Mohon tunggu...
Muhammad F. Hafiz
Muhammad F. Hafiz Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis

Menulis sebagai profesi dan amal.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Setapak Menuju Bulan

14 April 2024   07:31 Diperbarui: 14 April 2024   07:32 158
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tapi Kartini tak ambil pusing, malah berharap semua kursi penuh agar tak ada orang yang menyilakan duduk di dekat mereka. Kalau saja dia duduk di antara penumpang lain, sebentar kemudian akan ada yang meminta menggendong bayinya. Lalu, "Anak ciaaapa ini, anak ciapa cih ini, cantiknyaaaa...."

Sudah pasti seisi kapal gempar. 

Kar kemudian memilih duduk di lantai, di pojokan antara sisi belakang kolong kursi dan dinding besi kabin. Minar tiduran di lantai beralas selimut. Bayinya, terus dalam dekapan Kar. Tak tega diletakkan di lantai, sejauh manapun perjalanan yang dilalui.

Di ruangan besar itu orang-orang riuh berbincang mengenai apa saja. Sekelompok penumpang serius berdebat di kursi yang sisi belakang sandarannya dijadikan Kar untuk menopang kepalanya. Mereka membicarakan masalah-masalah yang terdengar seperti perbincangan orang-orang di televisi.

"Demokrasi kita maju sekarang, pemilu kita maju. Banyak perempuan jadi wakil rakyat. Itu berkat Undang-undang Pemilu yang mewajibkan parpol mengajukan sedikitnya 30 persen Caleg perempuan di satu Dapil," ujar wanita paruh baya yang ingin terlihat seperti gadis belia dengan dandanannya.

"Ibu beruntung, sekali nyaleg langsung dapet jadi anggota DPRD. Ada yang sudah empat kali nyaleg tapi nggak dapet-dapet. Padahal dia termasuk orang yang paham problem, punya gagasan. Tapi begitulah, mungkin dia tak ada nasib, he... he....," laki-laki muda menimpali.

"Yaaahh... penampilan harus menarik dong biar dipilih, terus kamu juga harus punya cuan. Soal partaimu mau apa aja, sama saja, partai sekarang kan ndak penting, yang penting orangnya....," balasnya memperlihatkan gaya orang-orang yang selalu dikelilingi banyak orang.

"Heemmm, enggak begitu juga kali, Bu. Tapi aku sebenarnya cuma mau bilang soal 30 persen itu, saya sih kurang setuju," kata laki-laki muda itu lagi.

"Kamu ini kok antikesetaraan gender sih, apanya yang kau tak setujui, hei....?"

Laki-laki muda itu melengos, bersamaan dengan Kartini yang menoleh mencari celah di antara sandaran kursi, berusaha melihat wajah orang-orang yang berbicara. Mungkin Kar penasaran dengan raut muka perempuan pejabat yang suaranya barusan didengar.

"Apa yang kau tak setujui...?" kejar wanita wakil rakyat itu lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun