Kartini urung mengintip. Dia memperhatikan wajah bayinya dalam-dalam, merasakan sekujur bayinya semakin dingin. Air mata perempuan itu meleleh di pipi, menetes di wajah bayi. Kar mengusap pipinya dan pipi bayinya dengan ujung jarik.
Laki-laki muda itu mengusap-usap dagunya.
"Begini Bu menurut aku, persoalannya bukan seberapa banyak perempuan yang bisa ikut berkiprah di semua aspek kehidupan kita. Tapi seberapa luas jangkauan kebijakan yang memihak kaum perempuan. Tak soal apakah kebijakan yang membela perempuan itu diciptakan perempuan atau bahkan laki-laki. Lagi pula dikotomi gender itu sudah kehilangan substansi...," kata laki-laki muda.
"Ah, kau antiperempuan...!" balas wanita Anggota DPRD.
"Gini ya Bu. Soal-soal yang sederhana saja, kalau pemerintah kita tidak menyelenggarakan fasilitas transportasi publik yang memadai, itu sama saja tidak memihak kepentingan perempuan, tidak peka kesetaraan gender."
"Waduh... waduh.... Jangan ngawur anak muda. Apa hubungannya coba, transportasi publik sama kesetaraan gender...," wanita anggota dewan cekikikan.
Laki-laki muda tersenyum, semakin bersemangat memaparkan pendapatnya. Sebuah riset kecil pernah dia lakukan, katanya pada semua yang mendengarkan. Yakni mengenai sepeda motor yang biasanya hanya satu unit dalam sebuah keluarga. Motor akan digunakan setiap hari oleh ayah untuk pergi dan pulang kerja. Lantas ibu dalam keluarga itu menggunakan apa untuk bepergian?
Padahal ibu-ibu punya aktivitas tak sedikit di luar rumah. Mulai dari pergi ke pasar dan pulang dari pasar, antar jemput anak sekolah, antar jemput anak les mapel, sampai menemani anak ikut ekskul wajib di sekolah.
"Kalau transportasi umum tak memadai, apalagi tak ada sarana transportasi umum di satu kota, apakah itu membela kepentingan perempuan...?"
"Nah sekarang menurut ibu, kebijakan seperti itu harus selalu diurus oleh perempuan? Saya bukan antikesetaraan peran perempuan dan laki-laki, tapi kita telah kehilangan substansi mengenai hal itu. Kita cuma fokus pada perbedaan jenis kelamin aktor-aktor pembuat kebijakan, bukan kepada dampak dari kebijakan untuk perempuan..."
"Satu hal lagi Bu, apakah pernah terpikir oleh ibu meminta pemerintah agar memaksa semua perusahaan seperti operator kapal feri ini menyediakan fasilitas untuk perempuan, seperti ruang menyusui? Fasilitas yang sama di banyak mall, di taman-taman kota...?"