbarui: 25 Juni 2024   13:49 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Plang Kedai Kopi Kahar tiba-tiba diturunkan pemiliknya yang hendak mengganti dengan papan nama baru. Kahar pemilik kedai, tak cuma ingin mengganti papan nama, tetapi juga mau mengubah dengan nama lain. Padahal sejak buka empat tahun lalu, nama Kahar sudah menancap kuat di kalangan pelanggan kedai. Pasti para pelanggannya akan protes begitu papan nama itu nanti sudah terpasang.

Sejak dulu Kedai Kopi Kahar sudah jadi tempat leyeh-leyeh laki-laki dewasa dan anak muda di kota kecil dekat Brandan Kabupaten Langkat. Kahar membangun kedai kopi tak jauh dari area pantai Pangkalan Susu. Sejak itu anak-anak muda Susu tak perlu lagi ke Pangkalan Brandan untuk sekadar mengaso buang-buang waktu hingga larut malam.

Kelompok-kelompok anak muda itu, atau bahkan bapak-bapak sekalipun, punya sebutan sendiri-sendiri untuk Kedai Kopi Kahar. Para pelanggan cukup kreatif menciptakan nama khas seperti Triple K. Atau sekelompok pelanggan lain yang lebih suka nama Kedai Koka. Para pelanggan Kedai Kopi Kahar senang mengutak-atik nama kedai. Ada juga yang menamai Kedai Kok.

Kahar tak terlalu peduli, baginya banyak pelanggan artinya duit mengalir. Cari uang dulu baru memikirkan yang lain, begitu mungkin slogan hidup Kahar. Termasuk pula dia belum berpikir menikah sampai usianya sekarang sudah 31 tahun.

Dulu sebelum buka usaha kedai, Kahar pernah bikin sabun cuci piring yang dijual dalam kemasan botol plastik. Tak laku. Emak-emak sudah tersihir produk yang sama oleh perusahaan multinasional. Iklan produk mereka menjejali semua stasiun televisi setiap 10 menit. Sudah begitu, Kahar tak sanggup mengurai ekonomi biaya tinggi dalam lini produksinya. Sehingga harga jual tak bisa bersaing.

Lain waktu, Kahar coba-coba buka usaha klotingan. Membuat desain kaos yang kemudian disablon sendiri. Kreatif dan lucu-lucu desainnya, juga ada pesan moral di setiap desain. Tapi bersaing dengan pemodal besar yang bisa menjual 1 helai kaos seharga Rp 30 ribu, membuat kaos Kahar dibeli satu dua orang dalam sebulan. Walaupun perusahaan-perusahaan itu sekadar menyalin gambar artis Korea di kaos mereka.

Sekarang, bersamaan dengan mengurus kedai, Kahar sudah memulai usaha baru jualan pakaian bekas. Pokoknya bekas, mau baju, celana, sepatu, hingga tas, semua ada, semua bekas pakai. Pakaian bisa dipajang di kedai, nanti Kahar akan tempatkan di sudut tertentu.

Baca juga: Rahasia Batu Hitam

Sebenarnya kedai itu sendiri ramai dikunjungi bukan hanya karena seduhan kopi Kahar yang mengentak lidah sewaktu diseruput panas-panas. Bukan, bukan cuma itu. Orang-orang senang menggoda Kahar yang selalu menjaga lidah agar tak tergelincir mengucapkan kata yang ada huruf r. Kahar cadel.

Baca juga: Cerpen: Can

Ia berusaha sekuatnya menemukan padanan kata dari kata-kata yang mengandung huruf r. Kahar tak mengucapkan kata piring kecuali menggantinya dengan kata lain, yakni pinggan. Dia tak pernah menyebut kata kasur tetapi mengatakan tilam. Mengganti kata jamur menjadi cendawan, tikar jadi lasah, terasi diganti belacan, marah diganti pitam, cakar jadi kakas, atau kata jerit yang ia ucapkan dengan pekik.

Kalau dia tak menemukan kata lain selain kata yang ada huruf r, Kahar akan mencari kata apapun asalkan dimengerti lawan bicaranya. Seperti ketika dia tak menemukan padanan kata kompor, Kahar menggantinya dengan merek dagang produk terkenal Hock yang diucapkannya "hok."

Tapi suatu waktu Kahar terjebak juga sebuah kata yang ia tak temukan padanannya tanpa huruf r. Kata sumur. Seorang pelanggan sengaja menggodanya.

"Har, sembarang kali kau letak timba di atas apa itu, jatuh pulak timba kau sekarang ke dalam apa itu..., ke dalam apa kau itu di belakang...." ujar seorang pelanggan yang baru kembali dari toilet di belakang kedai.

"Sumuyr...?" ucap Kahar spontan membuat seisi kedai tertawa mendengar huruf r yang samar.

"Eh, maksud aku peyrigi...," kata Kahar yang kali ini membuat semua pelanggan terpingkal-pingkal.

Tak cukup menggodanya karena celat alias cadel, Kahar juga acap jadi bahan gurau para pelanggan yang menyebutnya bujang lapuk. Seorang pelanggan paruh baya selalu jadi pemicu seloroh mengaitkan Kahar dengan rubrik surat kabar zaman dulu, Kontak Jodoh.

"Kalau saja kau bujang jaman dulu Har, cepat kau dapat jodoh. Banyak gadis virgo, janda taat beragama, gadis manis sederhana, gadis luwes hobi masak, tinggal kau pilih. Terus apa lagi nama-nama mereka lupa aku... O, janda pandai bahasa Inggris...," goda pelanggan itu.

"Aku juga dapet istri dari sana, sekretaris berwawasan luas. Eeh tiap hari mrepet...," katanya lagi, seisi kedai tergelak meledak.

"Lantam kali mulut kau Bang...," balas Kahar ikut tertawa sembari berlalu menuju gudang usaha barunya yang dia bangun bulan lalu di sebelah kedai.

Siang tadi 2 koli pakaian bekas tiba dari Gedebage Bandung. Di sana ada kenalan Kahar yang membeli pakaian bekas dari luar negeri, lalu mengirim ke penjual-penjual di daerah. Satu kolian besar baju dan celana bekas isi sekitar 200 pcs dijual pada Kahar seharga Rp 8 juta.

Setelah disortir dan dicuci, Kahar akan memberi merek dagang tokonya. Pernah Kahar berpikir, memberi label merek bisa mengelabui pembeli yang mengira barang baru. Tapi tak mengapa, toh tak semua barang dia beri label, seperti sepatu yang memang pembeli mengincar sepatu bermerek. Bersama 1 koli baju celana, Kahar juga membongkar 1 koli sepatu.

Tapi tak semua sepatu berdakap dengan pasangannya, Kahar harus mencari-cari setelan beberapa yang terpisah dari ikatan satu sama lain. Sampai semua sepatu telah saling berpagut, ada sebuah yang tak ada kembarannya. Dicari-cari tak kunjung berpaut.

Kesal juga hati Kahar. Seharusnya dia bisa menjual lagi seharga Rp 300 ribu, mungkin lebih. Harga baru sepatu itu Rp 2 jutaan. Tapi sudahlah daripada menyangkak hati, lebih baik disimpan saja, pikir Kahar. Mana tahu nanti ada lagi sepatu yang tak ada pasangan. Meski beda-beda tipis satu sama lain, baiklah diberikan cuma-cuma pada pelanggan kedai yang hobi bernostalgia rubrik Biro Jodoh.

Kahar mengamati sepatu yang tak punya pasangan itu, melepas talinya, dan menarik keluar insole. Secarik kertas ikut terangsur. Sewaktu dibentang tampak garis lipatan kertas itu tegas, penanda sudah lama berada di dalam sepatu dan dipijak setiap hari. Kertas itu rupanya semacam surat yang ditulis tangan. Kahar tak mengerti pesannya, sederet kata-kata dalam bahasa Prancis.

Kahar lantas merogoh hape di saku, bermaksud menerjemahkan tulisan di kertas. Meski ia tak tahu cara mengetik huruf yang ada simbol di atas huruf a, e, dan i beraksen, dia mengetikkan setiap kata di Google Translate.

Ini yang diberikan mesin penerjemah itu:

"Aku cukup bosan dengan kehidupan di lingkunganku. Semakin sulit menemukan cinta yang tulus. Aku pikir sebaiknya mencoba sesuatu yang unik. Cukup lama aku memikirkan hal ini, tetapi mendapat pasangan hidup secara acak barangkali akan menjadi pengalaman tak terlupakan. Saat aku meletakkan secarik kertas di dalam sepatu di mana sebelah pasangan sepatu ini ada padaku, aku yakin seorang pemuda yang juga penuh dengan kehidupan unik dan menyenangkan akan membacanya dan berjuang untuk menemukanku dengan cara unik yang indah..." Blanche.

Itukah namanya? Blanche?

Kahar tak mau berpikir panjang. Menjemur sementara hari panas, begitu pikirnya. Dia segera memotret tulisan tangan Blanche dan mengunggah di akun Facebook miliknya. Kahar juga menulis cerita bagaimana kisah sehingga sebelah sepatu itu ada padanya. Unik dan mengesankan.

Namun belum lagi matahari naik sepenggalah, seketika seisi kedai riuh. Apa lagi selain foto secarik kertas di Facebook yang membuat geger para pelanggan. Kahar tak ambil pusing, meski dia dengar juga orang-orang bersahutan menyindir dirinya.

"Kahar.... Kahar... mentel pulak kau sekarang, perempuan bule kau bereng rupanya...," ujar seseorang.

"Kreak kali kau pun Har. Tahu kau kata kawan aku budak melayu, macam menepung tiada beras kau ni," kata pelanggan lainnya.

"Ada juga bacrit kau, Har," sahut seorang lagi.

"Eh, ndak sur kau ke Kahar...? Bukan bacrit dia tu..., baling...," balas kawan di meja pojok. Meledak tawa semua orang.

Semakin riuh kedai Kahar petang itu. Ditambah pula semua orang di kedai membagikan postingan Kahar di akun medsos masing-masing. Komplit sudah kegaduhan sampai malam nanti.

Namun bujang itu tetap tak marah, malah tenang-tenang saja melintas di tengah mereka yang berseloroh berkepanjangan. Di pundaknya Kahar membawa papan nama baru kedainya. Ditulis nama baru pula: Kedai Kopi Kuasa.

Meskipun sama saja makna kata kuasa dengan kata kahar, tapi nama baru itu tanpa huruf r.

***

Hari ini sudah dua pekan berlalu sejak kertas surat perempuan bulai itu dimuat Kahar. Tak diduga, foto di Facebook itu viral di mana-mana. Hampir semua platform media sosial ikut membagikan postingan. Di Tiktok fyp, di Twitter jadi trending topic. Belum pula ribuan komentar mengikuti status yang ditulis Kahar di akun miliknya. Menyebar sejadi-jadinya...!

Kahar gugup, begitu mengetahui akunnya viral. Namun sayang sekali, tak terjadi apapun setelah itu. Tidak seperti imajinasi Kahar dalam kisah-kisah roman. Di mana perempuan itu akan melihat pesannya, kemudian datang ke Pangkalan Susu membawa sebelah lagi sepatu yang tertinggal. Mereka akan saling mendakap sepatu satu sama lain disaksikan semua pelanggan kedai. Sepasang sepatu itu lalu berlekap. Cocok...!

Kahar juga gugup membayangkan apa jadinya jika pesan dalam sepatu itu hanya perbuatan orang iseng. Apa nanti, andai kata wanita itu mengurungkan niat setelah melihat profil Kahar. Bagaimana jika ternyata mereka tak bersesuaian akibat beda-beda cara hidup. Ah, besar berudu di kubangan, besar buaya di lautan.

Sudahlah, pelanggan kedainya yang saban hari bahas kontak jodoh juga menikahi perempuan sekretaris berwawasan luas, tak tahunya mrepet terus. Semoga saja impiannya tak perut panjang sejengkal, batin Kahar.

"Haaar.... Kahar.... Buka pesbuk kau cepat. Cepat Har...," pekik seorang pelanggan dari meja kedai.

"Ada akun bernama Blanche komen, cantik pulak kawan. Cepat Har, cepat...!!" ujarnya lagi.

Kahar membuka Facebook, sebuah pesan dari Blanche Monnier: C'est toi que mon coeur a choisi. J'espre que cette saveur continuera pour toujours.

Ketika aku melihatmu, itu adalah cinta pada pandangan pertama. Aku berharap hubungan kita akan berlangsung lama.[]

Selesai

Catatan kaki:

Blanche Monnier (1849-1913) adalah gadis dari keluarga bangsawan kaya di kota Paris Prancis yang disekap dalam kamar sempit selama 25 tahun oleh ibunya. Blanche menjadi gila karena derita dan hidup yang tak layak bersama makanan busuk dan kotorannya sendiri selama penyekapan. Gadis itu disekap karena hubungan cinta yang tak direstui keluarga.

 

Glosarium:

Perigi, sumur.
Mrepet, mengomel.
Lantam, asal bicara.
Mentel, banyak gaya.
Bereng, melirik, melihat dengan wajah tak senang.
Kreak, belagu.
Bacrit, banyak bicara, omong kosong.
Ndak sur, tak senang pada perilaku orang lain.
Baling, bodoh.

Peribahasa:

Menjemur sementara hari panas.
Kesempatan baik janganlah dilepas.

Menepung tiada beras.
Mustahil melakukan sesuatu dengan sempurna jika tak memiliki daya upaya.

Besar berudu di kubangan, besar buaya di lautan.
Setiap orang berkuasa di tempatnya masing-masing.

Tak perut panjang sejengkal.
Merasa kecewa.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun